JAKARTA – Investor tengah borong obligasi dan SRBI. Rupiah kembali menguat mendekati penguatan 2 persen.
Seiring dimulainya siklus penurunan suku bunga global, reli harga surat utang negara semakin melaju.
Dalam perdagangan intraday, Rupiah sempat menyentuh level terkuat di Rp15.080/US$.
Ini mencerminkan penguatan mingguan 2,1% sebelum akhirnya memperkecil kenaikan menjadi sebesar 1,62% week-to-date di Rp15.150/US$ jelang berakhirnya perdagangan pekan ini.
Level penutupan Rupiah itu menjadi yang terkuat sejak 1 Agustus 2023 lalu.
Penyebab Rupiah menguat adalah arus beli yang masif di pasar surat berharga negara (SBN).
Sementara yield atau tingkat imbal hasil SBN berdenominasi rupiah, INDOGB, di semua tenor tampak kompak turun hingga double digit.
Ramai diberitakan pada Senin (23/9/2024), INDOGB-2Y yang paling sensitif dengan bunga acuan, terpapas hingga 17,6 bps imbal hasilnya ke 6,06%.
Kemudian tenor acuan 10Y turun 12,3 bps ke 6,39%, level terendah setahun terakhir.
Disusul oleh tenor 3Y dan 5Y masing-masing turun imbal hasilnya 9,6 bps dan 8,1 bps.
Borong Obligasi dan SRBI, Rupiah Akan Bertahan?
Strategist di Credit Agricole CIB Jeffrey Zhang mengatakan, pasar mungkin akan berlanjut menyukai rupiah, akan tetapi mungkin akan lebih berhati-hati ketika level psikologis Rp15.000/US$ tertembus.
Menurutnya, jika hal itu terjadi, maka pemodal bukan hanya beramai-ramai menyerbu surat utang negara.
Hal itu disebabkan, instrumen moneter tenor pendek, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga jadi buruan di pasar perdana.
Lelang SRBI Naik
Dampak dari pemangkasan suku bunga acuan memberikan dampak yang luas terutama bagi lelang rutin SRBI.
Berdasarkan catatan, SRBI tercatat membukukan incoming bids sebesar Rp46,04 triliun.
Angkanya mengalami kenaikan sebesar 36% dibanding lelang pekan lalu.
Berkaca pada lelang sebelumnya, SRBI-12M diminta di 7,08-7,20%, dalam lelang permintaan rate makin rendah di 6,70-7,13%.
Tenor Terpanjang
Bunga diskonto berhasil dimenangkan oleh Bank Indonesia.
Hal ini menunjukkan diskonto SRBI tenor terpanjang di level 6,84% menjadi tingkat bunga terendah sejak awal Maret lalu.
Memberi Energi Penguatan Harga
Kebijakan yang dikeluarkan The Fed diperkirakan akan disusul dengan keputusan baru.
Keputusan itu bisa saja berupa pemangkasan bunga acuan di sisa tahun ini hingga Fed fund rate ada di level 4,25% di akhir 2024.
Bahkan, kebijakan itu akan berlangsung diperkirakan masih akan hingga 2025.
Pemangkasan lanjutan hingga level suku bunga kebijakan AS diperkirakan ada di 3% akhir tahun depan.
Pengaruhi Tren Bunga Acuan Global
Outlook itu mempengaruhi tren bunga acuan global tak terkecuali Indonesia.
Setelah melakukan pemangkasan bunga acuan, kedepan BI diprediksi akan kembali memangkas bunga acuan pada Oktober mendatang.
Terutama bila capital inflows sudah masuk senilai US$10,1 miliar selama kuartal ini.
Peluang pemangkasannya akan berlanjut semakin besar.
Dorong Penurunan Biaya Dana
Menurut prediksi Bahana Sekuritas, penguatan rupiah akan langgeng di bawah Rp15.000/US$.
Dengan demikian, surat utang dan harga aset akan memberikan pengaruh yang lebih berisiko kepada saham.
Untuk diketahui, tingkat bunga acuan lebih rendah juga akan mendorong penurunan biaya dana.
Termasuk penurunan bunga kredit perbankan yang bisa mengurangi beban cicilan konsumen.
BI Lebih Seimbangkan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia (BI) tampaknya lebih fokus untuk menyeimbangkan kebijakan moneter.
Selama ini kebijakan moneter lebih condong untuk menjaga stabilitas moneter.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pengumuman kebijakan bunga acuan baru-baru ini, menyatakan, kebijakan lebih pro stabilitas rupiah.
“Sekarang sudah seimbang antara stabilitas dan pertumbuhan [ekonomi],” pungkasnya.