JAKARTA, duniafintech.com – Harga saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) kian tak berdaya dari ke hari. Pasalnya, nilainya sekarang ini terus saja merosot. Hal itu membuat nasib investor saham BUKA saat ini tengah berada dalam kondisi suram.
Bahkan, apabila kondisi itu terus berlangsung, saham emiten ini bukan tidak mungkin nantinya bisa menjadi “saham gocap”—harga saham terendah, yakni Rp50 per lembarnya.
Melangsir dari Kompas.com, Selasa (25/1), harga saham BUKA kini kian menjauh dari harga saat perdagangan saham perdana atau initial public offering (IPO) di level Rp850 per saham pada 6 Agustus 2021 lalu.
Setelah sempat menjadi fenomena di awal melantai di bursa, saham perusahaan yang didirikan oleh Achmad Zaky tersebut tercatat langsung naik 210 poin atau 24,71 persen ke level Rp1.060 per saham dari sebelumnya pada harga pembukaan di level Rp 850 per saham.
Adapun investor yang memborong saham ini tidak lepas dari euforia pencatatan saham perdana perusahaan ini sebagai e-commerce unicorn pertama di tanah air. Menurut BEI saat itu, Bukalapak menjadi perusahaan ke-28 yang melakukan IPO pada tahun 2021.
Bahkan, sebanyak 96.000 investor antusias mengikuti pelaksanaan IPO Bukalapak ini. Mengutip dari laman informasi perusahaan tercatat Bursa Efek Indonesia (BEI), saham Bukalapak pada hari ini, Selasa (25/1/2022), diperdagangkan di level Rp356 per lembarnya.
Harga saham BUKA ini pun turun jika dibandingkan pada penutupan perdagangan saham BEI Senin kemarin (24/1/2022), yang berada di level Rp360 per lembar. Usai mencapai harga tertingginya, saham Bukalapak kini terus merosot dari hari ke hari.
Tidak jarang pula, saham BUKA kerap kali mentok hingga batas auto reject bawah (ARB). Harga sahamnya terus menjauhi level ketika IPO di harga Rp 850 per lembarnya. Oleh sebab itu, BEI selaku regulator mesti melakukan suspensi alias penghentian sementara perdagangan saham Bukalapak.
Adapun suspensi ini dilakukan BEI dengan alasan, misalnya, pergerakan harga, volume, frekuensi transaksi, dan/atau pola transaksi yang tidak biasa dari saham tertentu.
Di samping dihajar sentimen negatif kiri-kanan di pasar modal, reputasi perusahaan ini pun terus memburuk, misalnya laporan keuangan yang merugi. Perusahaan tersebut juga mulai ditinggal oleh para pendirinya.
Di sisi lain, juga terdapat anggapan bahwa emiten ini kian kalah bersaing ketimbang kompetitor e-commerce terbesar di Indonesia saat ini, yaitu Shopee dan Tokopedia. Kalau ditarik secara historis, saham BUKA bahkan telah terkoreksi sejak perdagangan 22 November 2021 secara berturut-turut alias tanpa terputus
Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama
Editor: Anju Mahendra