JAKARTA, duniafintech.com – Para traveler dari Indonesia saat ini mulai malas untuk melancong. Penyebabnya adalah biaya karantina yang dianggap terlalu tinggi ketimbang biaya yang dikeluarkan untuk liburan.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menambah masa karantina bagi WNA dan WNI usai melakukan perjalanan dari luar negeri menjadi 10 hari. Keputusan ini diambil sejalan dengan merebaknya varian virus Corona yang baru, yaitu Omicron.
Pada awal bulan ini, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut bahwa keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan semakin banyaknya negara yang mendeteksi varian Omicron. Adapun perpanjangan masa karantina ini berlaku sejak 3 Desember.
“Tentunya kebijakan yang diambil ini akan terus dievaluasi secara berkala sambil kami terus memahami dan mendalami informasi tentang varian baru ini,” ucapnya pada 2 Desember lalu, dikutip dari Detikcom.
Adapun pemerintah juga sebelumnya telah memberlakukan kebijakan karantina WNA-WNI dari luar negeri selama 7 hari. Aturan masa karantina WNA-WNI dari luar negeri yang sebelumnya selama 7 hari itu adalah:
- Pelarangan masuk untuk WNA yang memiliki riwayat perjalanan selama 14 hari terakhir ke negara-negara berikut:
- Afrika Selatan
- Botswana
- Namibia
- Zimbabwe
- Lesotho
- Mozambique
- Eswatini
- Malawi
- Angola
- Zambia
- Hong Kong
- Bagi WNI yang pulang ke Indonesia dan memiliki riwayat perjalanan dari negara-negara pada poin di atas maka akan dikarantina selama 14 hari.
Selanjutnya, beberapa hotel untuk karantina bagi WNI dari luar negeri di luar perjalanan dinas dapat dilakukan di daftar hotel sebagai berikut ini:
Jakarta Pusat
- Yello Harmoni Jakarta: Mulai dari Rp2.900.000 per orang
- Aston Kamaroan City Hotel: Rp3.288.000 per orang
- Sari Pacific Jakarta: Rp3.500.000 per orang
Jakarta Utara
- All Sedayu Rp4.200.000 per orang
- 101 Urban Jakarta Kelapa Gading Rp5.800.000 per orang
- EL Hotel Royale Jakarta Kelapa Gading Rp7.860.000
Jakarta Barat
- Royal Palm Hotel & Conference Center Rp3.000.000 per orang
- Hotel Santika Premiere Slipi Rp3.350.000
Jakarta Selatan
- JS Luwansa Hotel Jakarta Rp8.708.000 per orang
- The Mayflower-Marriott Executive Apartment Rp13.800.000
Tangerang
- Sahid Mutiara Karawaci Rp4.500.000 per orang
Cikarang
- Nuanza Hotel & Convention Cikarang Rp3.900.000 per orang
Bekasi
- Sahid Jaya Lippo Cikarang Rp9.250.000 per orang
Tangerang Selatan
- Sahid Serpong Rp3.500.000
- Mercure Serpong Alam Sutera Rp6.060.000 per orang
Penting diketahui bahwa daftar harga di atas adalah untuk harga paket per orang. Masing-masing hotel juga telah menyediakan makan, mulai dari sarapan hingga makan malam. Kemudian, fasilitas laundry dan PCR sebanyak dua kali. Hotel-hotel di atas juga menyediakan harga untuk paket beberapa orang.
Bukan itu saja, harga tersebut juga bukan untuk satu malam sebab masing-masing hotel ketentuannya ada yang untuk 2 hingga 7 malam. Anda pun dapat mengecek hotel lainnya di sejumlah kota lewat situs https://quarantinehotelsjakarta.com/. Pemesanan pun dapat langsung dilakukan di situs itu.
BNPB Dicecar DPR Gegara Karantina 10 Hari Rp24 Juta
BNPB dicecar oleh Komisi VIII DPR RI karena masa karantina 10 hari bagi WNI dari luar negeri yang disebut menelan biaya Rp24 juta.
“Pertama, harus ada penjelasan secara saintifik kepada masyarakat terkait dengan perubahan kebijakan krantina yang berubah-berubah. Tadi disebutkan awalnya 7 hari, sekarang jadi 10 hari, pernah 3 hari, pernah 5 hari,” ucap Wakil Ketua Komisi VIII, Ace Hasan Syadzily dalam rapat dengar pendapat dengan BNPB, di Kompleks Parlemen, Senin (13/12).
Ace pun mendesak BNPB untuk memberikan penjelasan terkait karantina 10 hari di hotel memakan biaya cukup mahal. Pasalnya, ia menilai karantina ini berdampak besar kepada masyarakat.
“Tapi yang menjadi masalah juga kadang-kadang, jangan sampai ada tuduhan masyarakat bahwa ini bisnisnya BNPB bekerja sama dengan pemilik hotel, jangan sampai begitu, Pak. Ini yang harus ditepis. Banyak yang WA ke saya, ini misalnya 10 hari Rp24 juta, kan lumayan, Pak, Rp24 juta. Rp24 juta, Pak, 10 hari paket karantina di hotel,” sebutnya.
Menurut informasi ia terima, hotel-hotel di Jakarta dan sekitarnya sekarang sudah penuh dipakai untuk karantina.
“Akhirnya, ada beberapa kolega-kolega saya yang WA ke saya, terus terang saya buka, ‘Pak Ace gimana ini hotel-hotel pada penuh, kalau ada hotel saya siap untuk dikarantina, tapi kalau enggak ada kan jadi repot, karantina mandiri gimana caranya’,” ulasanya.
Ace menilai, tidak ada masalah terkait karantina 10 hari kalau memang ada penjelasan yang transparan dan terbuka sehingga tidak menimbulkan masalah di masyarakat. Oleh sebab itu, ia memandang bahwa semua pihak perlu tahu, termasuk soal umroh.
“Kami juga diprotes oleh asosiasi umroh, ‘Ngapain sih Pak bikin karantina, karantinanya harus di hotel atau di asrama haji,’ It’s okay, sih, di asrama haji gitu ya. Tapi kalau di hotel kan, kalau biaya karantina Rp24 juta 10 hari, itu sama dengan biaya umroh,” ungkapnya.
Menurut Kepala BNPB, Suharyanto, keputusan karantina ini bukan berada di tangannya.
“Kenapa berubah-ubah? Nah, sekarang diputuskan memang 10 hari ini. Ini bukan keputusan Kepala BNPB Pak walaupun kami Kasatgas,” katanya.
Adapun keputusan masa karantina ini, imbuhnya, berada di tangan menteri. Ia pun berjanji akan menyampaikan masukan itu kepada pejabat atas.
“Jadi ini kami akan angkat ke pimpinan atas karena penentuan 10 hari ini berdasarkan keputusan dari para menteri, kami Kastagas hanya menjalankan saja,” paparnya.
“Tapi saran dari Komisi VIII kami akan kami bawa tingkat ke atas terkesan masyarakat akan lebih berat,” paparnya.
Harusnya Bisa Karantina di Rumah
Masa karantina 10 hari bagi WNI dari luar negeri yang disebut memakan banyak biaya ikut ditanggapi oleh Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman. Menurutnya, karantina tidak mesti di hotel, tetapi juga bisa dilakukan di rumah.
“Bicara karantina kan nggak mesti di hotel sebetulnya dan tidak mesti pejabat yang di rumah itu. Masyarakat pun kalau bisa memastikan,” katanya.
Ia menerangkan, karantina di rumah semestinya dapat dilakukan jika masyarakat mampu menunjukkan beberapa hal, antara lain, lokasi rumah sampai keluarga dan petugas yang akan bertanggung jawab dan memantau.
“Menunjukkan bahwa, pertama, lokasi dia di rumahnya itu karantina mandiri layak dan dia juga ada yang mengawasi, apa itu keluarga terdekat yang menjadi penanggung jawab termasuk nanti ada dokter atau petugas Puskesmas setempat yang memantau, dan dia nanti ada keterangan selesai karantina dari petugas Puskesmas yang berwenang, itu yang akan mengurangi masalah seperti ini,” jelasnya.
Sementara itu, sambungnya, karantina di hotel menjadi pilihan bagi warga yang memiliki kelebihan. Akan tetapi, untuk warga yang kurang mampu, pemerintah pun perlu memberikan fasilitas.
“Kalau di hotel itu kan memang untuk yang punya referensi hotel tidak mau ke rumah atau gimana, tapi kalau yang nggak mampu itu harus difasilitasi pemerintah, bukan bayar sendiri, dalam artian semua sendiri, karena tidak semua yang dari luar negeri ini mampu punya uang banyak, misalnya TKI atau TKW uangnya habis buat itu, kan sayang,” urainya.
Di sisi lain, untuk durasi 10 hari karantina, ia menganggap tidak ada masalah dalam hal tersebut karena karantina dinilai menjadi hal penting dan perlu dilakukan.
“Ini yang menurut saya harus diperbaiki dan diluruskan. Bicara karantina penting, jelas tidak ada keraguan dalam kaitan mitigasi, terutama untuk Omicron. Saya selalu sampaikan, minimal 7 hari karena hari ke-5 dan ke-6 itu harus ada tes PCR yang menunjukkan negatif dengan gejala yang negatif,” sebutnya.
“Selain dari durasi, juga dari sisi bagaimana standar kualifikasi dari tempat dia karantinanya, misal sikulasinya, dia terpisah, dia mendapatkan juga pemantauan harian yang memadai, kemudian evaluasi monitoring.”
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra