JAKARTA, duniafintech.com – Jaringan kabel bawah laut telah menghubungkan komunitas-komunitas global, memungkinkan terjadinya pertukaran ide dan juga barang, sekaligus memfasilitasi koneksi di seluruh dunia.Â
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Analysys Mason dan RTI International atas inisiatif perusahaan raksasa teknologi Meta, diketahui bahwa kontribusi jaringan kabel bawah laut bagi perekonomian Indonesia mencapai US$59 miliar atau setara Rp847,2 triliun antara tahun 2023 hingga 2025.
“Di Indonesia, investasi kabel bawah laut ini diperkirakan dapat meningkatkan produk domestik bruto (PDB) hingga US$59 miliar secara kumulatif antara tahun 2023 hingga 2025,” tulis Meta dalam keterangan resminya, Selasa (1/3).
Selain itu, jaringan kabel bawah laut menggunakan serat optik ini juga diperkirakan berdampak luas terhadap pembukaan lapangan kerja baru di bidang konstruksi, telekomunikasi, dan industri yang berbasis layanan jasa.
Hasil studi yang sama menyebutkan, di Indonesia infrastruktur jaringan kabel bawah laut yang tengah dibangun Meta dapat mendorong penciptaan 1,8 juta lapangan kerja baru di 2025.
“Jaringan bawah laut membantu menciptakan 1,8 juta lapangan kerja baru di bidang bidang konstruksi, telekomunikasi, dan industri yang berbasiskan layanan jasa seperti keuangan, kesehatan, teknologi informasi, dan pendidikan pada tahun 2025,” tambahnya.
Tak hanya bagi Indonesia, kontribusi jaringan kabel bawah laut ini juga akan dialami oleh negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Filipina misalnya, diperkirakan memperoleh US$34 miliar tambahan PDB dari jaringan ini.
Bahkan, diproyeksikan infrastruktur jaringan bawah laut ini juga akan menciptakan sebanyak 380.000 lapangan kerja baru di Filipina dari tahun 2021 hingga 2025.
“Negara Asean lainnya seperti Filipina akan memperoleh US$34 miliar tambahan PDB secara kumulatif dari tahun 2021 hingga 2025 dan 380.000 lapangan pekerjaan baru pada 2025,” sambungnya.
Adapun, untuk meningkatkan kualitas konektivitas di seluruh dunia, saat ini Meta tengah bekerjasama dengan banyak mitra untuk membangun sejumlah sistem kabel baru di Eropa dan Asia Pasifik.
Jaringan kabel bawah laut di Eropa dan Asia Pasifik ini diperkirakan berkontribusi terhadap peningkatan produk domestik bruto (PDB) sebesar US$600 miliar atau setara Rp8.605 triliun di kedua kawasan.
Disebutkan, dari tahun 2021 hingga 2025, peningkatan kontribusi ini akan mencapai US$422 miliar. Di Asia Pasifik saja, upaya-upaya ini diprediksikan dapat menciptakan 3,7 juta lapangan kerja baru.Â
Sementara itu, sistem kabel lintas samudra, Marea, di mana Meta menanamkan investasi secara signifikan, telah berkontribusi sekitar US$18 miliar terhadap PDB di Eropa setiap tahun sejak 2019, setara dengan 6% dari rata-rata pertumbuhan tahunan di Eropa.Â
Sedangkan, dalam waktu lima tahun ke depan, Meta berencana untuk mengimplementasikan dua kabel baru di Eropa. Pada tahun 2027, kabel-kabel baru ini akan berkontribusi lebih dari US$65 miliar setiap tahunnya. Jika digabungkan, ketiga kabel yang terhubung ke Eropa akan berkontribusi pada pertumbuhan PDB sekitar 25%.Â
Di Irlandia, jaringan kabel diperkirakan akan berkontribusi sebesar US$2,78 milia terhadap perekonomian negara tersebut setiap tahunnya, mulai tahun 2025. Secara bersamaan, kabel-kabel ini akan memberikan kontribusi pada pertumbuhan PDB Irlandia hingga 15%.
Hingga saat ini, Meta telah berinvestasi dalam beberapa sistem bawah laut di Asia Pasifik, melakukan diversifikasi rute dan menghubungkan lebih banyak komunitas.Â
Dua dari sistem ini telah beroperasi: Asia-Pacific Gateway and Jupiter. Kabel-kabel ini menjelajahi berbagai kawasan, melintasi Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Amerika Serikat.
Meta juga telah mengumumkan rencana untuk berinvestasi dalam delapan kabel bawah laut baru, yang dijadwalkan untuk mulai beroperasi antara tahun ini dan 2025. Dua kabel bawah laut, Echo dan Bitfrost, melewati Selat Luzon dan menjadi kabel pertama yang menghubungkan Jakarta, Indonesia secara langsung dengan Amerika Serikat.Â
Kabel bawah laut lainnya, yang dikenal sebagai Apricot, akan menghubungkan Singapura, Jepang, Taiwan, Guam, Indonesia, dan Filipina. Apricot akan menjadi kabel bawah laut pertama lintas Asia yang menghindari jalur terpadat di Laut Cina Selatan.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra