33.6 C
Jakarta
Minggu, 6 Oktober, 2024

Kinerja Keuangan Mengkilap, Fintech P2P Lending dan Multifinance Jadi Primadona

JAKARTA – Melihat pertumbuhan piutang pembiayaan perusahaan multifinance dan P2P lending pada Juli 2024 lalu membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimis, perusahaan pembiayaan dan fintech peer to peer (P2P) lending kedepan dapat memitigasi risiko penurunan daya beli masyarakat.

Pertumbuhan piutang pembiayaan perusahaan mengalami pertumbuhan yang signifikan berggerak ke angka 10,53% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp494,10 triliun.

Menurut catatan OJK, pada Juli 2024 industri fintech P2P lending berhasil membuat outstanding pembiayaan terus mengalami peningkatan tajam menjadi 23,97% (YoY).

Peningkatannya mencapai angka sebesar Rp69,39 triliun.

Tren pertumbuhan pembiayaan ini menurut OJK, akan tetap terjaga sehingga industri multifinance dan fintech P2P lending memiliki kemampuan dalam memitigasi risiko penurunan daya beli masyarakat.

Dengan demikian, perkiraan pembiayaan multifinance dan fintech P2P lending dapat melanjutkan pertumbuhan.

Demikian disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman dalam keterangan tertulisnya.

Jika ditinjau dari segi profil risiko, OJK melihat data kredit bermasalah per Juli 2024 terpantau masih terjaga.

Kredit bermasalah yang masih terpantau tersebut memiliki rasio non performing financing (NPF) gross tercatat sebesar 2,75%.

Data kredit bermasalah tersebut terpantau mengalami penurunan sebesar 2,80%.

Jika ditinjau dari NPF net maka terjadi penurunan sebesar 0,84%.

Angka tersebut mengalami penurunan hanya berkisar 0,87%.

Tingkat Kelalaian Fintech P2P Lending Masih Terjaga

Menurut Agusman, tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban pada fintech P2P lending, per Juli 2024 dalam kondisi terjaga di posisi 2,53%.

Data Juni 2024 menunjukkan angka yang telah mencapai 2,79%.

Para perusahaan pembiayaan dan fintech P2P lending kata Agusman diimbau untuk memitigasi peningkatan kredit bermasalah.

Langkah yang dapat dilakukan kata Agusman diantaranya, melalui penilaian kelayakan pendanaan (credit scoring).

Agusman memaparkan, proyeksi tingkat kredit bermasalah pada perusahaan pembiayaan dan fintech P2P lending tetap terjaga sampai dengan akhir tahun.

Industri multifinance sambung AGusman, tengah berupaya untuk mengantisipasi dampak perubahan kebijakan ekonomi pasca pergantian pemerintahan cukup positif.

Jika ingin melihat cerminan parameter keuangan yang mengalami pertumbuhan positif pada posisi Juli 2024.

Dari segi aset kata Agusman mengalami peningkatan sebesar 9,73% (YoY) menjadi Rp576 triliun.

Kedua ditinjau dari segi piutang pembiayaan tumbuh ditemukan data sebanyak 10,53% (YoY) menjadi Rp494,10 triliun.

Ketiga, sumber pendanaan meningkat sebesar 12,85% (YoY) menjadi Rp381,36triliun.

“Hal itu dilakukan untuk memperkuat kerangka pengaturan dan pengembangan industri Lembaga Pembiayaan,” paparnya.

Untuk mendukung sektor pengembangan industri, saat ini tengah memberikan fasilitas untuk menyusun RPOJK Lembaga Pembiayaan yang merupakan turunan dari UU P2SK.

OJK Luncurkan Roadmap Pengembangan

Untuk memberikan arah dan pedoman pengembangan dan penguatan industri ke depan, OJK juga telah meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024—2028.

Industri Jasa Keuangan

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam pencanangan Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gencarkan) di Jakarta baru-baru ini mengatakan, berdasarkan data yang diperoleh ditemukan adanya duplikasi di sebagiannya.

Saat ini total aset dan kapitalisasi industri jasa keuangan telah mencapai Rp34 kuadriliun atau Rp34.000 triliun.

Namun, kata Mahendra, angkanya yang signifikan menunjukkan adanya kontribusi terutama bagi sektor jasa keuangan.

Jika mengacu pada segi nominal, maka rasio aset tersebut terhadap produk domestik bruto (PDB) masih terbilang kecil.

Ditinjau dari segi nominal, Mahendra mengakui memang terlihat jumbo.

“Apalagi jika dibandingkan dengan negara lain,” papar Mahendra.

Menurutnya, banyak ruang yang bisa digunakan untuk meningkatkan nilai khususnya dari sektor jasa keuangan.

Pertimbangannya sebut Mahendra, harus mengacu pada perekonomian nasional yang masih sangat besar.

Mahendra menilai, diperlukan penguatan dan pengembangan agar ke depan efisiensi sektor jasa keuangan dapat ditingkatkan.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU