JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini soal pinjaman online (pinjol) ilegal dan dampaknya terhadap tata kelola industri fintech.
Pinjol ilegal terbukti telah membuat dampak negatif, salah satunya adalah menghilangkan kepercayaan publik terhadap layanan keuangan non bank tersebut.
Banyak lagi dampak buruknya, pinjol tersebut telah merusak tatanan Industri fintech. Lantas bagaimana ke depannya, mari kita simak ulasan berita fintech Indonesia.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Manfaat UU Data Pribadi di Ranah Digital
Dampak Buruk Pinjol Ilegal– Berita Fintech Indonesia
Seperti dijelaskan di atas, pinjol ilegal telah merusak tatanan Industri fintech.
Lantas, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah buka suara.
Dia mengatakan bahwa pinjaman online (pinjol) ilegal telah memberikan dampak negatif sekaligus merusak industri financial technology (fintech) sebagai pemberi akses keuangan bagi masyarakat unbanked dan underserved.
Dalam keterangan yang diterima dikutip dari Antara, dia mengatakan industri fintech selama ini telah berhasil menjangkau masyarakat dalam mengakses permodalan, bahkan nilai transaksinya terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya.
Tercatat, per Juli 2022, jumlah penyaluran pinjaman fintech pendanaan telah mencapai Rp 416 triliun, dengan jumlah peminjam mencapai 86,36 juta rekening dan 928 ribu lender, baik entitas maupun individu di masyarakat.
Lalu, untuk outstanding pinjaman telah mencapai Rp 45,73 triliun atau tumbuh 88,84 persen year on year (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, dengan tingkat keberhasilan bayar terjaga di angka 97,33 persen.
Jumlah Kredit Bermasalah juga Dinilai Masih Cukup Baik
Dengan begitu, Kuseryansyah juga menyebut bahwa rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) cukup baik yakni hanya 2,67 persen.
Dia berharap berbagai sosialisasi dan edukasi terkait fintech pendanaan dapat terus dilakukan, agar manfaatnya sebagai solusi akses keuangan produktif dapat dirasakan masyarakat seluas-luasnya, sehingga mendukung produktivitas masyarakat sebagai modal kerja maupun usaha.
Dalam kesempatan sama, Ketua Bidang Edukasi, Literasi dan Riset AFPI Entjik S. Djafar minta masyarakat agar mewaspadai dan memahami ciri-ciri pinjol ilegal yang marak beredar.
Dia juga meminta masyarakat menolak penawaran yang dilakukan melalui pesan singkat karena saat ini banyak pelaku pinjol ilegal yang menggunakan nama maupun logo menyerupai perusahaan fintech berizin.
“Kurangnya pemahaman disertai tingginya kebutuhan masyarakat di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi, telah memberi celah bagi pinjol ilegal untuk terus bermunculan. Edukasi menjadi kunci agar masyarakat kita memahami pemanfaatan fintech P2P lending yang tepat dan bisa terselamatkan dari jebakan pinjol ilegal,” ungkap Entjik.
Sejak 2018, Sudah 4.160 Pinjol Ilegal Diberantas– Berita Fintech Indonesia
Seperti diketahui, sejak 2018 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan lebih dari 4.160 entitas pinjol ilegal.
Pihak OJK pun telah memperkuat regulasi melalui POJK 10/2022 untuk meningkatkan kualitas penyelenggara pinjol, serta mempersempit ruang bertumbuhnya pinjol ilegal.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech Mainkan Peran Penting Dalam Inklusi Keuangan
Marak Pinjol Ilegal, OJK Berikan Tips
Di sisi lain, Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar menyebut industri fintech lending sebagai bentuk demokratisasi ekonomi.
Sebab, pinjaman online (pinjol) itu hadir salah satunya untuk memfasilitasi pengguna yang belum bisa mengakses pinjaman perbankan.
Namun demikian, maraknya pinjol ilegal menuntut masyarakat lebih waspada. Karenanya, Munawar mengatakan sebelum mengakses pinjaman, pengguna harus memastikan bahwa meminjam di perusahaan yang terdaftar atau berizin di OJK. Pinjaman juga sebaiknya diukur sesuai kebutuhan produktif dan maksimal 30 persen dari penghasilan.
“Agar tidak memberatkan. Pertimbangan tanggungan atau cicilan lain juga yang harus dibayar,” kata Munawar, dikutip dari Tempo.
Untuk menghindari denda, peminjam sebaiknya membayar cicilan tepat waktu. Munawar juga mengingatkan agar peminjam tidak melakukan gali lubang, tutup lubang menggunakan pinjol. “Jangan membayar utang dengan pinjaman baru untuk menghindari terlilit utang. Jadikan membayar cicilan sebagai prioritas utama setelah menerima gaji,” kata dia.
Hal yang tidak kalah penting sebelum mengambil pinjaman, kata Munawar, yakni mengetahui bunga dan denda yang dibebankan.
Selain itu, peminjam juga mesti memahami kontrak perjanjian yang ditawarkan sebelum memutuskan mengambil pinjaman. Jika mendapati masalah, Munawir mengatakan OJK membuka layanan pengaduan konsumen melalui kontak OJK 157 atau [email protected]
Selanjutnya, Ketua Bidang Edukasi, Literasi, dan Riset Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar, juga mengatakan pihaknya membuka layanan pengaduan di laman resmi AFPI. Konsumen juga dapat melayangkan aduan dengan mengirimkan pesan dan bukti melalui email, panggilan telepon, hingga mengunjungi kantor AFPI.
Pengaduan tersebut, kata Entjik, akan masuk Zendesk AFPI untuk kemudian ditangani oleh Light Agent dari Platform. Jika pengadu tidak puas dengan bentuk penyelesaian dari platform atau tidak menanggapi penyelesaian dari platform, maka aduan dapat diangkat ke komite etik.
“Sekretariat memilah dan menganalisa kasus yang eligible diangkat ke komite etik,” kata Entjik. Selanjutnya, koite etik akan memeriksa dan memutus atas dugaan pelanggaran Pedoman Perilaku AFPI
Itulah ulasan berita fintech Indonesia yang membahas seputar pinjol ilegal. Semoga informasi ini bermanfaat.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech Syariah Makin Eksis, Kini Dipandang Dunia
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com.
Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada