JAKARTA, duniafintech.com – Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed yang akan menaikan suku bunga acuannya dalam waktu dekat dinilai akan membuat volatilitas perekonomian global meningkat di tahun ini.
Untuk itu, menurut Direktur CELIOS Bhima Yudhistira Adhinegara para investor dan spekulan akan kembali berburu emas sebagai safe haven. Hal ini dilakukan untuk menyiasati penyusutan aset akibat dari gejolak pasar.
Bahkan, dalam kurun waktu tiga hingga empat tahun terakhir, bank sentral di seluruh dunia telah mengamankan cadangan devisa mereka dalam bentuk emas, termasuk di Asia Tenggara.
“Bahkan sebelum pandemi ada kondisi bank sentral itu banyak menumpuk emas, jadi ini salah satu itikad bank sentral hampir di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara mereka cenderung melakukan de-dolarisasi,” katanya dalam webinar, Kamis (13/1).
Dedolarisasi ini, sambung Bhima, dilakukan seiring dengan meningkatnya volatilitas dolar sebagai mata uang. Menurutnya, dulu dolar masih menjadi safe haven, namun sekarang banyak mereka yang mengurangi cadangan dalam bentuk dolar dan dipindahkan ke emas.
“Itu juga menjadi salah satu faktor fundamental yang meningkatkan harga emas,” ujarnya.
Oleh karena itu, Bhima menilai bahwa investasi dalam bentuk emas untuk beberapa tahun ke depan akan terus mengalami peningkatan. Selain karena sifatnya yang tahan goncangan, ketersediaannya juga semakin sedikit. Hal ini yang menyebabkan harganya akan terus meningkat setiap tahunnya.
Lebih-lebih, menurut Bhima dalam 15 tahun terakhir tidak ditemukan lagi pertambangan emas skala besar yang dapat menyebabkan over supply sehingga menurunkan harga komoditas tersebut.Â
“Jadi kita masih melihat harga emas ini kenapa akan selalu naik, kalaupun ada koreksi sifatnya kecil tidak lebih dari 20%,” ucapnya.
Hal inilah yang menguatkan pandangannya bahwa sebagian investor di tahun ini akan kembali mencari safe haven berupa emas. Saat ini, menurutnya, adalah momentum yang tepat untuk masuk ke dalam investasi emas, karena ke depan akan terjadi peningkatan volatilitas perekonomian.
Selain dipicu oleh pandemi Covid-19, peningkatan volatilitas perekonomian juga akan dipicu oleh kebijakan The Fed dan faktor stabilitas geopolitik. Di sisi lain, di dalam negeri tingkat konsumsi masih belum pulih terdampak Covid-19.
“Justru ini saya kira adalah time to buy yang cukup bagus karena kita tidak tahu ke depan ini akan terjadi dari sisi moneter dan perekonomian karena problemnya lebih kompleks dibandingkan 2020 dan 2021 yang hanya menghadapi pandemi,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur PT Indonesia Logam Pratama, pemegang merek dagang platform investasi Emas Digital Treasury, Yudi mengatakan bahwa selain masuk ke instrumen emas konvensional, investor juga dapat memilih investasi emas digital.
Berbeda dengan emas konvensional yang membutuhkan tempat penyimpanan fisik, emas digital hanya membutuhkan transaksi di platform yang disediakan dan emas mereka tersimpan secara digital di e-commerce tempat mereka bertransaksi.
“Kalau konvensional kan itu terlaku berisiko, apalagi yang beli dalam jumlah besar itu banyak khawatirnya, banyak takutnya, kita mau simpan di mana juga. Tapi kalau digital mau kapan, di mana pun, dan jarak seberapa pun mau dari pedalaman manapun asal ada sinyal kita bisa lakukan transaksi, jadi gak ada halangan lagi,” ucapnya.
 Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra