JAKARTA, duniafintech.com – Tuntutan hukuman mati saat ini tengah membayangi terdakwa kasus korupsi PT Asabri, Heru Hidayat selaku Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk. Adapun tuntutan ini sebagaimana dinyatakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, terdakwa Heru mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp22,7 triliun, dengan nominal sebesar Rp12,6 triliun diketahui masuk ke kantong pribadi yang bersangkutan. Kasus ini terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri pada beberapa perusahaan periode 2012—2019.
“Terdakwa Heru Hidayat tidak memiliki sedikit pun empati dengan beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah,” katanya lewat keterangan tertulis, Senin (6/12), dikutip oleh Katadata.id.
Diketahui, jaksa menuntut Heru dengan pidana mati lantaran terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan kedua primair Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Bukan itu saja, Heru juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp12,6 triliun, dengan ketentuan apabila tidak membayar paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda terdakwa ini bisa disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
Tuntutan itu sendiri didasari oleh UU Nomor 20 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, undang-undang ini memuat ketentuan pidana yang berbeda dengan undang-undang sebelumnya, yaitu menentukan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi, dan ancaman pidana mati yang merupakan Pemberatan Pidana.
Sebelumnya, Heru pun sudah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), dengan kerugian negara yang mencapai Rp16,8 triliun, dengan sebesar Rp10,7 triliun sudah dinikmati oleh terdakwa Heru.
Dalam pandangan jaksa, skema kejahatan yang dilakukan oleh Heru sebelumnya pada PT Asuransi Jiwasraya sempurna sebagai kejahatan yang complicated dan sophisticated sebab skema itu dilakukan dalam periode waktu yang panjang dan berulang-ulang, yang melibatkan sindikasi yang menggunakan instrumen pasar modal dan asuransi, banyak pihak sebagai nominee dan mengendalikan sejumlah instrumen dalam sistem pasar modal, dan menimbulkan banyak korban dan bersifat meluas.
Bersama dengan Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro—yang juga tersangka dalam kasus korupsi PT Asabri—, Heru sudah dijatuhi pidana penjara seumur hidup dalam kasus korupsi Asuransi Jiwasraya. Adapun mantan Direktur Utama PT Asabri, Sonny Widjaja, sebelumnya dituntut penjara 10 tahun dengan denda Rp750 juta subsider 6 bulan penjara terkait kasus korupsi yang sama.
Sementara itu, sebanyak lima tersangka lainnya dalam kasus ini, yaitu mantan Direktur Utama Asabri Adam Rachmad Damiri, Direktur Keuangan Asabri periode 2008—2014 Bachtiar Effendi, Direktur Asabri periode 2013—2014 dan periode 2015—2019 Hari Setianto, Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi dan Direktur Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo.
Untuk diketahui, satu tersangka sudah dihentikan proses tuntutannya sebab meninggal pada Juli lalu, atas nama Ilham Wardhana Siregar. Mendiang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Divisi Investasi Asabri pada periode 2012—2017.
Pihak kejaksaan sendiri sebelumnya tengah mengkaji kemungkinan untuk memberikan hukuman mati terhadap para tersangka tindak pidana korupsi. Menurut Leonard, kasus tipikor bukan hanya menimbulkan kerugian yang besar, melainkan juga berdampak luas terhadap masyarakat. Misalnya, kata dia, kasus Jiwasraya dan Asabri yang menimbulkan kerugian negara masing-masing hingga Rp16,8 triliun dan Rp22,78 triliun.
“Hak pegawai dan prajurit di kasus Asabri terganggu, padahal ada harapan besar untuk masa pensiun dan untuk masa depan keluarga mereka di hari tua,” sebutnya pada 28 Oktober lalu.
Di sisi lain, saat ini, Jaksa Agung Burhanuddin juga tengah mengusahakan agar uang hasil korupsi bisa bermanfaat langsung bagi masyarakat.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra