JAKARTA, 18 Desember 2024 – Kebijakan yang akan diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Donald Trump, diperkirakan dapat memengaruhi minat investasi pada mata uang dan surat utang negara berkembang, termasuk Indonesia. Investor cenderung lebih berhati-hati dan memilih instrumen investasi berbasis AS.
Menurut Fikri C Permana, Senior Economist di KB Valbury Sekuritas, ketidakpastian terhadap kebijakan Trump menjadi kekhawatiran utama pasar keuangan global. Pelantikan Trump yang dijadwalkan pada 20 Januari 2025 masih dinantikan untuk memberikan kejelasan terhadap kebijakan yang akan diterapkan.
Fikri menyoroti kemungkinan pemotongan tarif pajak perusahaan di AS sebagai salah satu kebijakan yang dapat memicu fluktuasi tinggi di pasar keuangan. Dampaknya, penurunan inflasi di AS tahun depan diperkirakan akan terbatas, yang berimbas pada ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan The Fed yang lebih kecil.
Dolar AS Tetap Kuat di Tengah Ketidakpastian Global
Dengan inflasi yang sulit ditekan, Federal Reserve (The Fed) kemungkinan hanya akan memangkas suku bunga sebesar 50-75 basis poin (bps) di tahun 2025, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 100 bps. Kondisi ini membuat dolar AS tetap kuat, terutama jika Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris (BoE) melakukan pemangkasan suku bunga yang lebih besar.
Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mengikuti langkah The Fed dalam pemangkasan suku bunga. Untuk akhir tahun 2024, baik The Fed maupun BI diprediksi menurunkan suku bunga masing-masing sebesar 25 bps. Namun, jika nilai tukar rupiah terus melemah, BI kemungkinan akan mempertahankan suku bunga di level 6%.
โKetidakpastian kebijakan serta ekspektasi penguatan dolar AS mendorong investor mengalihkan dana ke aset safe haven seperti dolar AS,โ ujar Fikri.
Tren ini tidak hanya berdampak pada rupiah, tetapi juga mata uang global lainnya, yang disertai peningkatan yield obligasi secara global.
Dampak Terhadap Pasar Obligasi dan Rupiah
Pelemahan obligasi dan mata uang domestik sudah terlihat di tengah ekspektasi bahwa pemangkasan suku bunga The Fed akan berjalan lebih lambat. Yield obligasi negara (SUN) tenor 10 tahun telah bergerak di atas 7%, sementara nilai tukar rupiah ditutup melemah pada level Rp 16.008 per dolar AS pada pekan akhir pekan lalu.
Di sisi lain, penerbitan SUN dalam jumlah besar pada tahun depan dapat menjadi risiko tambahan, terutama jika suplai obligasi tidak terserap dengan baik di pasar. Imbal hasil SUN berpotensi meningkat, mencerminkan tekanan dari kondisi pasar yang kurang kondusif.
Fikri menyarankan diversifikasi penerbitan obligasi dalam mata uang asing sebagai solusi, termasuk mempertimbangkan mata uang baru seperti riyal Arab Saudi untuk menarik pasar potensial.
โDiversifikasi mata uang dan calon pembeli dapat menjadi langkah strategis yang patut dipertimbangkan,โ ungkapnya.
Prospek Rupiah dan Yield Obligasi di 2025
Ketidakpastian kebijakan AS dan lemahnya fundamental ekonomi domestik, seperti defisit transaksi berjalan yang berlanjut, diperkirakan akan menekan rupiah lebih lanjut. Selain itu, kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang belum optimal turut menjadi hambatan.
Fikri memproyeksikan rupiah bergerak di kisaran Rp 16.000 โ Rp 16.100 per dolar AS pada tahun depan, dengan catatan ada sedikit kenaikan aliran modal masuk (inflow) di akhir tahun 2024, terutama jika kebijakan suku bunga The Fed lebih jelas dan kebijakan Trump memberikan sentimen positif.
Yield SUN tenor 10 tahun diprediksi berkisar 6,5% di 2025. Penurunan yield obligasi domestik dapat terjadi jika kekhawatiran terhadap kebijakan Trump berkurang.
Stabilitas Kebijakan di Bawah Trump
Penurunan suku bunga oleh The Fed dan BI meskipun kecil, diharapkan dapat memberikan sedikit ruang bagi pasar. Selain itu, penunjukan Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan AS dipandang sebagai langkah positif untuk menjaga stabilitas kebijakan ekonomi.
Namun, pasar masih menunggu kepastian setelah pelantikan Trump pada 20 Januari 2025.
โKita harus menunggu kebijakan Menteri Keuangan AS untuk melihat dampak nyata terhadap pasar,โ pungkas Fikri.