29.4 C
Jakarta
Minggu, 12 Oktober, 2025

Harga Bitcoin Anjlok Imbas Ancaman Tarif Baru AS ke China: Kesempatan atau Ancaman?

Harga Bitcoin mengalami tekanan tajam setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana kenaikan tarif besar terhadap produk China. Pengumuman ini memicu gelombang risiko global yang memukul pasar ekuitas, komoditas, dan aset kripto. Bitcoin sempat merosot hingga USD105.000 dalam satu jam, sebelum kembali di atas USD111.000.

Penurunan ini bersamaan dengan ancaman baru dari Gedung Putih, di mana Trump menyatakan Amerika Serikat akan menaikkan tarif impor dari China menjadi 100% serta memberlakukan pembatasan ekspor pada perangkat lunak penting. China merespons dengan mengenakan biaya baru untuk kapal terkait AS mulai 14 Oktober, meniru langkah AS, yang berpotensi mengganggu rantai pasok dan jalur pengiriman global.

Data dari CoinGlass menunjukkan dalam waktu kurang dari satu jam, lebih dari USD8 miliar posisi long terlikuidasi, termasuk Bitcoin senilai USD1,83 miliar dan Ethereum USD1,68 miliar. Selama 24 jam terakhir, total posisi yang dilikuidasi mencapai lebih dari USD9 miliar dan melibatkan sekitar 1,4 juta investor, dengan transaksi terbesar mencapai USD87,53 juta di pasangan BTC/USDT.

Kapitalisasi pasar kripto menyusut sekitar 13% menjadi USD3,78 triliun, dengan volume perdagangan 24 jam mencapai USD333,8 miliar, tertinggi sejak Agustus.

Vice President INDODAX, Antony Kusuma mengatakan koreksi Bitcoin menunjukkan bagaimana aset digital bereaksi terhadap ketegangan geopolitik dan sentimen risiko global. “Bitcoin sering disebut sebagai lindung nilai terhadap ketidakstabilan moneter, tetapi dalam kondisi ekstrem, ia bergerak layaknya aset berisiko tinggi. Pasar global yang terguncang, likuiditas tipis, dan aksi jual berantai pada posisi leverage memicu penurunan cepat yang kemudian diikuti aksi beli algoritmik,” jelas Antony.

Ia menambahkan, situasi ini memperlihatkan pentingnya pemahaman konteks makro bagi investor kripto. “Para investor harus melihat lebih dari sekadar harga saat ini. Koreksi ini bukan pertanda fundamental Bitcoin melemah, melainkan reaksi pasar terhadap eskalasi ketegangan dagang dan risiko makro. Mereka yang mampu menjaga perspektif jangka panjang dapat memanfaatkan momen volatilitas ini untuk membangun posisi strategis,” ujar Antony.

Antony menekankan, meskipun pasar bergejolak, skenario jangka menengah tetap positif bagi Bitcoin. “Jika ketegangan AS-China mereda atau pembicaraan baru muncul, Bitcoin bisa berkonsolidasi di kisaran USD112.000–118.000. Namun jika isu perdagangan terus mendominasi, harga bisa bergerak diantara USD105.000–120.000. Penurunan di bawah USD105.000 membuka peluang bagi pembeli jangka panjang,” paparnya.

Ia menambahkan, volatilitas global juga menjadi momentum bagi investor untuk menegakkan disiplin dan strategi portofolio yang matang. “Pasar yang sehat tidak hanya naik, tetapi mampu bertahan dalam gejolak. Mereka yang memahami mekanisme likuidasi, level support psikologis, dan perilaku pasar global akan menemukan peluang yang tersembunyi saat sebagian pelaku investasi kripto panik,” tutup Antony.

Dengan demikian, meski ancaman tarif AS memicu likuidasi besar-besaran, pasar kripto tetap menunjukkan ketahanan. Di Indonesia, ekosistem perdagangan kripto kini semakin matang, didukung pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diyakini mampu menjaga stabilitas pertumbuhan industri aset digital di tengah ketidakpastian global.

Terakhir, Antony menambahkan, “Fenomena ini juga menjadi pelajaran bagi industri kripto di Indonesia untuk semakin memperkuat edukasi dan perlindungan konsumen. “Platform seperti INDODAX berfokus pada transparansi dan keamanan, memastikan investor memiliki informasi yang seimbang tentang risiko dan peluang,” tutupnya.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU