30.7 C
Jakarta
Jumat, 27 September, 2024

Fenomena Makan Tabungan Meningkat 4,9%, Pertanda Daya Beli Masyarakat Tertekan?

JAKARTA, 27 September 2024 – Fenomena makan tabungan, fakta terbaru yang diungkapkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terkait jumlah rekening masyarakat Indonesia dengan saldo di bawah Rp100 juta mencapai 580,01 juta rekening, cukup mencengangkan.

Jumlahnya setara 98,8% dari total 586,95 juta rekening yang tercatat hingga Juli 2024.

Mirisnya, rata-rata tabungan masyarakat di kelompok itu terus turun,

Fakta tersebut menunjukkan, adanya fenomena makan tabungan di tengah daya beli masyarakat semakin tertekan.

Saldo Dibawah 100 Juta Bertambah

Berdasarkan data LPS, terungkap jumlah rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta itu bertambah 4,9% secara tahun berjalan (year to date/YtD) atau 11,8% secara tahunan (year on year/YoY).

Pertumbuhannya menjadi yang tertinggi dibandingkan kelompok-kelompok simpanan lain.

Total simpanan di kelompok rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta tercatat sebanyak Rp1.057,79 triliun. Nilai simpanan itu hanya naik 0,4% (YtD) atau 4,9% (YoY).

Saldo Diatas 5 Miliar Turut Bertambah

Fakta lain yang diungkapkan LPS yakni, jumlah rekening masyarakat dengan saldo di atas Rp5 miliar tercatat sebanyak 142.324 rekening per Juli 2024 juga mengalami pertumbuhan sebesar 3,6% (YtD) atau 8,6% (YoY).

Dari sisi jumlah simpanan, pertumbuhannya lebih moncer lagi, total saldo kelompok itu mencapai Rp4.671,31 triliun, tumbuh 3% (YtD) atau 10,4% (YoY).

Kelompok Rekening Lapis Bawah Tumbuh Melambat

Berdasarkan fakta yang telah diungkapkan LPS tersebut, secara gamblang dapat dipahami, jumlah saldo di kelompok rekening lapis terbawah tumbuh lebih lambat.

Jika dibandingkan dengan penambahan jumlah rekeningnya, pertumbuhan kelompok rekening ini tak menunjukkan harapan besar.

Sementara dari segi kelompok jumlah rekening maupun jumlah saldo orang-orang super kaya tercatat sama-sama tumbuh pesat.

Fenomena Makan Tabungan

Data yang diungkapkan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) atau BCA dalam beberapa bulan terakhir terungkap, adanya fenomena ‘makan tabungan’ oleh nasabah.

Data tersebut sejalan dengan keterangan yang disampaikan LPS.

Dengan demikian, fakta tersebut menunjukkan adanya penurunan rerata saldo tabungan masyarakat Indonesia.

Nasabah Menengah ke Bawah Paling Terdampak

Menurut Direktur BCA Santoso, masyarakat yang paling terdampak pada segmen ini adalah nasabah nasabah menengah ke bawah.

Santoso menilai, pertumbuhan di kelompok masyarakat menengah ke bawah jumlahnya balance dan relatif tidak mengalami pertumbuhan secara signifikan.

Bahkan pada enam bulan terakhir, segmen-segmen tertentu adalah average-nya cenderung lebih rendah.

Nasabah Bertahan Hidup

Berdasarkan pengamatan, pihaknya menemukan banyak nasabah yang berada dalam survival mode atau sedang bertahan hidup.

Pemicunya kata Santoso, disebabkan karena kondisi ekonomi yang lemah.

Sehingga terjadi penurunan lapangan kerja yang berimplikasi pada penurunan daya beli.

Kelompok ini sambung Santoso, disebabkan karena sejumlah faktor.

Diantaranya karena terkena PHK [pemutusan hubungan kerja].

“Atau mungkin bisnisnya lagi sepi. Jadi, memang itu adalah realita,” ujar Santoso.

Perlambatan pertumbuhan tambah Santoso, turut terjadi di segmen nasabah menengah ke atas.

Sebagian nasabah di segmen itu memang merupakan pebisnis, tetapi karena kinerja bisnis melambat, nilai simpanan mereka pun turut terdampak.

Deflasi Turut Jadi Penyebab 

Deflasi yang terjadi selama dalam kurun waktu empat bulan secara beruntun turut menghambat perkembangan sektor ini,

Kondisi itu kata Santoso, dinilai cukup memengaruhi penurunan jumlah masyarakat kelas menengah,

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal melihat bahwa deflasi yang terjadi ini merupakan fenomena yang tidak biasa di perekonomian Indonesia.

Untuk itu kata Faisal, diperlukan usaha untuk menelisiknya.

Fenomena Makan Tabungan Jadi Pertanyaan

Fenomena makan tabungan ini terjadi di tengah kondisi ekonomi masyarakat tengah tak menentu.

Faisal memberikan contoh, seandainya masyarakat melakukan aksi hemat alias menahan belanja untuk kebutuhan sekunder maupun tersier, seharusnya terjadi peningkatan dana pihak ketiga.

Kenyataannya, dana pihak ketiga di perbankan menunjukkan pertumbuhan yang melambat pada Mei 2024.

Untuk itu, Faisal menilai, pemerintah perlu melakukan kajian dan mewanti-wanti pelemahan daya beli masyarakat.

Pemerintah Diminta Kaji Ulang Rencana Menaikkan Tarif PPN

Menanggapi hal itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah mengkaji ulang pemberlakuan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%.

Kenaikan PPN 12% yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025 itu sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021.

Permohonan itu secara tegas disampaikan analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani melihat fenomena penurunan daya beli masyarakat yang tertekan.

Meski demikian, Ajib meyakini pemerintah tetap bisa menunda pelaksanaan kenaikan tarif PPN tersebut.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU