27.1 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Berita Fintech Indonesia: Amartha Terima Suntikan Modal Rp1,49 Triliun dari Investor AS

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait financial technology (fintech) Amartha yang menerima suntikan permodalan terbaru.

Adapun suntikan dana ini diraih oleh Amartha Mikro Fintek sebesar US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,49 triliun dari institusi penyedia permodalan asal San Francisco Community Investment Management (CIM).

Kabarnya, dana tersebut akan disalurkan sebagai permodalan produktif bagi UMKM di Indonesia.

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dilangsir dari Katadata.co.id, Selasa (20/6/2023).

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Terkait Aturan Modal Minimum Rp 2,5 Miliar, Ini Tanggapan Pelaku Industri Fintech

Berita Fintech Indonesia: Adanya Kesamaan Nilai

Adapun CIM memilih Amartha sebagai mitra karena adanya kesamaan nilai dalam menghadirkan layanan keuangan inklusif berbasis prinsip keberlanjutan. 

CIM sebagai investor berdampak sosial alias social impact, berkomitmen memenuhi European Sustainable Finance Disclosure Regulation atau SFDR, yakni peraturan bidang penyediaan layanan keuangan berkelanjutan di Eropa. 

“Amartha dan CIM memiliki kesamaan nilai dalam melihat teknologi dan penyediaan layanan keuangan inklusif dapat mewujudkan kesejahteraan merata yang berkelanjutan bagi ekonomi akar rumput,” ucap Chief Financial Officer Amartha, Ramdhan Anggakaradibrata, dalam keterangan pers.

Amartha sudah menyalurkan pinjaman online lebih dari Rp 12 triliun kepada lebih dari 1,6 juta UMKM di Indonesia. 

Di lain sisi, perusahaan pun mengeklaim sudah mencetak profit sejak tiga tahun terakhir.

Ditambahkan Head of Emerging Market Strategy CIM, Bernhard Eikenberg, pendanaan itu menjadi tonggak penting bagi perusahaan di Asia Tenggara.

Dalam hal ini, CIM pun berkomitmen mendukung pembiayaan digital UMKM di Indonesia.

“Kami percaya UMKM menjadi tulang punggung bagi berbagai sektor ekonomi dan merupakan segmen yang mengalami kesenjangan paling besar di sektor finansial,” sebutnya.

Ia menilai, kemitraan CIM dengan Amartha akan menumbuhkan ekosistem produk yang bertanggung jawab dan transparan yang memajukan inklusi keuangan serta meningkatkan kesehatan keuangan masyarakat di Indonesia.

Berita Fintech Indonesia: Kata Pengamat Terkait Batas Permodalan Minimum Fintech Rp 2,5 Miliar

Sebelumnya dilaporkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan aturan fintech peer-to-peer (P2P) lending harus memenuhi batas permodalan minimum mulai 4 Juli 2023. 

Minimal ekuitas atau modalnya senilai Rp 2,5 miliar, kemudian meningkat pada tahun selanjutnya.

Terkait hal itu, Ekonom dan Direktur Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat modal minimum begitu penting dalam industri fintech P2P lending.

“Hal itu untuk menjamin agar fintech yang terdaftar dan diawasi OJK adalah fintech yang memang punya kapasitas permodalan yang cukup baik. Ditambah fintech juga perlu untuk berinvestasi terkait dengan manajemen risiko, credit scoring, sampai memperkuat keamanan siber dan itu juga membutuhkan dana yang tak kecil,” katanya.

Ia menambahkan bahwa jika ada modal minimum, fintech akan disaring dan nantinya mereka akan punya komitmen dan kualitas penyaluran produktif sehingga bisa bertahan dalam industri. 

Dalam pandangannya, aturan tersebut memang sudah dikaji sejak lama karena jumlah fintech begitu banyak dan harus dikurangi. 

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Dukung Pencabutan Moratorium Fintech Lending, Ini Kata Amartha

Berita Fintech Indonesia

Di samping itu, ia beranggapan apabila terlalu banyak, tentu harus didorong dengan modal minimum.

“Harapannya akan ada merger atau akuisisi dan itu bisa lebih mudah pengawasannya,” ujarnya.

Relatif Dipercaya

Sementara itu, Bhima juga berpendapat fintech yang memenuhi modal minimum itu relatif yang dipercaya oleh masyarakat. 

Jadi, kata dia, ada korelasinya. Jika fintech terlalu gampang dan pendaftarnya terlalu banyak maka akhirnya kualitas kredit jadi kurang baik dan masyarakat juga susah membedakan antara legal dan ilegal.

Menurut Bhima, hal itu merupakan bentuk konsolidasi yang harus didorong dan harapannya memang fintech bisa meningkatkan kualitas, juga lebih fokus kepada pendanaan di sektor produktif.

Di samping itu, ia berharap fintech bisa memperbaiki credit scoring dan meningkatkan edukasi kepada borrower. 

Sebagai informasi, batas permodalan atau ekuitas fintech telah diatur dalam ketentuan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022. 

Tertuang, penyelenggara fintech harus memenuhi modal atau ekuitas secara bertahap. 

Tahap pertama dimulai pada 4 Juli 2023 dengan minimal permodalan senilai Rp 2,5 miliar. 

Kemudian, pada 4 Juli 2024 fintech harus memiliki modal minimum Rp 7,5 miliar dan berlanjut hingga Rp 12,5 miliar pada 4 Juli 2025 mendatang. 

OJK juga sempat menyebut sebelumnya dari 26 fintech yang belum memenuhi syarat permodalan, sebanyak 12 perusahaan masih memiliki ekuitas negatif.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Cegah Gagal Bayar Fintech Lending, OJK Disarankan Tingkatkan Pengawasan

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU