34 C
Jakarta
Jumat, 3 Mei, 2024

Harga Bitcoin Merosot ke Bawah US$ 40.000, Inflasi AS Jadi Kekhawatiran Para Trader

JAKARTA – Mata uang kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar, Bitcoin (BTC) jatuh ke bawah US$ 40.000 pada Kamis (10/3/2022). Hal ini lantaran para trader mengambil sikap hati-hati sebelum data inflasi AS rilis.

Data itu yang kemungkinan menunjukkan lonjakan besar-besaran dalam indeks konsumen pada Februari.

Sehari sebelumnya, harga mata uang kripto Bitcoin sempat naik namun hanya bertahan sehari. Setelah sempat menembus US$ 42.000, harga mata uang kripto terbesar di dunia dari sisi market cap itu kembali merosot. 

Berdasarkan data CoinMarketcap pada Kamis (10/3) pukul 13.50 WIB, harga Bitcoin ada di US$ 39.309,18 atau turun 5,34 persen dalam 24 jam terakhir. Sementara harga kripto Ethereum melorot 4,59 persen ke posisi US$ 2.591,69.

Kemudian, harga Solana merosot 6,39% menjadi US$ 82,48, harga Avalanche anjlok 7,47 persen ke US$ 72,98, harga Dogecoin turun 4,51 persen jadi US$ 0,1161, dan harga Shiba Inu turun 5,06 persen ke posisi US$ 0,00002292.

Mengutip CoinGape, para trader mengambil sikap hati-hati sebelum data inflasi AS rilis yang kemungkinan menunjukkan lonjakan besar-besaran dalam indeks konsumen pada Februari.

Sejumlah pihak memperkirakan, inflasi AS bulan lalu mencapai 7,9 persen, llaju tercepat dalam hampir 40 tahun terakhir.

Lalu tren kenaikan inflasi negatif untuk harga Bitcoin dalam beberapa bulan terakhir, karena kecenderungan mata uang kripto tertua di dunia ini berperilaku seperti aset yang digerakkan oleh risiko.

Misalnya, harga Bitcoin merosot hampir 5% sebagai reaksi terhadap lonjakan inflasi AS pada Januari sebesar 7,5 persen. 

Inflasi AS Melonjak

Laju inflasi Amerika Serikat (AS) kembali melonjak pada bulan Februari, bahkan menyentuh level tertinggi sejak 40 tahun terakhir.

Dilansir Bloomberg, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat indeks harga konsumen atau Consumer Price Index (CPI) naik 7,9 persen secara year-on-year (yoy). Dibandingkan bulan Januari, CPI Februari naik 0,8 persen.

Sementara itu, CPI inti yang tidak termasuk komponen makanan dan energi yang mudah menguap, meningkat 0,5 persen dari bulan sebelumnya dan 6,4 persen yoy. Lonjakan inflasi ini dipicu oleh kenaikan harga bensin, makanan, dan tempat tinggal.

Data menggambarkan sejauh mana inflasi semakin menekan ekonomi, bahkan sebelum perang Rusia Ukraina menimbulkan lonjakan harga komoditas, termasuk harga bensin eceran yang mencapai level tertinggi sepanjang masa.

Sebagian besar ekonom memperkirakan Februari akan menjadi puncak inflasi tahunan. Namun, konflik geopolitik diperkirakan dapat memicu kenaikan inflasi lanjutan dalam beberapa bulan mendatang.

Kepala ekonom AS di Barclays PLc Michael Gapen mengatakan, kecil kemungkinan bahwa inflasi akan mulai melandai dan turun untuk beberapa bulan mendatang.

“Hal ini menjadi panggung di mana kita berada sekarang. Dan kita perlu melihat berapa lama konflik ini dan bagaimana dampak sanksi [terhadap Rusia] terhadap perekonomian,” ungkap Michael, dilansir Bloomberg melalui Bisnis.com, Kamis (10/3/2022).

Untuk melawan tekanan harga, Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pekan depan untuk pertama kalinya sejak 2018.

Pada saat yang sama, situasi geopolitik menambah ketidakpastian pada siklus kenaikan suku bunga bank sentral hingga tahun mendatang.

Pejabat Fed dapat mengambil sikap yang lebih hawkish jika guncangan harga energi menyebabkan lonjakan inflasi yang bertahan lama, tetapi mereka juga dapat mengambil pendekatan yang lebih hati-hati jika penurunan sentimen konsumen dan penurunan upah riil mulai membebani pertumbuhan saat perang berlanjut.

Data inflasi Februari menunjukkan bahwa harga bensin naik 6,6 persen dari bulan sebelumnya dan menyumbang sekitar 30 persen dari inflasi. Lonjakan harga energi belum tercermin secara keseluruhan pada data kali ini karena invasi Rusia dimulai pada pekan terakhir Februari.

Namun, ekonom memperkirakan dampak keseluruhan akan terlihat dalam data CPI bulan Maret mendatang.

Sepanjang bulan ini, harga eceran bensin kelas reguler telah meningkat 19,3 persen menjadi US$4,32 per galon, menurut data American Automobile Association. Sementara itu, harga pangan naik 1 persen dari bulan sebelumnya, lonjakan terbesar sejak April 2020.

 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE