30.8 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Kelangkaan Minyak Goreng Tak Kunjung Reda, Mendag Dianggap Tak Becus Urus Distribusi

JAKARTA, duniafintech.com – Kelangkaan minyak goreng yang terjadi di tengah masyarakat dalam beberapa pekan terakhir terus menjadi sorotan berbagai pihak. Pasalnya, kelangkaan ini terjadi menjelang hari raya idul fitri.

Padahal, Indonesia merupakan penghasil minyak sawit mentah terbesar di dunia, sehingga kelangkaan minyak goreng ini dianggap sebagai kelalaian Menteri Perdagangan dalam menjaga distribusi minyak goreng nasional.

Bahkan, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak becus mengatasi kelangkaan minyak goreng dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat.

Juru Bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Andre Vincent Wenas mengatakan, Mendag harus lebih fokus bekerja memastikan pasokan minyak goreng ke publik aman menjelang Bulan Puasa dan Lebaran. 

“Kemendag harus mencari solusi yang substansial, tidak lewat kebijakan tambal sulam yang selama ini terbukti gagal,” katanya kepada wartawan, Kamis (10/3).

Beberapa pekan terakhir minyak goreng dalam kemasan yang biasa dibeli warga seharga Rp 14.000 sulit dicari. Menurutnya, Kemendag perlu melakukan investigasi penyebab kelangkaan minyak goreng di pasaran saat ini dan mencari solusi mengatasinya. 

“Menurut informasi dari produsen minyak goreng yang kami terima, pasokan minyak goreng mencukupi. Faktanya minyak goreng juga masih banyak dijual di lapak-lapak online dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Kalau pasokan cukup, maka yang bermasalah adalah jalur distribusinya,” ujarnya.

Andre menegaskan, selisih harga pasar dengan HET juga membuka peluang penyelewengan. Minyak murah dengan HET dijual kepada industri atau dijual kembali ke masyarakat dengan harga tinggi.

Dia pun mengkritisi kebijakan HET ini, menurutnya bijakan ini tidak efektif karena sulit diawasi, biayanya mahal, dan menjadi beban produsen yang dipaksa menjual dengan harga lebih rendah dari biaya produksi, serta rawan menimbulkan konflik akibat munculnya aksi memborong minyak goreng.

Ini konsekuensi ada dua harga dengan selisih yang hampir dua kali lipat. Selain itu, Menteri Lutfi juga terpaksa harus menertibkan rantai distribusi minyak goreng. Sedangkan, kalau produsen dipaksa menjual minyak goreng dengan harga di bawah harga bahan baku CPO, bisa saja mereka memilih untuk menghentikan produksi dan pada akhirnya membuat minyak goreng semakin langka.

Sementara itu, dalam konferensi pers virtual yang digelar Rabu (9/3), Mendag Lutfi mengungkapkan bahwa, gangguan distribusi minyak goreng di tengah terjaminnya pasokan minyak kelapa sawit dalam negeri bisa terjadi lantaran ada penyelewengan dalam distribusi bahan baku minyak goreng. 

Untuk itu, Mendag Lutfi menggandeng Kepolisian Republik Indonesia dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk bersinergi menjamin kelancaran distribusi.

“Kami memperkirakan bahan baku minyak goreng rembes ke industri yang tidak berhak atau ada tindakan melawan hukum berupa ekspor tanpa izin. Kedua hal ini masih harus diselidiki lebih lanjut untuk memastikan faktanya,” katanya m

Namun demikian, dia menekankan tidak boleh ada yang berspekulasi menyimpan minyak goreng untuk keuntungan pribadi. “Kami memiliki data yang terverifikasi, informasi tangki penyimpanan, dan jalur distribusi minyak goreng. Data tersebut siap kami bagikan ke Polri,” ujarnya.

Lutfi pun menegaskan pihaknya tidak akan mencabut aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng demi menyediakan minyak goreng dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.

Dia bilang, stok minyak goreng sudah melebihi kebutuhan nasional. Hingga 8 Maret 2022, telah ada sebanyak 415.787 ton minyak goreng dari skema domestic market obligation (DMO) yang didistribusikan ke pasar. Volume tersebut setara dengan 72,4% dari total DMO yang telah terkumpul sejak 14 Februari 2022.

“Distribusi DMO tersebut sudah melebihi perkiraan kebutuhan konsumsi minyak goreng satu bulan yang mencapai 327.321 ton. Pasokan minyak kita melimpah,” ucapnya.

Menurut Lutfi, per 8 Maret 2022 volume DMO yang telah terkumpul adalah sebanyak 573.890 ton atau 20,7% dari volume Persetujuan Ekspor (PE) produk sawit dan turunannya yang diterbitkan. 

Volume DMO tersebut terdiri atas 463.886 ton untuk DMO refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein dan 110.004 ton untuk DMO CPO. 

Dalam kurun waktu 14 Februari sampai 8 Maret 2022, Kemendag telah menerbitkan 126 PE produk sawit dan turunannya kepada 54 eksportir dengan volume total 2.771.294 ton. 

Volume total tersebut  terdiri atas 1.240.248 ton untuk RBD palm olein, 385.907 ton untuk RBD palm oil, 153.411 ton untuk RBD palm stearin, dan 109.843 ton untuk CPO.

Mendag Lutfi menegaskan, kebijakan DMO sebesar 20% dari volume ekspor, kemudian domestic price obligation (DPO) untuk CPO sebesar Rp9.300/kg serta untuk olein sebesar Rp10.300/kg. 

Ketentuan DMO dan DPO dituangkan dalam ‘Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor’. 

Besaran DMO dan harga DPO diatur melalui ‘Keputusan Menteri Perdagangan No. 129 Tahun 2022 Tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation)’.

“Jika merujuk DPO tersebut, penerapan harga eceran tertinggi minyak goreng curah sebesar Rp11.500/liter, kemasan sederhana Rp13.500/liter, dan kemasan premium Rp14.000/kg sangat mungkin dilakukan,” kata Mendag Lutfi.

Penulis: Nanda Aria

Admin: Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU