26.7 C
Jakarta
Jumat, 20 September, 2024

Pembiayaan Infrastruktur Anjlok 88%, Investor Khawatir di Tengah Ketidakpastian Politik

JAKARTA – Fakta terbaru terkait perkembangan pembiayaan infrastruktur sejak Mei 2024 mengalami penurunan.

Dibandingkan dengan Mei tahun 2023 sebesar Rp101,19 triliun. Kini alami penurunan sebesar 88,41% year-on-year (yoy). Data tersebut diungkap Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dari sejumlah pembiayaan ditemukan data, jenis kegiatan usaha yang paling besar menyumbang pembiayaan infrastruktur diantaranya, pinjaman langsung (direct landing) mengalami penurunan sebesar 79,46% yoy dari Rp51,60 triliun pada Mei 2023 menjadi Rp10,59 triliun pada Mei 2024.

Laba perusahaan pembiayaan infrastruktur juga turut tergerus hingga 95 persen yoy menjadi Rp48 miliar dibandingkan dengan Rp1,01 triliun pada Mei 2023 lalu.

Selanjutnya, beban perusahaan tak luput dari penurunan meski tidak terlalu signifikan.

Data Mei 2023 menunjukkan adanya penurunan sebesar Rp2,24 triliun menjadi Rp481 miliar atau turun 79% yoy.

Senada dengan pendapatan yang turut mengalami penurunan sebesar 84% yoy.

Penurunan dari Rp3,46 triliun di Mei 2023 menjadi Rp546 miliar di Mei 2024.

Kondisi penurunan tersebut mendapat perhatian khusus dari Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti Soeryaningrum Agustin.

Menurut Esther, saat ini pembiayaan infrastruktur tetap mendominasi pendanaan dari kredit perbankan.

Sebab, menurutnya hal itu merupakan sumber pendanaan jangka pendek.

Ia menilai, pembiayaan infrastruktur seharusnya mendapatkan lebih banyak sumber pendanaan jangka panjang.

Hal ini kata Esther disebabkan payback pada periode proyek infrastruktur jangka panjang.

Sektor Konstruksi Alami Kenaikan

Data pada Mei 2024 dari sektor konstruksi yang menyalurkan kredit perbankan yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) angkanya mencapai Rp240,87 triliun.

Data BPS tersebut menunjukkan adanya kenaikan sebesar 0,20% yoy dibandingkan dengan sebesar Rp240,37 triliun.

Secara bulanan, angka tersebut juga menunjukkan adanya peningkatan.

Data Juni 2024 dari segi pembiayaan kredit perbankan sektor konstruksi juga mengalami kenaikan sebesar 0,63% month-to-month (mtm) menjadi Rp242,40 triliun.

Untuk itu Esther berharap, pemerintah mampu meningkatkan komunikasi sehingga perusahaan swasta dapat diikutsertakan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur.

Tentunya menggunakan skema yang tepat atau public private partnership.

Menjelang Pemerintahan Prabowo Pembiayaan infrastruktur Menyusut

Nasib perusahaan multifinance atau perusahaan pembiayaan menjelang pemerintahan Prabowo tampaknya tak begitu menjanjikan.

Faktanya, justru pembiayaan infrastruktur semakin mengalami penyusutan.

Data yang disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pembiayaan infrastruktur pada Mei 2024 mengalami penurunan sebesar 88,41% year-on-year (YoY) menjadi sebesar Rp11,71 triliun, dibanding dengan Rp101,19 triliun pada Mei 2023.

Rata-rata pembiayaan infrastruktur di tahun 2024 hanya mampu mencatat dua digit.

Data pada peiode Januari-Mei 2024 rata-rata hanya Rp11,58 triliun.

Sedangkan rata-rata pembiayaan infrastruktur pada periode Januari-Mei 2023 angkanya mencapai Rp101,15 triliun.

Pengamat Sebut Karena Pengaruh Ketidakpastian Politik

Adanya ketidakpastian politik terutama dari segi anggaran pemerintah turut menyumbang penyebab menurunnya pembiayaan infrastruktur.

Hal itu disampaikan Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda.

Ia menilai dampak ketidakpastian dari presiden terpilih yang belum dilantik menjadi isu bagi developer infrastruktur di Indonesia.

Meski demikian, kata Nailul, tampaknya Presiden Jokowi tetap santai dan terlihat happy.

Sementara arah pembangunan Jokowi dan Prabowo ada perbedaan fokus yang menyebabkan menyusutnya pembiayaan infrastruktur tersebut.

Sedangkan Prabowo lebih menekankan pada sektor pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU