26.7 C
Jakarta
Jumat, 15 November, 2024

Konsolidasi Bank Syariah Terganjal, Apa Kendalanya?

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengupayakan konsolidasi untuk membentuk 2 hingga 3 bank umum syariah (BUS) dengan ukuran aset yang besar. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri perbankan syariah yang lebih sehat.

Memiliki aset sebesar Rp360,85 triliun hingga semester I-2024, membuat PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI, anak usaha BUMN ini mendominasi industri perbankan syariah saat ini.

Sebelumnya, unit usaha syariah (UUS) dari bank BUMN PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN), yaitu BTN Syariah, hampir menjadi pesaing langsung BSI. BTN sempat berencana untuk melakukan spin off menjadi bank umum syariah (BUS) dan hampir mengakuisisi PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. (BMI) sebagai “cangkang”, namun akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan rencana tersebut.

OJK Tengah Mengupayakan Konsolidasi dengan Bank Syariah

Deden Firman, Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK, mengakui bahwa proses konsolidasi yang sedang diupayakan tidak mudah. Namun, OJK tidak ingin memaksakan bank syariah untuk bergabung, melainkan akan memfasilitasi dan mendukung jika ada bank yang memilih untuk konsolidasi.

“Jika ada bank yang ingin melakukan konsolidasi, kami akan memfasilitasi dan mendukung, tetapi tidak akan memaksakan,” ujar Deden.

Deden menekankan bahwa konsolidasi antar entitas bersifat business to business (b2b) dan perlu mempertimbangkan bagaimana bentuk bisnis yang akan terbentuk nantinya. Oleh karena itu, keputusan akhir berada di tangan entitas bank itu sendiri untuk memilih mitra yang tepat, dengan harapan sinergi yang dihasilkan akan maksimal.

Aset Bank Muamalat tercatat sebesar Rp64,9 triliun pada kuartal I-2024, sementara aset BTN Syariah pada periode yang sama mencapai Rp54,84 triliun. Jika BTN Syariah merger dengan Bank Muamalat, total aset yang dihasilkan bisa mencapai sekitar Rp119,74 triliun.

BTN Syariah Pilih PT Bank Victoria Syariah

Namun, baru-baru ini BTN Syariah lebih memilih opsi untuk mengakuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVS), meskipun aset BVS jauh lebih kecil dibandingkan BMI. Berdasarkan laporan bulanan Mei 2024, aset BVS tercatat sebesar Rp3,12 triliun, naik 36,72% secara tahunan.

Dengan demikian, jika BTN Syariah bergabung dengan BVS, aset gabungan mereka diperkirakan hanya mencapai Rp57,96 triliun, tidak jauh berbeda dengan beberapa bank syariah lainnya.

Deden juga menyoroti perkembangan BSI, yang meskipun baru berusia 3 tahun, telah menunjukkan pertumbuhan aset yang signifikan. Ketika pertama kali terbentuk dari merger Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah pada tahun 2021, aset BSI sekitar Rp240 triliun. Kini, aset tersebut telah tumbuh sekitar Rp120 triliun.

Deden menjelaskan bahwa dalam Peraturan OJK (POJK), otoritas dapat meminta bank untuk melakukan konsolidasi jika UUS-nya tidak mampu berkembang dan induknya tidak mampu menumbuhkannya. UUS harus menjadi entitas yang mandiri saat spin off, dengan minimal modal Rp1 triliun untuk bank baru hasil spin off.

Selain itu, menurut POJK yang berlaku sejak 2022, mendirikan bank baru memerlukan modal inti minimum sebesar Rp3 triliun.

Di sisi lain, Sutan Emir Hidayat, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), menyatakan bahwa batalnya aksi korporasi di tengah jalan adalah hal yang wajar, terutama jika para pihak merasa tidak ada kesesuaian.

“Merger tidak boleh menghasilkan nilai yang lebih rendah dari sebelum merger,” ujar Emir.

Menurutnya, menemukan cangkang yang tepat adalah urusan masing-masing induk UUS yang hendak memisahkan unitnya, dengan pertimbangan untuk mendukung keseluruhan bisnis mereka tanpa meninggalkan inti bisnis yang ada.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU