JAKARTA – Bank Indonesia (BI) optimistis bahwa pembentukan lembaga pengelola pasar uang dan pasar valuta asing (puva) Central Counterparty (CCP) akan membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di masa mendatang.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa salah satu komponen utama dalam pembentukan CCP adalah sentralisasi perdagangan instrumen Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), yang sebelumnya dilakukan secara terdesentralisasi melalui Over-The-Counter (OTC).
Manfaat Central Counterparty
Menurut Perry, langkah ini akan membuat transaksi DNDF menjadi lebih efisien dengan mengurangi risiko kredit dan volatilitas, sehingga dapat meningkatkan likuiditas serta kedalaman pasar valuta asing.
“Kami fokus mengembangkan repo [repurchase agreement] dan DNDF terlebih dahulu untuk membantu stabilisasi nilai tukar rupiah,” ujar Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, kemarin.
Perry menambahkan bahwa keberadaan CCP akan memperkuat pasar uang dan pasar valas melalui peningkatan volume transaksi di pasar repo, penurunan risiko kredit, dan perbaikan mekanisme pembentukan harga atau suku bunga.
CCP juga berperan dalam mengumpulkan agunan berupa Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di pasar repo. Perry menjelaskan bahwa agunan-agunan ini akan dikumpulkan dalam satu pusat (pool) di CCP, sehingga bank tidak perlu menjual SBN atau SRBI dengan harga lebih rendah atau melakukan repo dengan bunga yang tinggi.
“Dengan SBN sebagai agunan dalam transaksi repo, bank yang memerlukan likuiditas tidak perlu menjual SBN, tetapi dapat melakukan repo dengan suku bunga yang lebih rendah,” jelas Perry.
Central Counterparty Siap Meluncur
Peluncuran CCP dijadwalkan pada 30 September mendatang bersama otoritas keuangan lainnya, yaitu OJK, LPS, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN, serta delapan bank yang menjadi pemegang saham, yaitu Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata.
Perry menyebutkan bahwa kedelapan bank tersebut telah menyuntikkan modal sebesar Rp20 miliar masing-masing, sehingga total kontribusi modal dari kedelapan bank mencapai Rp120 miliar. Sementara itu, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), yang berperan sebagai operator CCP, menyumbangkan dana Rp200 miliar, dan BI berinvestasi sebesar Rp40 triliun.
“Di kuartal pertama, bersama KPEI dan delapan bank besar tersebut, kami sepakat untuk mendirikan CCP, yang infrastrukturnya sudah disiapkan oleh KPEI,” ungkap Perry.
Secara garis besar, CCP bertindak sebagai perantara dalam transaksi keuangan, menjadi pembeli bagi penjual dan penjual bagi pembeli, sehingga memperkuat stabilitas pasar.