26.3 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Minta Kenaikan Tarif PPN Ditunda, Ini yang Dikhawatirkan Pengusaha Mal

JAKARTA, duniafintech.com – Para pengusaha mal yang bernaung di bawah Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta pemerintah menunda pelaksanaan kenaikan tarif PPN atau Pajak Pertambahan Nilai.

Penundaan ini diharapkan bisa berlaku hingga keadaan ekonomi Indonesia kembali normal. Menurut Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja, pihaknya telah meminta pemerintah untuk menunda kenaikan PPN menjadi 11% yang bakal berlaku bulan depan, tepatnya per 1 April 2022.

“Pusat Perbelanjaan meminta kepada pemerintah untuk menunda pelaksanaan kenaikan tarif PPN menjadi 11% yang direncanakan akan berlaku efektif mulai 01 April 2022,” katanya, seperti dikutip dari Detik.com, Selasa (15/3/2022).

Ia berpandangan, permintaan ini didasari dengan menimbang dari sisi konsumen. Dikatakannya, APPBI menilai bahwa kenaikan PPN bakal memicu kenaikan harga produk dan barang-barang di pusat perbelanjaan sehingga membebani para konsumen.

“Rencana kenaikan tarif PPN harus ditunda sampai dengan tekanan ketidakpastian global berakhir atau sampai dengan kondisi perekonomian telah mulai pulih normal,” imbuhnya.

Menambah beban rakyat

Sebelumnya, permintaan yang sama juga dilayangkan oleh Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Banggar pun meminta pemerintah menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), utamanya untuk PPN barang komoditas impor.

Menurut kalangan legislatif, kenaikan harga-harga yang sering terjadi dikhawatirkan bakal menambah beban rakyat. Mengingat pandemi Covid-19 yang belum berakhir dan perang Rusia-Ukraina, kenaikan harga-harga pun melonjak tinggi.

Penyebabnya adalah Rusia sebagai negara penghasil gandum terbesar di dunia serta penghasil komoditas utama, seperti minyak bumi, gas dan berbagai produk mineral strategis, seperti emas, batubara, nikel, aluminium, tembaga, kobalt, titanium dan baja.

Atas sanksi yang diberikan negara-negara Barat terhadap Rusia beberapa waktu lalu, pasokan komoditas ini dalam sebulan terakhir mengalami kenaikan. Misalnya saja pada minyak jenis Brent sebesar 16,37%, minyak jenis WTI sebesar 14,63%, gas alam sebesar 18,55%, emas sebesar 8,08%, perak sebesar 11,40%, tembaga sebesar 3,01%, dan platinum sebesar 5,26%. 

Bukan hanya itu, kenaikan pada sektor bahan pangan pun terjadi dalam sebulan terakhir, misalnya gandum yang naik 38,74%, jagung 16,71%, dan gula 5,21%. Adapun kenaikan harga-harga komoditas utama dunia itu telah membuat sejumlah negara di Eropa, Amerika, dan Amerika Latin mulai menghadapi tekanan inflasi tinggi yang dramatis.

“Walaupun BPS dan BI belum mengeluarkan data inflasi terbaru, khususnya pada rentang Maret 2022, dimana saat perang di Ukraina berkecamuk, namun melihat tren kenaikan berbagai harga komoditas utama dunia maka besar kemungkinan tekanan inflasi di beberapa sektor komoditas tidak terhindarkan,” ucap Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, Sabtu (12/3/2022) lalu.

 

Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama

Admin: Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU