JAKARTA, 11 Oktober 2024 – Plus minus bunga pinjaman menjadi topik hangat dalam beberapa hari terakhir ini. Industri fintech P2P lending atau pinjaman online tengah bersiap menghadapi penerapan pemangkasan tingkat manfaat ekonomi atau bunga pinjaman.
Berdasarkan ketentuan terbaru, bunga pinjaman konsumtif akan turun menjadi 0,2% per hari mulai 1 Januari 2025, dari sebelumnya 0,3% per hari.
Untuk pinjaman produktif, manfaat ekonomi akan turun menjadi 0,067% per hari pada 1 Januari 2026, dari saat ini 0,1% per hari.
Ilustrasi Bunga Pinjaman Online
Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menjelaskan bahwa karena bunga ini dihitung harian, akumulasinya dalam sebulan bisa menjadi cukup tinggi. Ia mencontohkan, bunga pinjaman konsumtif sebesar 0,3% per hari dapat mencapai 9% dalam sebulan.
“Jika dibandingkan dengan suku bunga Bank Indonesia, angka ini jauh lebih tinggi, sehingga penurunan bunga perlu dipertimbangkan oleh OJK, karena bunga tinggi berdampak pada banyak hal,” ujarnya.
Menurut Heru, bunga yang tinggi dapat mempengaruhi tingkat pengembalian pinjaman. Meskipun TWP90 (Tingkat Wanprestasi Pinjaman) industri P2P lending masih berada di level aman, yakni 2,38% per Agustus 2024, ia tidak menutup kemungkinan adanya platform yang memiliki TWP90 lebih dari 5%.
“Kita telah melihat beberapa penyedia besar gagal bertahan karena tidak mampu mengelola pengembalian. Salah satu penyebabnya adalah bunga yang tinggi, karena orang jadi sulit mengembalikan pinjaman,” jelas Heru.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa keberlanjutan industri ini harus tetap dijaga, dan OJK perlu memperketat pemberian izin bagi penyelenggara P2P lending. Ia juga menekankan pentingnya edukasi bagi masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan pinjaman online dan berhati-hati sebagai investor.
Plus Minus Bunga Pinjaman Online
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyebut bahwa penurunan bunga pinjaman online akan meningkatkan permintaan dari sisi peminjam karena bunga yang lebih rendah.
Namun, di sisi lain, hal ini bisa mengurangi minat lender atau pemberi pinjaman, terutama lender ritel.
“Bagi lender, imbal hasil investasinya akan semakin kecil, sehingga minat investasi bisa berkurang. Dengan BI rate yang menurun, investor akan mencari investasi dengan pengembalian yang lebih tinggi. P2P lending masih bisa menjadi salah satu alternatif, namun perlu memperhitungkan sisi peminjam, pemberi pinjaman, dan industri secara keseluruhan,” jelas Huda.