JAKARTA, duniafintech.com – Harga minyak goreng mengalami lonjakan harga dalam tiga bulan terakhir, atau sejak sebelum perayaan natal dan tahun baru (nataru) 2021. Di pasaran kenaikan harga minyak goreng mencapai Rp19.000 hingga Rp24.000/liter.
Untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng kemasan di dalam negeri, pemerintah melalui Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pun menetapkan program satu harga, yaitu sebesar Rp14.000/liter untuk kemasan 1 liter, 2 liter, 5 liter, hingga 25 liter.
Menanggapi besaran satu harga ini, Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan bahwa pihaknya sebagai pelaku usaha makanan cukup terbantu dengan kebijakan satu harga tersebut.
Hanya saja, menurutnya harga itu masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan harga jual minyak kemasan di negara jiran Malaysia. Di negara tetangga tersebut, sambungnya, harga jual minyak kemasan hanya dibanderol sebesar Rp10.000/liter.
“Kita dengan adanya minyak kemasan yang satu harga itu tentunya sangat membantu. Tapi kalau bisa, katanya sih di negara jiran Malaysia itu Rp10.000, sementara kita kan luasannya lebih luas daripada Malaysia tentang perkebunan kelapa sawit,” katanya kepada Duniafintech.com, Jumat (21/1).
Menurutnya, sebagai salah satu produsen kepala sawit terbesar di dunia, dengan luasan perkebunan yang lebih besar dari Malaysia, Indonesia harusnya dapat menetapkan harga minyak goreng yang lebih murah atau menyamai negara jiran tersebut.
Adapun, Indonesia pada 2021 memproduksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebesar 47,47 juta ton dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) mencapai 4,48 juta ton, sehingga total produksi sebesar 51,95 juta ton.
“Bagaimana, kalau bisa kita meniru harga dari Malaysia gitu kan, di bawah Rp10.000/liter. Itu sangat kita harapkan sekali dari pedagang warteg, ujarnya.
Mukroni menjelaskan, peningkatan harga minyak goreng belakangan ini berdampak besar terhadap omzet Warung Tegal. Pasalnya, kenaikan harga minyak goreng tersebut sangat signifikan, dari rata-rata Rp11.000 – Rp13.000/liter menjadi Rp.20.000/liter.Â
“Terus terang kalau minyak naik itu akan sangat merugikan. Kita juga akan menambah budget jadinya, anggaran untuk minyak yang tadinya sebelum kenaikan itu sekitar Rp13rb/liter terus naik menjadi Rp20rb/liter,” tuturnya.
Sedangkan, untuk kebutuhan masak sehari, tiap warteg dengan skala usaha kecil membutuhkan paling tidak tiga hingga empat liter per hari.Â
Ditambah lagi, pada awal-awal kenaikan harga pemerintah mewacanakan untuk melarang penjualan minyak goreng curah, padahal minyak goreng curah dapat menjadi alternatif pedagang untuk menyiasati kenaikan harga minyak goreng kemasan.
“Kan lumayan juga. Apalagi kita butuh itu 3-4 liter per hari untuk usaha warteg skala kecil. Jadi sangat memberatkan. Apalagi waktu itu minyak curah mau dicabut. Sementara minyak curah kan lebih murah daripada minyak kemasan. Jadi sangat memberatkan,” terangnya.
Penetapan Satu Harga Belum Merata
Sementara itu, kebijakan satu harga yang digalakkan oleh Kemendag belum merata di seluruh wilayah di Indonesia. Di Padang, Sumatera Barat misalnya, harga minyak dengan bandrol Rp14.000/ liter hanya berlaku di supermarket besar seperti Transmart.
Sementara di swalayan kecil dan warung-warung kelontong harga minyak goreng kemasan masih dibandrol beragam, mulai dari Rp19.000/liter hingga Rp20.000/liter atau Rp38.000-Rp39.000 untuk kemasan 2 liter.
“Udah (turun harga) tapi hanya di Transmart, di swalayan lain masih Rp39.000 per 2 liter,” kata Nina, salah seorang warga Padang kepada Duniafintech.com, Jumat (21/1).
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra