26.3 C
Jakarta
Minggu, 8 September, 2024

Modus Baru, Ada Minyak Goreng Curah Dibungkus Kemasan Premium

JAKARTA, duniafintech.com – Minyak goreng curah yang dibungkus kemasan premium didapati petugas di lapangan. Modus ini terjadi di tengah lonjakan harga minyak goreng tersebut.

Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo mengungkap ada temuan minyak goreng curah dikemas ulang atau repacking yang menjadi kemasan premium, kemudian dijual ke masyarakat.

Temuan itu didapat karena ada merek-merek baru yang biasanya tidak ada beredar di pasaran.

“Kami mendapatkan temuan-temuan memang ini dilakukan, tadi disampaikan oleh pak menteri modus repacking ini mengemas ulang minyak goreng curah. Saat ini muncul jenis jenis merek baru yang selama ini tidak ada di pasar,” katanya dalam konferensi pers mengenai Minyak Goreng Curah, Senin (4/4/2022), dikutip dari DetikFinance.

Sigit menegaskan, bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran seperti repacking akan ditindak tegas.

Selain itu, pengusaha juga diperingatkan jangan memalsukan dokumen terkait data subsidi minyak goreng curah.

“Kami akan pantau, menggeser kebutuhan curah ke industri kami akan tindak tegas. Memalsukan dokumen sehingga kemudian mendapatkan pembayaran subsidi yang tidak sesuai dengan realitas produksi, kita akan tindak juga,” tuturnya.

Hal itu juga ditegaskan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Ia mengatakan pemerintah sudah mengatur sanksi bagi perusahaan yang melanggar kebijakan pemerintah.

Sanksi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil Dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS.

“Misalnya produsen terkait produksinya tidak sesuai dengan lokasi dan jumlah yang sudah ditetapkan Permenperin, adanya tindakan tindakan berkaitan dengan repacking. Repacking itu tidak boleh dari MGS curah. MSG curah ini juga tidak boleh sama sekali untuk industri-industri menengah maupun besar,” jelas dia.

Jadi sorotan media asing

Di sisi lain, Indonesia saat ini tengah menjadi sorotan media asing gegara kelangkaan minyak goreng. Polemik kelangkaan minyak goreng di Indonesia, yang sejauh ini juga menjadi sorotan media-media nasional.

Yang ironisnya lagi, kelangkaan minyak goreng ini diketahui terjadi di negara produsen kelapa sawit (CPO) terbesar dunia. Adapun media The Economist diketahui menyoroti masyarakat di Jawa Tengah hingga Kalimantan Timur yang harus mengantre untuk membeli minyak goreng sawit murah.

“Di Kalimantan Timur, di Pulau Kalimantan, yang menghasilkan hampir dua perlima minyak sawit Indonesia, setidaknya dua ibu rumah tangga meninggal saat mengantre,” tulis The Economist, dikutip pada Senin (4/4) kemarin.

Pada Februari lalu, pemerintah sempat mematok harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng Rp14 ribu per liter untuk minyak kemasan dan Rp11.500 untuk minyak curah. Dalam semalam, rak-rak di berbagai pasar dan ritel kosong di berbagai daerah di Indonesia.

Ketika minyak goreng sawit kosong, kebanyakan orang Indonesia kehilangan akses lantaran minyak nabati impor menjadi barang mewah yang tidak terjangkau untuk dibeli. Akan tetapi, lucu sekaligus ironis, ketika HET minyak goreng kemasan dicabut, secara ajaib minyak goreng kemasan muncul kembali. Kendati demikian, harganya naik lebih dari tiga kali lipat.

Menurut Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, kenaikan harga minyak goreng ini merupakan kesalahan pada beberapa faktor, termasuk perang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19. Per Februari 2022, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pun memang melonjak sebesar 40 persen ketimbang tahun sebelumnya.

Lalu, pada Januari, pemerintah memberlakukan kewajiban pasar domestik (DMO) 20 persen untuk semua produsen yang diharapkan dapat menekan harga eceran. Akan tetapi, hanya berlangsung sebulan, usai pemasok menolak dengan keras, pemerintah pun menghapus DMO demi mengenakan pungutan ekspor yang lebih tinggi terhadap CPO.

Adapun minyak goreng di bawah skema DMO awal dijual dengan harga tetap, yang menurut produsen menyulitkan untuk menutupi biaya produksi.

“Perbedaan besar antara harga CPO dan DMO lah yang mengakibatkan pembelian panik dan penimbunan yang terjadi,” kata Yeka.

 

 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU