JAKARTA, duniafintech.com – Asian Development Bank (ADB) telah menyetujui tambahan utang Indonesia senilai $150 juta atau setara dengan Rp2,1 triliun (kurs Rp14.277/US$). Dana ini rencananya akan digunakan untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Selain itu, suntikan pinjaman ini juga akan menjadi katalis bagi dana pemerintah dan swasta dalam mendukung proyek infrastruktur yang hijau dan layak, agar dapat membantu Indonesia mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDG).
Kepala Unit Pembiayaan Hijau dan Inovatif ADB untuk Asia Tenggara, sekaligus Direktur ADB untuk Thailand Anouj Mehta mengatakan The Sustainable Development Goals Indonesia One-Green Finance Facility (SIO-GFF), yang merupakan yang pertama di Asia Tenggara, bertujuan membiayai setidaknya 10 proyek, dengan minimal 70% dari pembiayaan tersebut mendukung infrastruktur hijau dan sisanya mendukung SDG.
Fasilitas ini akan merancang proyek yang layak dijalankan guna menarik pendanaan untuk melengkapi belanja pemerintah, termasuk dari sumber-sumber swasta, lembaga, dan komersial.
“SIO-GFF ditujukan agar dapat menjadi katalis hingga delapan kali dari dana yang kami investasikan guna mendukung infrastruktur yang ramah iklim dan membantu kemajuan Indonesia menuju SDG,” katanya dalam keterangannya, Rabu (16/2).
Menurutnya, fasilitas ini akan meningkatkan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dan mempercepat pemulihan Indonesia dari pandemi Covid-19 dengan menghimpun modal dan menciptakan lapangan kerja.
Pinjaman kepada pemerintah Indonesia tersebut akan diteruskan lagi pada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI, lembaga milik negara untuk pembiayaan infrastruktur, yang akan mengelola fasilitas tersebut.
Tak hanya itu, ADB juga telah menyetujui bantuan teknis guna membantu memperkuat kemampuan PT SMI untuk menjalankan fasilitas tersebut, dan pada akhirnya memperluas layanan PT SMI agar dapat mendukung peminjam lainnya dan mengkatalisir pendanaan swasta.
Bantuan teknis tersebut didanai senilai $1,2 juta dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (Department of Foreign Affairs and Trade) dan $375.000 dari Dana Khusus Kemitraan Pembangunan Sektor Keuangan Luxembourg (Financial Sector Development Partnership Special Fund).
“Indonesia merupakan negara sumber emisi gas rumah kaca terbesar kelima di dunia dan mengkontribusikan lebih dari setengah emisi gas rumah kaca di Asia Tenggara,” ujar Spesialis Senior Sektor Keuangan ADB Benita Ainabe.
Karena itu, sambung Benita, dengan model pembiayaan inovatif yang memasukkan standar hijau global, SIO-GFF akan membantu Indonesia berfokus pada infrastruktur tangguh iklim seiring pemulihannya dari pandemi Covid-19.
“Belajar dari pengalaman kami di Indonesia, kami berharap dapat mengembangkan pendekatan tersebut ke negara-negara lain di kawasan ini,” tambahya.
Sementara itu menurut laporan ADB, kebutuhan pembiayaan infrastruktur tahunan di Indonesia dari 2016 sampai 2020, setelah memasukkan komponen perubahan iklim, diperkirakan rata-rata sekitar $74 miliar, dengan kesenjangan pembiayaan infrastruktur setiap tahunnya mencapai $51 miliar.
Fasilitas ini berupaya membantu mengelola risiko kredit selama siklus hidup proyek, terutama pada tahap konstruksi dan tahun-tahun awal operasi komersial saat arus kas masih negatif.
Fasilitas ini terutama akan menawarkan pinjaman, tetapi mungkin juga memberikan ekuitas, utang yang dapat dikonversi, dan jaminan, guna mengurangi risiko kredit proyek dan menarik pemberi pinjaman komersial.
Proyek ini sejalan dengan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 Indonesia dan mengikuti strategi kemitraan negara ADB untuk Indonesia 2020-2024 yang berfokus pada percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan ketangguhan.
ADB berkomitmen mencapai Asia dan Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, serta terus melanjutkan upayanya memberantas kemiskinan ekstrem. Didirikan pada 1966, ADB dimiliki oleh 68 anggota, yang 49 di antaranya berada di kawasan Asia dan Pasifik.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra