28.2 C
Jakarta
Minggu, 22 Desember, 2024

Masa Depan UMKM di Tengah Fintech yang Kian Bergejolak Saat Pandemi

DuniaFintech.com – UMKM (Usaha Mikro, Kecil Menengah) kerap menjadi pelindung perekonomian Indonesia ketika musim krisis seperti saat ini menurut teori dan pengalaman Indonesia. Seperti yang telah terjadi ketika krisis moneter pada tahun 1998 dan resesi global pada tahun 2008. Dua kejadian besar itu menjadikan UMKM selalu menjadi kekuatan ekonomi Indonesia yang bertahan ketika sektor lain mengalami penurunan. Namun, bagaimanakah masa depan UMKM ditengah fintech yang kian bergejolak seperti saat ini di kala pandemi Covid-19?

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, Teten Masduki, mengatakan, meski UMKM Indonesia menyumbang 60 persen dari produk domestik bruto (PDB), hanya 14,5 persen yang berorientasi ekspor. Jumlah ini jauh di bawah Cina yang berada di kisaran 70 persen, menurut para ekonom, ini adalah target yang patut diraih.

Pandemi Covid-19 sebenarnya memberi pukulan yang berbeda terhadap masa depan UMKM di tengah gejolaknya sektor fintech yang tak menentu. UMKM tidak bisa kebal menghadapi resiko-resiko ekonomi yang dibawa oleh wabah ini. Ketersediaan modal adalah salah satu faktor terpenting bagi bisnis UMKM. Jika riwayat penjualan, arus kas, dan catatan pinjaman merupakan syarat kelayakan yang lazim berlaku bagi fintech lending sebelum menyalurkan kredit, maka itu semua mungkin tak lagi sepenuhnya berarti.

Baca Juga:

Sejarah menunjukkan, akses pendanaan bisa mendorong pertumbuhan UMKM untuk jadi penggerak ekonomi global. Namun, sekalipun sebagian besar startup dibidang fintech lending terbilang cukup berhasil, sektor bisnis skala kecil ternyata masih memegang peran penting untuk memperkuat nilai produksi suatu bangsa, tak terkecuali untuk usaha berskala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Sektor UMKM Indonesia saat ini kian resah karena semakin lama omzet yang dihasilkan semakin menurun. Masa depan UMKM pun tengah dipertaruhkan, seperti para penjual pulsa, pedagangan asongan, warung makan, hingga pedagang yang biasa berjualan di pasar. Di masa pandemi ini, aktivitas masyarakat di luar ruangan cenderung berkurang. Ini membuat pendapatan para pelaku UMKM jadi ikut merosot.

Sistem Baru Validasi di Era New Normal

Situasi yang tidak pasti mengharuskan lembaga penyalur kredit termasuk fintech untuk lebih cermat melakukan penilaian. Seperti yang dilakukan Modalku. Co Founder & COO Modalku, Iwan menyebut ada perbedaan mencolok dalam mekanisme penyaluran kredit antara sebelum dan setelah Covid-19 merebak.

Menurut Iwan “Umumnya stabilitas omzet jadi ukuran sebelum mereka memutuskan memberi kredit kepada UKM. Arus kas, aktivitas penjualan, dan riwayat kredit merupakan indikator yang mereka pegang teguh. Namun hal itu bergeser saat ini,” ujarnya. Ketidakpastian selama wabah menambah unsur kehati-hatian dalam melakukan scoring. Namun indikator yang dipakai pun bergeser banyak. Menurut Iwan pihaknya kini lebih mengedepankan prospek suatu bisnis terutama terkait dengan masa depan suatu sektor.

Meningkatkan volume produksi dan akses ke pasar global adalah kunci untuk mencapai target tersebut. Itu sebabnya, UMKM memerlukan dukungan lebih besar dari yang sudah ada saat ini.

Sayangnya, mengalokasikan dana yang besar untuk memperkuat bisnis lokal di tengah pasar global yang kompetitif ini, kerap menjadi perjuangan yang berat.  Sebagai makhluk sosial, sudah sepatutnya kita semua saling membantu. Tidak hanya pemerintah yang harus turun tangan, kamu pun sebaiknya turut serta mengulurkan bantuan.

(DuniaFintech/VidiaHapsari)

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU