JAKARTA, duniafintech.com – Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bima Yudhistira menyebutkan bahwa pembengkakan biaya operasional menjadi pemicu dari pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dilakukan perusahaan logistik dan pengiriman PT SiCepat Ekspres Indonesia atau SiCepat Ekspres.
Utamanya, sambungnya, dipicu oleh peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, PT Pertamina telah menaikkan harga BBM nonsubsidi per 12 Februari. Sehingga, peningkatan harga BBM ini jelas berpengaruh pada peningkatan biaya operasional perusahaan logistik SiCepat.
“Mereka mengantisipasi juga nih, kalau biaya bahan bakar khususnya BBM nonsubsidi mengalami penyesuaian pastinya costnya akan meningkat signifikan,” katanya kepada Duniafintech.com, Kamis (17/3).
Sedangkan, lanjutnya, peningkatan biaya operasional yang disebabkan oleh peningkatan harga BBM nonsubsidi tersebut tidak mungkin dibebankan kepada konsumen secara langsung.
Sehingga, hal yang dilakukan perusahaan adalah dengan cara subsidi silang. Menutup peningkatan biaya operasional dengan kas perusahaan agar tetap memberikan layanan yang murah ke konsumen.
“Kalau cost pengiriman atau biaya bahan bakarnya meningkat mereka tidak bisa semudah itu meneruskan biaya-biaya itu ke konsumen, berat buat mereka,” ujarnya.
Namun, tindakan ini kemudian bermuara pada efisiensi perusahaan. Di mana perusahaan kemudian melakukan PHK massal terhadap 365 karyawannya, termasuk kurir dan karyawan tetap.
Di samping itu, persaingan ketat industri logisti juga ditengarai menjadi penyebab PHK massal Sicepat Express. Menurut Bhima, persaingan industri logistik nasional tidak sehat.Â
Pasalnya, dengan pertumbuhan industri ini dalam beberapa tahun belakangan telah menyebabkan persaingan harga yang sengit.
Dia mencontohkan, untuk satu wilayah atau bahkan RT saja terdapat beberapa mitra dari berbagai perusahaan logistik. Sehingga, untuk dapat menggaet pasar, masing-masing perusahaan harus bersaing secara harga.
Yang terjadi kemudian adalah masing-masing perusahaan logistik melakukan banting-bantingan harga, yang tidak kuat secara permodalan akan tersingkir dari persaingan.
“Sebab, bagi konsumen selisih harga antara Rp2.000 hingga Rp3.000 akan membuat konsumen beralih ke jasa logistik yang lebih murah,” ucapnya.
Sementara itu, booming e-commerce yang melatari pertumbuhan industri logistik juga bergerak lebih pelan dari sebelumnya.Â
Industri e-commerce yang selama ini jor-joran memberikan promo atau diskon, kini telah mulai menguranginya. Sehingga berdampak pada penurunan permintaan logistik.
“Ditambah banyak juga toko-toko e-commerce yang mengalami penurunan permintaan karena memang kondisi daya beli masyarakat sedang tertekan dan ini berpengaruh sekali terhadap pendapatan jasa logistik,” ucapnya.
Adapun, PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Kenaikan harga BBM berlaku untuk jenis Pertamax Turbo, Dexlite, dan harga BBM Pertamina Dex.Â
Kenaikan harga BBM ini sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020. Kenaikan harga BBM Pertamina berbeda-beda di setiap wilayah Indonesia, yaitu berkisar Rp1.500 hingga Rp 2.650 per liter.
Di wilayah DKI Jakarta, harga BBM Pertamina Dex (CN 53) naik dari Rp 11.150 per liter menjadi Rp 13.200 per liter dan jenis Dexlite dengan Cetane Number (CN) 51 naik dari Rp 9.500 per liter menjadi Rp 12.150 per liter.
Harga BBM Pertamina jenis Pertamax Turbo (RON 98) naik dari Rp 12.000 per liter menjadi Rp 13.500 per liter. Sementara, Pertamina belum menaikkan harga Pertamax dan Pertalite. Di Pulau Jawa, harga BBM Pertamax masih dijual Rp 9.000 per liter.Â
Penulis: Nanda Aria
Admin: Panji A Syuhada