JAKARTA, duniafintech.com – Riset yang dilakukan oleh IDC InfoBrief yang didukung oleh 2C2P, memperkirakan bahwa akan ada tambahan 250 juta pengguna e-wallet baru di Asia Tenggara pada 2025. Di mana 130 juta di antaranya masuk ke pasar Indonesia.
Tak hanya itu, dari sisi pembayaran Buy Now Pay Later (BNPL) pun tidak kalah populer. Indonesia, disebut akan menjadi pasar terbesar untuk BNPL se-Asia Tenggara pada 2025, dengan total belanja masyarakat menggunakan BNPL di e-commerce akan meningkat 8,7 kali lipat dibandingkan 2020.
Country Head 2C2P di Indonesia Adi Nugroho mengatakan, pertumbuhan digital payment yang besar di kawasan Asia Tenggara ini berlangsung seiring dengan meningkatnya popularitas e-commerce yang terus tumbuh.
Namun, menurutnya masih banyak pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang belum memanfaatkan kecanggihan teknologi finansial ini. Karena itu, agar dapat bersaing dan melebarkan pasar, adopsi pembayaran digital ini harus diakselerasi.
“Evolusi metode pembayaran digital harus cepat dikejar oleh pelaku ritel guna mengakselerasi jangkauan bisnisnya,” katanya dalam keterangannya, Rabu (23/2).
Dia menjelaskan, hadirnya opsi baru seperti e-wallet dan BNPL memberikan akses kepada masyarakat yang sebelumnya belum tersentuh layanan keuangan konvensional.
Karenanya, jutaan pengguna baru ini menurutnya adalah segmen baru yang perlu diakomodasi oleh para pelaku bisnis lokal.
Melongok survei yang dilakukan International Data Corporation (IDC) di 2021, ditemukan bahwa adopsi digital payment terkini akan mampu tingkatkan penjualan merchant sebesar rata-rata 10%.
Pemain industri besar di negara-negara Asia Tenggara pun dengan cepat beradaptasi dan mengejar perkembangan metode pembayaran alternatif. Di Malaysia, misalnya transformasi yang dilakukan salah satu klien 2C2P yang bergerak di industri penerbangan menjadi contoh yang menarik untuk dilihat.
Kehadiran payment gateway yang aman dan terkoneksi menyeluruh mampu memperluas jangkauan perusahaan ke para pengguna metode pembayaran alternatif.
“Jumlah pelanggan yang menggunakan pembayaran digital alternatif meningkat dari 10% ke hampir 30% terhadap total penjualan selama 2019,” terang Adi.
Bahkan, di negara lain seperti Thailand, kemunculan berbagai metode digital payment baru pun telah dikejar oleh pemain industri besar.
Salah satunya oleh pelaku industri pos, Thailand Post yang pada 2018 mampu meningkatkan daya saingnya dan memperluas market share dengan mengintegrasikan layanan e-wallet dan digital payment lainnya ke dalam layanan.
Belajar dari berbagai pengalaman partner 2C2P di berbagai negara, Adi merekomendasikan sejumlah langkah bagi pelaku ritel ketika memutuskan untuk mengadopsi digital payment seperti e-wallet dan BNPL.
Pertama, mengadopsi sistem yang dapat mendukung beragam metode pembayaran dan dapat dikustomisasi serta mendukung pembayaran domestik dan internasional di berbagai negara
Kedua, mengkonsolidasikan pembayaran offline dan online (omnichannel) dalam satu platform untuk optimalisasi operasional perusahaan. Ketiga, memastikan skalabilitas sistem pembayaran yang digunakan, sehingga mudah menyesuaikan dengan perubahan yang ada di sisi operasional
“Keempat, memilih partner penyedia sistem pembayaran dengan rekam jejak tinggi dari sisi keamanan data,” ucapnya.
Meski begitu, sambungnya, pemain ritel juga perlu mempertimbangkan lanskap pembayaran yang heterogen di Asia Tenggara. Sebab, setiap negara memiliki keunikannya masing-masing, dengan tingkat penetrasi internet, tingkat akses keuangan, regulasi dan preferensi pengguna yang berbeda-beda.
“Jika hal ini dapat disikapi dengan baik, adopsi pembayaran digital akan berdampak signifikan terhadap kinerja perusahaan,” tutur Adi.
Sebagai informasi, 2C2P adalah penyedia payment gateway yang memiliki rekam jejak terpercaya di Asia Tenggara. Sejak 2003, 2C2P telah membantu berbagai pelaku ritel global seperti IKEA, Lazada, Thai Airways, untuk menerima dan melakukan pembayaran secara aman dan terintegrasi.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra