26.2 C
Jakarta
Senin, 25 November, 2024

Berita Fintech Indonesia: CIPS: Ketentuan Modal Fintech Jangan Memunculkan Dominasi Pasar

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait ketentuan permodalan industri financial technology lending (fintech lending).

Menurut Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, ketentuan permodalan yang mampu menyebabkan terjadinya merger antara perusahaan fintech tersebut jangan sampai memunculkan dominasi pasar. 

Adapun dominasi pasar oleh satu-dua perusahaan akan menghilangkan kompetisi sehat dalam pasar fintech yang bertujuan untuk mewujudkan inklusi keuangan.

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari wartaekonomi.co.id, Rabu (21/6/2023).

Baca juga: Berita Fintech Hari Ini: Ketua MPR Minta OJK Garap Pembentukan Bursa Kripto

Berita Fintech Indonesia: Konsolidasi atas Aset

Seperti diketahui, untuk memenuhi ketentuan permodalan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perusahaan fintech lending dapat melakukan konsolidasi atas aset mereka hingga mencapai batas minimum yang ditetapkan OJK.

“Peningkatan compliance ketentuan permodalan dan ekuitas untuk fintech dalam rangka proteksi konsumen merupakan langkah pemerintah yang tepat. Namun, jika adanya merger nanti antara perusahaan fintech lending untuk memenuhi persyaratan perlu diawasi dan diatur agar kompetisi pasar tetap sehat dan mencegah dominasi pangsa pasar oleh sejumlah pemain,” kata Peneliti CIPS, Amira Husna Natanegara.

Ia menilai, kompetisi yang sehat antara perusahaan fintech perlu dijaga agar perusahaan terus berinovasi dan diversifikasi target segmen dalam mencapai inklusi keuangan. 

Pasalnya, fintech lending adalah solusi untuk banyak peminjam yang membutuhkan dana cepat dan accessible, terutama untuk kalangan unbanked dan underbanked.

“Dari sisi pemain fintech juga perlu menjamin bahwa merger tidak hanya semata pemenuhan persyaratan, tetapi mereka harus memastikan layanannya membawa manfaat dari merger kepada nasabah seperti diversifikasi produk, efisiensi dalam operasi bisnis, dan perbaikan dalam proses dan sistem pinjam-meminjam,” tuturnya.

Adapun upaya untuk mencegah terjadinya gagal bayar juga termasuk ke dalam perlindungan konsumen. 

Idealnya, fintech lending memberikan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai produk dan profil risikonya kepada konsumen dan memastikan mereka memahami produk yang mereka gunakan.

Perlu Pedoman yang Lebih Jelas

Penelitian CIPS merekomendasikan perlunya pedoman yang lebih jelas bagi konsumen tentang bagaimana dan ke mana mengajukan pengaduan untuk setiap jenis masalah terkait dengan transaksi P2P lending. 

Pedoman tersebut sangat diperlukan karena tidak semua konsumen mengetahui jenis pelanggaran apa yang harus diajukan ke OJK (penagihan utang secara agresif, legalitas pemberi pinjaman) atau ke polisi (dalam kasus ancaman, penganiayaan atau pelecehan).

Sebagaimana diketahui, dalam rangka compliance atau kepatuhan, OJK dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 tentang ketentuan persyaratan permodalan dan ekuitas minimum, telah mengatur bahwa penyelenggara harus memiliki modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp25 miliar; dan Penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar, penggabungan perusahaan fintech atau merger antara dua atau lebih dari dua perusahaan dapat menjadi solusi dari pemenuhan persyaratan tersebut. 

Ketentuan permodalan akan diberlakukan secara bertahap yang dimulai pada 4 Juli 2023 dengan minimal permodalan senilai Rp 2,5 miliar.

Kemudian, pada tahun selanjutnya, persyaratan modal minimum perusahaan fintech menjadi Rp 7,5 miliar dan seterusnya hingga Rp 12,5 miliar pada 4 Juli 2025.

Berita Fintech Indonesia: iGrow hingga OJK Digugat 40 Orang di PN Jakarta Selatan

Sementara itu, mengutip Bisnis.com, platform peer-to-peer (P2P) lending alias pinjaman online pertanian, PT iGrow Resources Indonesia mendapatkan layangan gugatan dari 40 penggugat. 

Berdasarkan laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (SIPP PN) Jakarta Selatan, gugatan itu tercantum dalam Nomor Perkara 507/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL yang didaftarkan pada Senin, 5 Juni 2023. 

Adapun klasifikasi perkara yang tercantum adalah perbuatan melawan hukum. 

Selain menggugat iGrow, dalam gugatannya, turut menggugat Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPIP), dan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Menkominfo). 

Meski demikian, informasi yang terjadi dalam laman SIPP PN Jakarta Selatan belum menampilkan nilai sengketa dan petitum. 

“[Petitum] belum dapat ditampilkan,” demikian informasi yang dikutip pada Selasa (20/6/2023).

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Amartha Terima Suntikan Modal Rp1,49 Triliun dari Investor AS

Berita Fintech Indonesia

Berdasarkan pencarian yang dilakukan Bisnis di Google pada Selasa (20/6/2023), iGrow memiliki rating 1,1 dari 5 dengan 79 ulasan yang diberikan pengulas Google. 

Sejumlah pengulas mengeluhkan aplikasi yang tidak bisa diakses, tidak ada kejelasan dana, hingga proyek yang mangkrak. 

Sementara itu, jika mengutip laman resmi iGrow pada Selasa (20/6/2023) pukul 20.15 WIB, iGrow memiliki tingkat keberhasilan 90 hari (TKB90) sebesar 72,04 persen. 

Artinya, tingkat wanprestasi atau kredit macet di atas 90 hari (TWP90) yang dimiliki iGrow mencapai 27,96 persen, atau berada di atas lima persen. 

Seperti diketahui, OJK sebelumnya menyampaikan sebanyak 24 penyelenggara P2P lending memiliki TWP90 di atas lima persen per April 2023. 

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono mengatakan angka tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan posisi Januari 2023 yang mencapai 25 penyelenggara. 

Ogi menyatakan bahwa OJK sebagai regulator terus melakukan monitoring terhadap perubahan TWP90 pada perusahaan fintech P2P lending yang memiliki TWP90 di atas 5 persen. 

Dalam hal ini, OJK memberikan pembinaan dan meminta perusahaan untuk mengajukan action plan perbaikan pendanaan macet. 

“OJK selanjutnya memonitor pelaksanaan action plan mereka dengan ketat. Jika kondisinya lebih buruk, OJK melakukan tindakan pengawasan lanjutan,” ujar Ogi dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Mei 2023, Selasa (6/6/2023).

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Terkait Aturan Modal Minimum Rp 2,5 Miliar, Ini Tanggapan Pelaku Industri Fintech

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU