JAKARTA, duniafintech.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong kolaborasi antara Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending. Harapannya, agar dapat meningkatkan daya saing industri.
Bersamaan dengan dorongan OJK tersebut, kolaborasi antara dua entitas bisnis ini pun semakin marak terjadi. Hubungan simbiosis mutualisme atau saling membutuhkan antara keduanya disinyalir menjadi pemersatu m
Presiden Direktur Akulaku Finance Indonesia Efrinal Sinaga mengatakan, kolaborasi antara P2P lending dengan BPR ini akan saling mengisi kelemahan masing-masing. Teknologi yang dibawa fintech akan memperluas jangkauan bisnis dari BPR.
“Kolaborasi ini perpaduan kekuatan, dan mengisi kelemahan masing-masing. Dengan ekosistem dan regulasi di fintech akan memudahkan dan menjadi arm length/channel BPR untuk mempercepat dan memperluas jangkauan, tidak saja dalam hal lending, namun juga dari sisi funding,” katanya kepada Duniafintech.com, Rabu (5/1).
Selain itu, kolaborasi ini jelas akan merengkuh lebih banyak pelanggan untuk disalurkan pinjaman atau kredit. Di sisi lain, kolaborasi ini menurut Efrinal juga akan meningkatkan mitigasi risiko, sebab sistem credit scoring yang lebih andal dan teknologi yang lebih terukur melalui ekosistem fintech dapat memfasilitasi hal tersebut.
“Potensinya juga sangat besar mengingat penyebaran BPR se-Indonesia dan masih banyaknya masyarakat UMKM yang masih unbankable dan underserved,” ujarnya.
Adapun, Akulaku Finance sendiri saat ini sudah bekerja sama dengan tujuh BPR, yaitu BPR Naribi Perkasa, BPR Supra Artapersada, BPR Artharindo, BPR Rama Ganda, BPR Ciledug Dana Semesta, BPR Intidana Sukses Makmur, dan BPR Kredit Mandiri Indonesia.
Dari kolaborasi dengan tujuh BPR tersebut Akulaku Finance Indonesia telah menyerap pendanaan langsung dan sindikasi hampir Rp60 miliar. Pendanaan tersebut sepenuhnya dipergunakan Akulaku Finance Indonesia untuk memperkuat kapasitas penyaluran pembiayaan.
Selain Akulaku Finance, terdapat beberapa platform pendanaan lainnya yang juga telah menjalin kerja sama dengan BPR melalui sistem channeling, misalnya PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) yang menggandeng BPR Hariarta Sedana untuk melakukan penyaluran pinjaman modal usaha senilai Rp100 miliar.
Pendanaan dari BPR Hariarta melengkapi kerja sama yang dilakukan Amartha dengan BPR. Sebelumnya, Amartha menjalin kerja sama dengan BPR Pujon, BPR Nusumma, dan BPR lainnya di wilayah Jawa Timur dengan komitmen pendanaan Rp 2 miliar.
Selain itu, juga ada Modalku yang telah berkolaborasi dengan sejumlah BPR seperti BPR Sukawati Pancakanti (BPR Kanti), BPR Varia Central Artha (Bank Varia), dan BPR Bekasi Binatanjung Makmur (BPR BBTM).
Didorong OJK
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan memperkirakan bahwa kolaborasi antara dua entitas bisnis ini akan terus meningkat di 2022. Pasalnya hubungan antara dua entitas bisnis ini saling membutuhkan satu sama lain.
“Tahun depan diperkirakan kerja sama makin meningkat karena simbiosis mutualisme di antara kedua industri,” katanya kepada Duniafintech.com, Jumat (24/12).
Bambang menuturkan, pihaknya pun mendorong agar kolaborasi antar entitas bisnis ini semakin kuat ke depan. Menurutnya, platform digital seperti fintech lending membutuhkan lender atau pemberi pinjaman, sedangkan bank membutuhkan partner untuk menyalurkan pinjaman ke UMKM.
“OJK mendorong platform P2P lending untuk berkolaborasi secara optimal dalam ekosistem. Termasuk OJK mendorong kerja sama dengan perbankan,” ujarnya.
Bahkan, untuk memfasilitasi sinergi bisnis tersebut OJK pun telah menerbitkan pedoman kerja sama antara Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan platform fintech peer to peer (P2P) lending.
Adapun, menurut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto saat ini terdapat 51 BPR dan 31 fintech lending yang menjalin kerja sama. Kerja sama itu pun diklaim berhasil meningkatkan portofolio kredit BPR sebesar 40%.
Sementara itu, kinerja BPR dan BPRS sepanjang 2021 masih menunjukkan kinerja yang positif. Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan ketahanan yang baik dan mampu menopang risiko kredit yang menunjukkan tren peningkatan.
Pada September 2021 kinerja BPR dan BPRS tumbuh positif. Total Aset tumbuh sebesar 8.90%, di mana dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 11.27%, dan kredit/pembiayaan tumbuh sebesar 4.33%.
Dengan kinerja industri yang terus tumbuh ini, BPR dan BPRS pun masih memiliki peluang yang besar dalam memberikan kredit atau pembiayaan bagi usaha mikro. Apalagi, lebih dari 99% unit usaha di Indonesia terdiri dari UMKM, di mana baru sekitar 24% diantaranya yang memiliki rekening kredit.
Lebih-lebih, sebesar 85% UMKM yang belum mengambil langkah digitalisasi memiliki potensi untuk memanfaatkan e-commerce dalam mendukung ekonomi digital. Hal tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah ke depan yaitu target akses pembiayaan UMKM ke lembaga keuangan formal 30% dan 30 juta UMKM go digital di tahun 2024.
“Dari sisi pemilik usaha, para digital merchants sebagian besar akan meningkatkan penggunaan layanan keuangan digital dalam satu hingga dua tahun ke depan,” tukasnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra