JAKARTA, duniafintech.com – Kasus investasi bodong yang marak terjadi belakangan ini tampaknya terus bereskalasi. Sejak terungkap praktik ilegal yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal dengan ‘crazy rich’ lewat aplikasi Binomo dan Quotex, kini muncul pula kasus serupa lainnya.
Jika kasus binary option ini menyeret nama Indra Kenz dan Doni Salmanan yang telah ditetapkan menjadi tersangka, kini muncul kasus investasi yang diduga bodong lainnya, yang melibatkan pendakwah kondang Yusuf Mansur.
Yusuf pun viral usai dirinya membuat video klarifikasi yang menjelaskan duduk perkara kasusnya terkait berbagai bisnis yang sedang dikelolanya, dengan berbagai argumen yang sarat emosi.
Video Yusuf Mansur ini viral usai video viral sebelumnya mengenai PayTren di mana beberapa orang yang mengaku sebagai para korban PayTren yang berasal dari kalangan ‘orang susah’, menangis dan memohon agar uangnya dikembalikan.
Tak hanya itu, Yusuf pun dikabarkan telah digugat oleh 12 kliennya terkait kasus wanprestasi investasi hotel haji dan umrah.
Menyikapi fenomena ini, Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi berpandangan bahwa maraknya masyarakat yang menjadi korban investasi bodong ini karena rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat.
Perkembangan teknologi finansial (fintech) yang semakin maju tidak diiringi oleh peningkatan literasi masyarakat. Sehingga, berbagai investasi ilegal yang kerap kali menggunakan kecanggihan teknologi ini dengan mudah menjerat masyarakat.
“Persoalan mendasar adalah rendahnya literasi keuangan masyarakat, dan diperparah lagi dengan situasi ekonomi yang sedang sulit, sehingga masyarakat tergiur berinvestasi secara instan dengan harapan mendapatkan return yang tinggi tanpa kerja keras,” katanya kepada Duniafintech.com, Senin (11/4/2022).
Hal ini cukup beralasan, jika dilihat dalam Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2019 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan tercatat hanya sebesar 38,03%.Â
Indeks literasi keuangan masyarakat ini jomplang jika dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan yang mengalami peningkatan cukup signifikan dari tahun 2016, di mana indeks inklusi keuangan berada di level 76,19%.
Sehingga, menurut Fathan, perlu peran strategis pemerintah dan regulator untuk dapat mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat ini. Sebab, hanya dengan begitu masyarakat dapat terhindar dari jebakan investasi bodong.
“Regulator juga harus mengedukasi masyarakat mengenai cara berinvestasi yang aman dan pemahaman yang tuntas mengenai investasi yang sebaiknya dihindari,” ujarnya.
Politisi PKB ini menegaskan bahwa regulator harus tegas mencabut izin investasi bodong dengan kerjasama pihak-pihak terkait, seperti Kominfo, Bappebti, OJK, BI, Kementerian Keuangan, Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
“Tujuannya untuk mempersempit ruang gerak investasi bodong agar tidak berkembang,” ucapnya.
Sebab, investasi ilegal ini telah merugikan masyarakat hingga ratusan triliun rupiah. Pasalnya, berdasarkan data dari Satgas Waspada Investasi (SWI), dalam 10 tahun terakhir praktik investasi ilegal ini telah merampok uang masyarakat senilai Rp117,5 triliun.
Kerugian tersebut berasal dari berbagai macam investasi, baik pinjol ilegal, investasi logam mulia, penipuan aset kripto, maupun investasi skema ponzi, dan lainnya.
 Sementara itu, Ketua SWI Tongam Lumban Tobing mengatakan, pihaknya selaku wadah koordinasi 12 kementerian dan lembaga terkait telah melakukan dua tindakan utama dalam pencegahan dan penanganan dugaan tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi.
Pertama adalah tindakan preventif, di mana SWI menjalankan fungsinya dengan melakukan pemantauan kegiatan Investasi Ilegal; Koordinasi dengan anggota Satgas Waspada Investasi.
Dan melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat secara berkelanjutan dengan menekankan simplifikasi pencegahan keterlibatan masyarakat pada investasi ilegal yaitu lewat 2L (Legal dan Logis).
“Legal artinya masyarakat perlu teliti legalitas lembaga dan produknya. Logis artinya pahami proses bisnis yang ditawarkan, apakah masuk akal, sesuai dengan kewajaran penawaran imbal hasil yang ditawarkan perbankan,” katanya kepada Duniafintech.com, Senin (11/4).
Kedua, dengan melakukan tindakan represif. Dia menjelaskan, tindakan represif ini dilakukan untuk mencegah semakin banyaknya korban yang terjebak. Caranya adalah dengan menghentikan aktivitas investasi ilegal.
Lalu, SWI juga mengumumkan investasi ilegal kepada masyarakat melalui siaran pers. Kemudian, mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
“Dan juga, menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum,” ucapnya.
Kasus Investasi Bodong Terus Meluas
Sementara itu, kasus investasi bodong lewat aplikasi binary options Binomo, dengan tersangka Indra Kenz terus meluas. Tak hanya dirinya, kasus ini kini berkembang ke penersangkaan orang-orang terdekatnya.
Baru-baru ini Bareskrim kembali menetapkan tiga tersangka lainnya yaitu Vanessa Khong, pacar Indra Kenz; Nathania Kesuma, adik indra Kenz; dan Rudianto Pei, ayah Vanessa Khong, serta adik Vanessa Khong, Edric Khong.
Bertambahnya jumlah tersangka ini merupakan hasil dari pengembangan kasus Tindak Pidana Pencucian uang yang dilakukan tersangka Indra Kenz.Â
Usai ditetapkan menjadi tersangka, Vanessa dan Nathalia akan menjalani pemeriksaan polisi pada 14 April 2022. Polisi menduga tersangka tersebut mendapat aliran dana dari Indra Kenz dan membantu menyamarkan atau menyembunyikan dana hasil dari kejahatannya.Â
Dua tersangka itu dijerat pasal 5 dan atau pasal 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pasal 55 ayat 1e KUHP.
Karena itu, untuk mencegah hal yang sama terjadi,Tongam meminta agar masyarakat selalu berhati-hati dan waspada terhadap berbagai modus operandi yang dilakukan oleh investasi bodong, termasuk jika menerima aliran dana.
Artinya, masyarakat perlu teliti legalitas lembaga dan produknya. Cek apakah kegiatan atau produknya sudah memiliki izin usaha dari instansi terkait atau jika sudah punya izin usaha, cek apakah sudah sesuai dengan izin usaha yang dimiliki.
“Sebab, bisa jadi hanya mendompleng izin yang dimiliki padahal kegiatan atau produknya yang dilakukan tidak sesuai dengan izinnya,” ucapnya.
Penulis: Nanda Aria
Admin: Panji A Syuhada