JAKARTA, duniafintech.com – Konsumen gas LPG alis elpiji 12 Kg saat ini menjerit karena harga gas tersebut kini sudah membuat Rp180 ribu. Dilangsir dari CNNIndonesia.com, Selasa (4/1), beberapa pengecer sudah mengerek harga LPG (elpiji) non-subsidi 12 kilogram (kg) dan 5,5 kg.
Adapun hal ini berkaitan dengan kebijakan PT Pertamina (Persero) yang menaikkan harga gas secara bertahap sebesar Rp1.600—Rp2.600 per kg sejak Sabtu (25/12) lalu. Agen gas LPG di Jalan Bangka II, Pela Mampang, Jakarta Selatan, diketahui mematok gas 12 kg seharga Rp175 ribu. Harga itu naik Rp25 ribu dari yang sebelumnya Rp150 ribu.
“Pelanggan ada yang komplain, ‘Kok harganya naik tinggi?’ Ya tapi mau tidak mau, orang tetap beli,” kata seorang pengecer gas elpiji, Agus.
Pria berusia 40 tahun itu menyatakan, untuk gas ukuran 5,5 kg, ia menjualnya dengan harga Rp90 ribu atau naik Rp10 ribu dari yang sebelumnya Rp90ribu. Diakuinya, dirinya tidak bisa berbuat apa-apa dengan kenaikan harga ini sebab ia hanya mengikuti harga dari pusat.
“Saya inginnya sih turun lagi, tapi kan dari sananya naik. Kami penjual mengikuti pusat saja,” sebutnya.
Pengecer lainnya bernama Andri, juga mengaku terpaksa menjual gas ukuran 12 kg sebesar Rp165 ribu. Ia pun sebelumnya bisa menjual harga gas ukuran ini dengan harga Rp140 ribu saja. Di sisi lain, harga elpiji 5,5 kg dipatok Rp87.500 dari yang sebelumnya hanya Rp75 ribu.
Terkait dampak kenaikan harga pada pelanggan, pemuda 27 tahun ini menjawab bahwa imbasnya adalah jumlah pelanggan kini berkurang.
“Terasa karena kenaikannya lumayan sampai Rp25 ribu. Jadi, berpengaruh, berkurang yang beli,” tuturnya.
Hal yang sama dilontarkan oleh Nini, penjual gas eceran di jalan Pondok Jaya II, Pela Mampang, Jakarta Selatan. Perempuan paruh baya ini mengaku sempat mendapat keluhan dari pelanggan yang merasa kaget dengan kenaikan harga gas.
“Komplain kaget karena tidak ada pemberitahuan, dadakan. Tidak ada woro-woro di masyarakat,” ulasnya.
Sekarang, Nini menjual gas ukuran 12 kg seharga Rp180 ribu atau naik Rp30 ribu dari yang sebelumnya Rp150 ribu. Ia menambahkan, masyarakat merasa keberatan dengan kenaikan harga ini, tetapi mereka tetap membelinya lantaran gas menjadi salah satu kebutuhan pokok dalam rumah tangga.
“Dengan situasi seperti ini, mungkin orang agak berat, cuma kalau harus naik, gimana lagi karena itu kebutuhan pokok,” tandasnya.
Konsumen menjerit
Konsumen gas LPG ukuran 12 Kg bernama Mama Keni (54) mengaku terkejut lantaran sebelumnya ia tidak mengetahui informasi terkait kenaikan harga gas ini.
“Kaget karena belum tahu sebelumnya,” katanya.
Keni sendiri biasaya membeli gas ukuran 12 kg untuk kebutuhan selama satu bulan dengan harga Rp160 ribu. Akan tetapi, dengan kenaikan harga menjadi Rp180 ribu, ibu rumah tangga tersebut sekarang harus merogoh kocek lebih dalam.
Diakuinya pula, kenaikan harga cukup terasa sehingga dirinya harus lebih berhemat. Apalagi, harga kebutuhan pokok lainnya, seperti telur dan cabai, juga ikut meroket.
“Terasa juga, soalnya harga-harga kebutuhan lain ikut naik. Mau enggak mau, jadi lebih hemat saja. Telur, cabai, mahal lagi,” paparnya.
Di sisi lain, Sundari (47) pun mengaku kaget dan keberatan dengan kenaikan harga gas LPG non-subsidi. Hal itu karena sekarang ini keluarga kelas menengah atas pun perekonomiannya tidak stabil.
Maka dari itu, perempuan paruh baya ini sementara waktu memilih untuk beralih ke gas LPG subsidi 3 kg.
“Semakin banyak orang jadi kesulitan. Jadi, kebanyakan orang usahanya tidak lancar, jadi beralih ke subsidi,” tutur pengusaha kost-kostan ini.
Adapun sebelumnya, Sundari biasanya membeli gas ukuran 12 kg untuk kebutuhan selama satu bulan dengan harga Rp150 ribu. Namun, dengan kenaikan saat ini, dirinya harus membayar Rp180 ribu per tabungnya.
Alasan kenaikan harga
Untuk diketahui, Pertamina menaikkan harga gas non subsidi lantaran adanya lonjakan harga di level internasional.
“Besaran penyesuaian harga LPG non subsidi yang porsi konsumsi nasionalnya sebesar 7,5 persen berkisar antara Rp1.600—Rp2.600 per Kg. Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga LPG ke depan serta menciptakan fairness harga antardaerah,” kata Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Sub Holding Pertamina Commercial & Trading, Irto Ginting, pekan lalu.
Disampaikannya, naiknya harga LPG non subsidi inin dilakukan untuk merespons tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang 2021. Dalam catatannya, pada November 2021, harga CPA mencapai US$847 per metrik ton dan angka itu menjadi yang tertinggi sejak tahun 2014 silam atau naik 57 persen sejak Januari 2021.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra