25.8 C
Jakarta
Kamis, 28 Maret, 2024

Sri Mulyani Lagi Happy Banget Gara-gara APBN 2021

JAKARTA, duniafintech.com – Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, sedang bergembira. Hal itu terjadi karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 lalu.

Ani, sapaannya, tampak semringah saat memaparkan kinerja sementara APBN tahun lalu, tepatnya saat mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu memasuki ruangan konferensi pers APBN Kita awal pekan ini.

Dilangsir dari Kompas.com, Kamis (6/1), hal itu menyusul pendapatan negara secara keseluruhan memenuhi atau bahkan melampaui target APBN. Dalam catatan Sri Mulyani, pendapatan negara pada tahun lalu menembus angka Rp2.003,1 triliun atau melejit 114,9 persen dari target APBN, yakni Rp1.743,6 triliun.

Sampai dengan Desember tahun lalu, pendapatan negara tumbuh 21,6 persen secara tahunan (year on year/yoy) ketimbang tahun sebelumnya yang bernilai Rp1.647,8 triliun. Adapun dengan tercapainya target pendapatan ini membuat defisit fiskal agak menyusut.

Menurut data, pembiayaan utang neto berkurang Rp310 triliun dari target APBN 2021 sejalan dengan turunnya defisit APBN. Diketahui, defisit APBN mencapai Rp783,7 triliun atau setara dengan 4,65 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) RI. Defisit ini lebih rendah Rp222,7 triliun ketimbang target APBN Rp1.006,4 triliun.

“Saya sudah memberikan indikasi pada bulan lalu defisit 2021 kemungkinan tembus 5,1—5,4 persen, tapi ternyata jauh lebih baik dari estimasi,” ujar Sri Mulyani.

Lantas, apa saja yang membuat Sri Mulyani begitu happy pada pekan ini?

Penerimaan pajak

Menurut laporan Sri Mulyani, penerimaan pajak tumbuh 19,2 persen (yoy) mencapai Rp1.277 triliun. Adapun penerimaan ini telah mencapai 103,9 persen dari target APBN Rp1.229,6 triliun. Ia pun menyatakan, penerimaan pajak ini berhasil terlewati karena didorong oleh membaiknya penerimaan dari mayoritas sektor utama yang menyumbang penerimaan.

Rinciannya adalah PPh non migas tumbuh 17,3 persen mencapai Rp 696,5 triliun. Capaian tersebut ditopang oleh tumbuhnya aktivitas ekonomi. Di sisi lain, PPh migas naik lantaran tingginya harga komoditas seperti batu bara.

“Karena (harga) komoditas melonjak luar biasa, pajak sektor pertambangan menjadi 60,52 persen dari minus 43,4 persen. Itu lonjakan (terjadi) pada kuartal III saat delta (varian Covid-19) membabi buta, kami naiknya justru tiga kali lipat,” ulasnya.

Di sisi lain, PPN mencapai 106,3 persen terhadap APBN atau tercatat Rp551 triliun. Diketahui, capaian PPN ini telah di atas level sebelum pandemi Covid-19, yang hanya bernilai Rp531,6 triliun.

Selanjutnya, PPh 21 tumbuh 6,2 persen yang berkontribusi 11,7 persen. Adapun PPh 22 impor tumbuh 49,3 persen dengan kontribusi 3,2 persen dan PPh OP tumbuh 6,9 persen. Berikutnya, PPh badan tumbuh 25,6 persen, PPh 26 tumbuh 24,1 persen, PPN Dalam Negeri (DN) tumbuh 14 persen, dan PPN Impor tumbuh 36,3 persen.

Kepabeanan dan cukai

Kepabeanan dan cukai diketahui menyentuh angka Rp269 triliun atau tumbuh 26,3 persen (yoy) ketimbang tahun 2020 lalu yang sebesar Rp213 triliun. Sebagai informasi, realisasi kepabeanan dan cukai ini telah mencapai 125,1 persen dari target APBN yang sebesar Rp215 triliun.

Rinciannya, cukai mencapai Rp195,5 triliun atau tumbuh 10,9 persen. Realisasi ini telah 108,6 persen dari target APBN. Sementara itu, bea masuk mencapai Rp38,9 triliun atau tumbuh 19,9 persen, dengan realisasi mencapai 117,2 persen dari target APBN. Kemudian, bea keluar Rp34,6 triliun atau meningkat 708,2 persen.

“Itu bukan tumbuh, itu meloncat dari Rp4,3 triliun (tahun 2020) menjadi Rp34,6 triliun. Ini menggambarkan sebagian dari komoditas dan juga recovery yang didukung dengan ekspor yang tumbuhnya di atas 46 persen,” paparnya.

PNBP

Sejalan dengan sejumlah penopang pendapatan negara lainnya, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pun ikut tumbuh sebesar 31,5 persen (yoy) dan menjadi Rp452 triliun dari Rp343,8 triliun. Sampai akhir tahun lalu, realisasinya sudah mencapai 151,6 persen terhadap target APBN pada angka Rp298,2 triliun.

Rinciannya, Pendapatan SDA migas tumbuh 41,9 persen menjadi Rp98 triliun. Adapun porsinya sudah 130,7 persen dari target dalam APBN, yang didukung oleh kenaikan ICP. Kemudian, pendapatan SDA non migas tumbuh 87,6 persen menjadi Rp 52,8 triliun atau 181,4 persen dari target APBN.

Untuk diketahui, kenaikannya didukung oleh lonjakan harga komoditas minerba batu bara, tembaga, dan nikel, serta didukung sektor kehutanan dan panas bumi. Sementara itu, pendapatan PNBP lainnya naik 35,9 persen mencapai Rp151,1 triliun atau 138,4 persen dari target. Di sisi lain, pendapatan BLU naik 72,5 persen atau Rp119,5 triliun, yakni 203,3 persen dari target dalam APBN.

“PNBP suatu lonjakan yang luar biasa, bahkan sudah jauh melampaui pre-Covid-19 level yang Rp409 triliun tahun 2019. Penerimaan SDA melonjak karena adanya komoditas, ada pengaruhnya ICP yang lifting-nya lebih kecil, tapi harganya naik, harga batu bara, nikel, CPO naik,” tutupnya.

 

Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama

Editor: Anju Mahendra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE