KPR Syariah adalah jenis pembiayaan untuk pembelian rumah tinggal baru atau bekas dengan menerapkan prinsip atau akad murabahah atau akad lainnya. KPR (kredit pemilikan rumah) ini dapat dilakukan dengan jangka waktu yang pendek, menengah, bahkan panjang.
Pembiayaan rumah melalui metode yang islami ini semakin banyak diminati di Indonesia. Pasalnya, pembiayaan jenis ini menawarkan solusi pinjaman dana untuk membeli atau bahkan merenovasi rumah dengan berdasarkan syariat Islam.
Salah satu keuntungan menggunakan KPR syarah ini tentunya adalah tidak ada riba karena tidak adanya bunga yang dibebankan sepanjang masa kredit rumah tersebut. Dalam proses pengajuannya pun, KPR Syariah juga bisa kamu dapatkan di bank-bank syariah Indonesia atau meminta masukan dari pengembang perumahan tersebut.
Sistem yang berlaku untuk KPR Syariah
Dalam KPR Syariah, aturan pertama yang berlaku adalah tidak adanya perhitungan bunga dalam pembiayaan kredit rumah. Kredit syariah ini menggunakan skema jual beli dan bagi hasil, dan tidak memperbolehkan unsur-unsur yang bertentangan dengan agama Islam.
Untuk keuntungan yang diambil pihak penyedia layanan bukanlah berasal dari bunga cicilan yang dibayar penggunanya, tetapi berupa profit margin jika akad yang digunakan adalah murabahah. Kemudian, upah membuat rumah apabila dalam metode jual beli ishtishna’. Biaya sewa dalam akad ijarah muntahiyah bi tamlik atau sewa beli, dan bagi hasil keuntungan dalam akad musyarakah mutanaqishah.
Landasan hukum yang dipakai KPR Syariah
Dalam Islam, transaksi jual beli dengan mencicilnya sejatinya diperbolehkan, selagi tidak menggunakan skema yang mengandung unsur riba. Hal ini tentu tidak sama dengan transaksi yang melibatkan riba dalam jual beli tersebut.
Transaksi nonriba yang dilakukan pihak penyedia layanan KPR syariah dan konsumen biasanya lebih transparan. Artinya, pembeli sudah mengetahui kepastian dari harga yang harus dibayarkan sejak awal transaksinya membeli rumah.
Sedangkan dalam dasar hukum KPR Syariah, ada beberapa aturan yang mengatur sistem ini, di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Kemudian, Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bunga (Fa’idah). Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN MUI/IV/2000 Tentang Murabahah, lalu Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Istishna’. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik, dan terakhir Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah Mutanaqisah.
Jenis-jenis Akad KPR Syariah
Ada beberapa akad atau perjanjian yang kerap digunakan dalam KPR Syariah, yaitu murabahah dan musyarakah. Apa itu?
– Akad murabahah adalah fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada (calon) nasabah pembiayaan menggunakan skema jual beli yang sesuai dengan syariat Islam. Bank dapat secara langsung atau mewakilkan pembelian barang kepada supplier, dan kemudian menjualnya kepada (calon) Nasabah.
Perbedaan harga beli bank kepada supplier dan harga jual yang diberikan bank kepada calon nasabah itulah yang disebut sebagai margin atau keuntungan yang bisa diambil bank. Keuntungan itu akan diterangkan secara rinci kepada nasabah. Selama jangka waktu pembiayaan, pihak bank tidak boleh menaik-turunkan harga jual kepada nasabah tersebut. Artinya, harga yang telah disepakati tersebut merupakan harga tetap atau fixed price.
– Akad musyarakah mutanaqisah alias kerja sama antar bank dan nasabah untuk punya property dengan pembayaran hasil sewa sesuai dengan besarnya kepemilikan modal masing-masing pihak. Nasabah yang telah memakai akad ini, akan pelan-pelan membeli kepemilikan modal bank tersebut. Sehingga hingga akhir periode kerja sama, nasabah punya seluruh kepemilikan modal property yang diperjanjikan.
Cara mengajukan KPR Syariah
Setelah mengetahui banyak hal soal KPR Syariah, tentunya kamu sangat tertarik untuk mengajukan KPR ini, bukan? Gimana caranya? Sebelum itu, kamu juga harus memenuhi persyaratan yang diberikan oleh pihak bank, ya.
Calon nasabah merupakan WNI (Warga Negara Indonesia) yang memiliki usia minimal 21 tahun dan maksimal 55 tahun saat jatuh tempo pembiayaan. Kemudian, besar cicilan yang diambil oleh nasabah tidak boleh melebihi batas, yaitu 40 persen dari penghasilan bulanan.
Untuk kepemilikan rumah unit pertama, KPR Syariah mengijinkan unit yang belum selesai dibangun alias inden, lho. Tetapi itu tidak lagi berlaku untuk kepemilikan unit berikutnya. Hal yang harus kamu pastikan untuk mengajukan KPR Syariah adalah keberadaan properti yang ingin dibeli, kemudian persyaratan untuk pengajuan KPR, dan Informasi biaya KPR dan biaya jual beli property tersebut.
Penulis : Kontributor
Editor : Gemal A.N. Panggabean