JAKARTA, 8 Desember 2024 – Ekonomi lesu, daya beli masyarakat Indonesia, terutama di kalangan kelas menengah ke bawah, semakin menurun. Hal ini menjadi perhatian utama, dan pemerintah diharapkan segera merumuskan kebijakan yang efektif untuk mencegah penurunan lebih lanjut.
Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, dalam acara BIRAMA (Bank Indonesia Bersama Masyarakat) yang digelar di Gedung Bank Indonesia, Jakarta pada beberapa waktu lalu, kelompok kelas menengah bawah kini menghadapi tantangan ekonomi yang lebih besar, dan daya beli mereka semakin tertekan.
Andry mengungkapkan bahwa pembagian kelompok masyarakat berdasarkan daya beli sangat penting untuk memahami permasalahan secara lebih mendalam. Ketika kelompok kelas menengah atas dan bawah digabungkan, masalah daya beli tidak terlihat, karena kelas menengah atas mengalami peningkatan signifikan. Namun, situasinya sangat berbeda di kelas menengah bawah yang semakin terhimpit oleh berbagai faktor eksternal.
Ekonomi Lesu, Pengaruh Global dan Fluktuasi Nilai Tukar?
Salah satu faktor yang mempengaruhi daya beli kelas menengah adalah kondisi ekonomi global, seperti fluktuasi nilai tukar. Sepanjang tahun 2024, rupiah mengalami pergerakan yang signifikan, dengan periode melemah maupun menguat, yang turut menambah beban ekonomi masyarakat. Selain itu, harga barang-barang pokok, seperti beras, juga mengalami lonjakan yang membuat beban pengeluaran semakin berat, khususnya bagi kalangan kelas menengah.
“Biaya hidup yang semakin tinggi, termasuk lonjakan harga barang pokok, akan semakin menekan keuangan masyarakat kelas menengah bawah,” kata Andry.
Hal ini berkontribusi pada penurunan daya beli, karena sebagian besar pendapatan masyarakat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Penurunan Tabungan Masyarakat
Badan Indonesia (BI) merilis hasil survei konsumen yang menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami penurunan pada Oktober 2024, mencapai 121,1, yang merupakan angka terendah sejak Desember 2022.
Penurunan ini mencerminkan tekanan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, dengan banyak di antaranya terpaksa mengurangi tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pada Oktober 2024, proporsi tabungan masyarakat berada pada angka 15%, turun sedikit dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, yaitu 15,3% pada September dan 15,7% pada Agustus 2024. Angka ini bahkan merupakan yang terendah sejak Desember 2021, ketika pandemi Covid-19 pertama kali melanda Indonesia. Dalam kondisi yang sulit ini, banyak masyarakat yang terpaksa menggerogoti tabungannya untuk bertahan hidup, mengingat rendahnya pendapatan yang diperoleh akibat efisiensi yang dilakukan banyak perusahaan, termasuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Konsumsi untuk Kebutuhan Sehari-hari
Data dari Mandiri Institute yang dirilis melalui Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa porsi terbesar belanja masyarakat masih digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makanan dan minuman, yang menyumbang 23,6% dari total pengeluaran. Selain itu, belanja untuk sektor lain seperti restoran, fesyen, olahraga, hobi, dan hiburan juga mengalami peningkatan.
Yang menarik, pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari di kalangan kelompok masyarakat berpendapatan lebih rendah (lower class) meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan awal 2023. Sementara itu, kelompok kelas menengah (middle class) meningkat dua kali lipat, dan kelas atas (upper class) mengalami peningkatan sebesar 1,7 kali lipat.
Angka ini mencerminkan bagaimana prioritas pengeluaran masyarakat kini lebih banyak diarahkan pada konsumsi pokok, meskipun di sisi lain, pengeluaran untuk sektor non-pokok juga turut mengalami kenaikan.
Kenaikan Pengeluaran untuk Supermarket dan Restoran
Selain itu, pengeluaran masyarakat untuk supermarket dan restoran juga terus meningkat sejak awal tahun 2023. Berdasarkan data yang ada, proporsi total belanja untuk supermarket dan restoran naik dari 31,1% pada Januari 2023 menjadi 42,7% pada November 2024.
Kenaikan ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin banyak menghabiskan uangnya untuk kebutuhan konsumsi makanan dan minuman, yang menjadi prioritas utama di tengah tekanan ekonomi.
Penurunan daya beli, terutama di kalangan kelas menengah bawah, merupakan masalah yang membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. Dengan meningkatnya harga barang pokok dan tingginya biaya hidup, banyak masyarakat yang kini mengandalkan tabungannya untuk bertahan hidup.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk segera merespons dengan kebijakan yang dapat meringankan beban masyarakat, serta menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih baik. Mengingat besarnya dampak fluktuasi nilai tukar dan harga barang, respons kebijakan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan untuk memastikan daya beli masyarakat tidak semakin melemah.