25 C
Jakarta
Selasa, 24 Desember, 2024

PP Muhammadiyah Haramkan Kripto Sebagai Mata Uang, Ini Tanggapan Analis

JAKARTA, duniafintech.com – Setelah beberapa bulan sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram kripto sebagai mata uang, kini hal senada juga disampaikan oleh PP Muhammadiyah lewat majelis tarjih dan tajdid.

Fatwa Tarjih tersebut terungkap dari laman resmi PP Muhammadiyah. Alasan dikeluarkannya fatwa tersebut adalah karena bitcoin dkk. dinilai memiliki kecenderungan mengandung unsur ketidakpastian (gharar), perjudian (maisir), dan belum disahkan negara sebagai mata uang resmi.

“Dan masyarakat belum sepenuhnya paham mengenai mata uang digital ini sehingga sangat berisiko,” tulis dalam laman Muhammadiyah.or.id, Kamis (20/1).

Hanya saja, putusan tersebut tidak bersifat mutlak. Dalam laman yang sama juga disebutkan bahwa mungkin saja suatu saat putusan tersebut dapat berubah, sesuai dengan perkembangan zaman.

“Misalnya, Majelis Tarjih pernah mengeluarkan fatwa keharaman melukis dan menggambar, namun kemudian berubah jadi boleh dengan syarat tidak jadi sesembahan,” tulis keterangan yang sama.

Adapun, menanggapi hal ini Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa pihaknya mengapresiasi keluarnya Fatwa yang mengharamkan Bitcoin sebagai alat bayar dan Investasi dari Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah.

“Saya mengapresiasi atas keluarnya Fatwa yang mengharamkan bitcoin sebagai alat bayar dari Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah,” ucapnya.

Pasalnya, menurutnya fatwa haram tersebut sudah tepat karena sampai saat ini penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran bertentangan dengan Pasal 23 B UUD 1945 jo. Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang.

Dalam UU tersebut menyebutkan bahwa hanya mata uang rupiah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah. 

“Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di NKRI dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah,” ujarnya.

Sedangkan bitcoin dkk. sebagai alat Investasi sampai saat ini, sambungnya, masih menunggu pengumuman resmi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan RI.

Menurutnya, definisi cryptocurrency adalah uang digital terdesentralisasi, berdasarkan teknologi blockchain. Cryptocurrency tidak memiliki otoritas penerbit pusat seperti bank atau pemerintah. 

“Transaksi dilakukan secara anonim dan dicatat serta diamankan menggunakan teknologi blockchain, yang mirip dengan buku besar bank,” tuturnya.

Sementara itu, antusiasme yang tinggi dari masyarakat/investor secara luas membuat bitcoin dekat dengan masyarakat, bahkan masyarakat yang melakukan investasi di Bitcoin terus mengalami kenaikan yang signifikan, bahkan tahun 2022 , investor bitcoin diperkirakan berjumlah 10 juta hingga 11 juta investor.

Peminat masyarakat/investor yang terus meningkat terhadap Bitcoin, Pemerintah harus mempersiapkan Draft RUU tentang regulasi Bitcoin sebagai alat pembayaran dengan cara mengamandemen Pasal 23 B UUD 1945 jo. Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU