Bukan hanya masyarakat yang rugi akibat pinjol ilegal. Tetapi, eksistensi fintech lending juga tercoreng.
Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini, sangat berdampak terhadap perekonomian masyarakat Indonesia. Banyak sektor industri dan ekonomi membatasi kegiatan bahkan terpaksa harus menutup usahanya, dan berdampak pada hilangnya mata pencaharian bagi sebagian besar masyarakat.
Urusan pun tambah pelik tatkala kebutuhan dasar dan kebutuhan lainnya tetap harus dipenuhi dan jalan pintas peminjaman uang secara cepat menjadi salah satu opsi.
Seolah memanfaatkan kondisi perekonomian masyarakat tersebut, perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal pun kian marak. Mereka menawarkan pinjaman cepat dengan sistem penagihan yang tidak beretika, yang belakangan semakin meresahkan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi mengatakan, keberadaan pinjol ilegal ini bukan hanya meresahkan masyarakat tapi juga membawa kerugian pada industri pinjaman cepat di Indonesia.
“Kinerja dan kontribusi baik dari industri (fintech lending) ini tercoreng karena hadirnya oknum pinjol yang tidak bertanggung jawab,” katanya seperti dikutip Duniafintech.com, Senin (4/10).
Karenanya, AFPI sangat mendukung usaha semua pihak untuk memberantas keberadaan pinjol ilegal ini. Sejauh ini, sambungnya, AFPI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan instansi lainnya seperti Kemenkominfo, Kepolisian dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), terus berkolaborasi untuk membatasi gerak dan memberantas perusahaan pinjaman ilegal yang merugikan masyarakat.
Fintech Berkontribusi Penuhi Kebutuhan Masyarakat
Tidak bisa dipungkiri kehadiran pinjaman cepat dan taktis bagi masyarakat Indonesia memiliki kontribusi yang signifikan dan positif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap dana taktis, terutama dalam kondisi darurat.
Hingga 31 Juli 2021, total penyaluran pinjaman fintech pendanaan telah mencapai Rp236,47 triliun kepada lebih dari 66 juta masyarakat Indonesia.
Namun, kasus gagal bayar serta penagihan tidak beretika yang dilakukan perusahaan pinjol ilegal yang marak saat ini, telah mencederai semangat industri fintech pendanaan untuk membantu masyarakat meningkatkan perekonomian mereka.
Sebagai asosiasi yang merupakan wadah pelaku usaha fintech peer to peer (P2P) lending atau fintech pendanaan bersama di Indonesia, AFPI berkomitmen penuh mendorong akses pendanaan untuk inklusi melalui jasa keuangan digital.
Komitmen AFPI tersebut diimplementasikan dengan mengusung arsitektur yang meliputi, policy advocacy, code of conduct, literasi dan edukasi, data knowledge and intelligence, dan kolaborasi.
Menjaga Kualitas SDM
Di samping itu, Adrian pun menuturkan dalam upaya menjaga kompetensi sumber daya manusia (SDM) di dalamnya, AFPI rutin menyelenggarakan sertifikasi pada tiap-tiap profesi.
“Hal ini guna memastikan SDM terkait melakukan fungsi sesuai koridor yang sudah ditentukan,” tegasnya.
Selain itu, AFPI pun bertugas menjadi garda depan dalam melakukan literasi dan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat dan risiko dari fintech pendanaan. Dalam hal ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya, AFPI akan mengambil langkah tegas dengan mengenakan sanksi yang berlaku.
Adrian pun mengimbau kepada masyarakat untuk tidak perlu khawatir dengan eksistensi fintech lending yang ada di sekitarnya, karena tidak semua fintech pendanaan beroperasi seperti pinjol ilegal.
Dia mengajak agar masyarakat lebih hati-hati dan teliti sebelum menggunakan jasa dari platform pinjaman berbasis aplikasi. Masyarakat, sambungnya, harus memastikan bahwa platform yang akan digunakan terdaftar dan berizin OJK, serta memiliki keanggotaan AFPI.
“AFPI menghimbau para konsumen untuk bijak dalam menghadapi tawaran peminjaman uang, hendaknya meminjam sesuai kemampuan dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, serta jangan sekali-sekali berhubungan dengan pinjol ilegal, yang sepertinya mudah memberikan pinjaman, tanpa syarat namun ternyata bisa menjera,” urainya.
Reporter : Nanda Aria
Editor : Gemal A.N. Panggabean