duniafintech.com – Saat Blockchain dan kripto aset pertama kali membuat gebrakan, banyak orang yang menganggap dua teknologi baru ini sebagai pengganggu susunan finansial yang sudah ada. Ini karena keberadaan kripto aset membuat transaksi jadi tidak memerlukan orang ketiga, peran yang selama ini diambil oleh bank dan lembaga finansial tradisional lainnya. Lantas, bagaimana penetrasi Blockchain di Indonesia?Â
Tidak seperti perbankan konvensional, kripto aset didukung oleh sebuah sistem bernama Blockchain. Blockchain pada dasarnya berfungsi sebagai buku besar terdistribusi yang mencatat setiap transaksi yang terjadi. Untuk mengubah data yang sudah tertulis di dalam sistem Blockchain, nodes atau komputer lain harus melakukan verifikasi sebelum transaksi diselesaikan. Cara kerja bagaimana informasi didistribusikan dan diverifikasi membuat banyak orang yang memuji Blokchain sebagai alat yang mendemokratisasi jasa keuangan.
Baca juga: Indonesia Security Summit Kembali untuk Putaran Kedua
Penetrasi Blockchain di Indonesia Hingga 2019
Soal teknologi Blockchain, Indonesia dikatakan sedang berada di garis depan. Bahkan termasuk ke dalam salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang secara aktif menunjukkan ketertarikan kepada Blockchain. Pada bulan Januari 2018 lalu misalnya, Bank Indonesia mengumumkan akan meluncurkan mata uang digital sendiri yang didukung teknologi Blockhain.
Sambutan baik Bank Indonesia terhadap teknologi Blockchain mendorong bank-bank lain di Indonesia untuk melakukan eksplorasi mengenai kemungkinan apa yang bisa dicapai dengan Blockchain. Berdasarkan laporan, setidaknya ada 5 bank besar Indonesia termasuk BNI, BRI, Bank Mandiri, Bank Danamon dan Bank Permata sedang merencanakan penerapan Blockchain ke dalam sistem mereka.
Manfaat Penetrasi Blockchain Bagi MasyarakatÂ
Berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat ke-14 dalam daftar negara yang paling banyak menerima remitansi dari penduduk lokal yang berada di luar negeri dengan perkiraan pengiriman uang sebesar $10,5 juta yang dikirimkan oleh para pekerja di luar negeri. Remitansi sendiri terkenal sebagai cara yang digunakan oleh pekerja di luar negeri untuk mengirimkan uang kepada keluarganya di tanah air.
Terlebih lagi, remitansi selama ini selalu diselesaikan melalui jasa bank atau perantara pihak ketiga seperti Western Union yang masing-masing mengambil keuntungan dari transaksi yang dilakukan. Dengan adanya teknologi Blockchain, Indonesia bisa meningkatkan pemasukan dari keuntungan remitansi karena kemampuannya menghapus peran pihak ketiga. Selain itu, transfer dana bisa berlangsung lebih efisien dengan biaya yang lebih murah bahkan gratis.
Baca juga: Reserve Bank of India Mengembangkan Platform Perbankan Blockchain
Blockchain juga sudah membantu perkembangan industri musi di tanah air yang selama ini menjadi industri kreatif dengan pertumbuhan tercepat dibanding 16 sektor lainnya. Pada bulan April 2019 lalu, Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) mengumumkan rencana untuk melindungi hak cipta para musisi dengan menggunakan teknologi Blockchain.Â
Keberadaan teknologi ini selain untuk menyimpan seluruh karya musisi dalam satu database, juga untuk melacak serta mengawasi aktivitas download, penggunaan online hingga penghitungan royalti. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) memperkirakan Indonesia memiliki setidaknya 2 juta musik namun hanya 300.000 yang terdaftar.
Fitur keamanan Blockchain yang kuat juga dapat memastikan proses pemungutan suara yang aman dan aman. Horizon State, sebuah perusahaan Blockchain yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat tahun lalu mengumumkan kemitraan strategis dengan Dr Marzuki Usman, mantan ketua Bursa Efek Jakarta dan perusahaan fintech Morgan De Vere dan MCV-CAP untuk menyediakan layanan Blockchain ke Indonesia.Â
State Horizon berspesialisasi dalam keterlibatan masyarakat yang aman. Platform yang disediakan perusahaan ini memungkinkan orang untuk berkolaborasi secara demokratis dengan menyediakan alat yang memungkinkan sistem pemungutan suara yang aman dari gangguan. Ini memastikan proses pengambilan keputusan di tempat kerja, komunitas, atau daerah pemilihan tertentu menjadi efisien dan transparan.
Indonesia juga merupakan negara dengan banyak bisnis kecil, dan pengenalan Blockchain dapat meningkatkan sektor ini juga. Banyak perusahaan kecil di Indonesia tidak dapat menggunakan mekanisme pembayaran digital karena tingginya biaya yang ditetapkan oleh perusahaan kartu kredit atau bank. Blockchain memberi perusahaan alternatif yang lebih murah dan lebih birokratis untuk itu.
Komunitas Penetrasi Blockchain Tanah Air
Dengan dukungan dari bank sentral dan dengan lebih banyak perusahaan merangkul Blockchain, tidak mengherankan bahwa lebih banyak perusahaan atau inisiatif spesifik Blockchain sedang dibentuk di Indonesia. Contoh dari start-up yang mengambil keuntungan dari tren penetrasi Blockchain adalah Blockchain Zoo. Berbasis di Bali, Blockchain Zoo adalah perusahaan pertama yang menawarkan layanan konsultasi Blockchain di negara ini.
Komunitas Blockchain berkembang di Indonesia sedemikian rupa sehingga Asosiasi Blockchain Indonesia telah didirikan oleh enam perusahaan Blockchain yang beroperasi di Indonesia.
Pada bulan Agustus 2018, asosiasi ini bersama dengan organisasi lain seperti Kamar Dagang dan Badan Industri untuk Ekonomi Kreatif, dan Hara (proyek Blockchain untuk dampak sosial) berkumpul untuk meluncurkan hub Blockchain pertama di Indonesia.
Blockchain Hub Indonesian ini akan menyatukan komunitas Blockchain lokal untuk berfungsi sebagai platform untuk kolaborasi dan jaringan antara berbagai proyek Blockchain Indonesia dan global.
Indonesia harus dipuji karena merangkul teknologi seperti itu daripada memandangnya sebagai gangguan atau ancaman. Yang penting sekarang adalah bahwa Indonesia memanfaatkan dengan baik potensi pertumbuhan industri ini dan tidak membiarkannya sia-sia.
Tantangan Penetrasi Teknologi Blockchain di Tahun 2019
Meskipun cukup banyak pencapaian yang berhasil kita raih, namun bukan berarti semua langkah yang dilakukan oleh penyelenggara Blockchain bisa berjalan mulus. Adaptasi Blockchain saat ini masih tergolong dini. Oleh karena itu wajar jika masih banyak pihak yang merasa ragu terhadap penerapannya. Apalagi biaya yang harus dikerahkan untuk beralih ke sistem Blockchain ini tidaklah murah.
Menurut Muhammad Deivito dari Asosiasi Blockchain Indonesia, tantangan terberat yang dihadapi dalam penetrasi Blockchain saat ini adalah bagaimana mereka meyakinkan masyarakat luas tentang potensi besar yang akan dibawa oleh Blockchain untuk mengatasi permasalahan di tanah air.
Salah satu langkah yang terus dilakukan hingga saat ini adalah edukasi dan sosialisasi yang tidak henti. Pemahaman dasar yang membedakan kripto dengan Blockchain juga masih harus disebarkan lagi dan itu menjadi tugas bagi para pelaku industri Blockchain.
Tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain di dunia, untuk menerapkan fungsi Blockchain dengan utuh perlu edukasi dan biaya yang tak sedikit agar manfaatknya bisa dirasakan. Tidak heran jika banyak perusahaan memutuskan untuk mengalang dana dengan memanfaatkan ICO. Karena banyaknya penipuan ICO, hal penting yang harus dilakukan oleh regulator adalah membuat aturan dan menciptakan ekosistem kondusif bagi ICO di masa depan.
Beberapa contoh di atas hanya sebagian kecil dari langkah-langkah nyata yang dilakukan oleh pemerintah untuk memanfaatkan Bitcoin. Jika di semester pertama tahun 2019 saja kita sudah mencapai banyak sekali kemajuan, bagaimana dengan semester depan dan tahun-tahun selanjutnya? Dengan kemajuan sepesat ini, tidak berlebihan rasanya kalau kita menunggu gebrakan yang lebih besar lagi dari para penggerak industri Blockchain Indonesia.
Image by Tumisu from Pixabay
-Dita Safitri-