31.7 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Bukan Salah Indra Kenz Semata, Pemerintah Belum Lakukan Edukasi yang Masif tentang Literasi Keuangan

JAKARTA – Kasus kerugian korban binary option masih ramai diperbincangkan belakangan ini. Namun, tampaknya, kesalahan bukan karena influencer dan afiliator semata, seperti Indra Kenz. Penyebab lainnya adalah literasi masyarakat yang rendah dan mudah teriming-imingi dan bukan hanya dari influencer atau afiliator seperti Indra Kenz.

Menurut pengamat, hal ini terjadi atau merupakan dampak karena pemerintah masih kurang dalam melakukan edukasi tentang literasi keuangan.

Peneliti dari Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ajisatria Suleiman mengatakan,  pemerintah perlu melakukan edukasi yang lebih masif kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur keuntungan dengan cara cepat.

Karena, model investasi yang ditawarkan oleh binary options dan semacamnya ini memiliki tingkat volatilitas yang tinggi, yang mana dapat menghadirkan keuntungan yang besar dengan risiko yang sama besarnya atau high gain high risk.

“Yang dibutuhkan ke depan adalah pengetahuan masyarakat terkait cara kerja produk-produk investasi, dan agar tidak mudah tergiur keuntungan cepat. Literasi dibutuhkan sejak dini, sejak dari sekolah. Oleh karena itu, agar optimal perlu kerja sama lebih erat antara regulator, industri, dan instansi pendidikan,” katanya, Jumat (11 Februari 2022).

Ajisatria pun menggarisbawahi bahwa edukasi atau peningkatan literasi keuangan masyarakat ini nantinya juga harus dapat mencakup pemahaman akan risiko investasi, revenue generation, dan legalitas.

“Literasi termasuk pemahaman produk mencakup risiko, revenue generation dan legalitas,” ujarnya.

Banyaknya nasabah yang merasa tertipu dari kasus binary options ini disebabkan oleh kurangnya literasi digital dan literasi keuangan masyarakat. Kemudian, masyarakat juga tergiur keuntungan yang besar dengan cara yang relatif instan tanpa mempertimbangan risikonya. Hanya dengan menebak naik atau turunnya sebuah aset.

“Ada dua sisi kenapa masyarakat kita mencoba-coba jenis investasi yang tidak sedikit ternyata ilegal. Sisi pertama dari sisi masyarakatnya yang ingin mendapatkan keuntungan secara kilat namun tidak memiliki literasi digital dan keuangan yang kuat,” katanya.

Dia menjelaskan, masyarakat yang memiliki literasi keuangan dan digital yang rendah ini menjadi sasaran empuk dari penjaja investasi bodong. Tercatat, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini baru sebesar 38,03% dan indeks literasi digital Indonesia berada di level 3,49 pada 2021.

“Literasi digital kita terhitung masih buruk yang dapat dilihat dari semakin maraknya kasus pencurian data digital hingga penipuan online. Literasi keuangan juga masih sangat rendah,” ujarnya.

Reporter : Nanda Aria

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU