31.7 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Sritex Punya Utang di Bank Total Rp12,66 Triliun, BCA Sebut Kualitas Kredit Tergolong Baik

JAKARTA, 30 Oktober 2024 – Sritex punya utang di bank dengan angka total mencapai Rp12,66 triliun. Sejumlah bank yang menjadi kreditur PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex (SRIL) mulai merespon dengan berbagai tanggapan.

Respon dari bank tersebut muncul pasca Pengadilan Negeri Niaga Semarang menetapkan Sritex pailit.

Menaggapi hal itu, PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (Bank Danamon) memberikan tanggapan mengenai penetapan pailit.

Sebagai informasi, BDMN menjadi salah satu kreditur perusahaan tekstil yang berbasis di Jawa Tengah tersebut.

Berdasarkan laporan keuangan Sritex per 30 Juni 2024, Bank Danamon menjadi salah satu dari 28 bank yang memberikan utang jangka panjang kepada Sritex.

Tercatat, kredit yang diberikan Bank Danamon kepada SRIL senilai US$4,52 juta atau sekitar Rp70,96 miliar (asumsi kurs Rp15.700 per 1 US$).

Manajemen SRIL menjelaskan kondisi ini mengindikasikan adanya suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas usaha Sritex untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.

Manajemen pun menyampaikan untuk menghadapi kondisi ini, Sritex fokus pada upaya meningkatkan penjualan dan efisiensi biaya produksi, dan mengambil langkah seperti pengurangan karyawan secara berkala hingga 2025, pengembangan produk dengan nilai tambah tinggi, peningkatan kualitas dan produktivitas SDM, serta efisiensi biaya.

Kedepankan Prinsip Kehati-hatian

Menurut Director Bank Danamon, menyampaikan dalam proses pemberian kredit kepada debitur, perseroan memastikan telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar dan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian sesuai ketentuan perbankan yang berlaku.

“Danamon akan mematuhi semua proses kepailitan yang ditetapkan oleh hukum yang berlaku. Kami berkomitmen untuk menjalankan prosedur yang transparan serta menjaga komunikasi terbuka dengan debitur dan pemangku kepentingan lainnya. Untuk mencapai penyelesaian yang terbaik bagi semua pihak yang terlibat,” ujarnya.

Adapun, penetapan pailit Sritex keluar usai salah satu kreditor, yaitu PT Indo Bharat Rayon meminta pembatalan homologasi dan dikabulkan oleh majelis hakim.

Nilai total utang bank jangka panjang SRIL mencapai US$816,72 juta atau sekitar Rp12,82 triliun (asumsi kurs Rp15.700 per 1 dolar AS).

Nilai ini menurun dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2023 yang sebesar US$863,43 juta.

Dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam satu tahun, nilai utang bank tersebut menjadi US$809,99 juta per Juni 2024 atau sekitar Rp12,72 triliun.

Nilai ini juga lebih rendah dari akhir lalu yang sebesar US$858,05 juta. SRIL juga melaporkan utang obligasi US$375 juta (Rp6,14 triliun). Juga terdapat utang ke pemegang saham US$7,13 juta.

Sritex Punya Utang di Bank, BCA Jadi Kreditur Terbesar

Dari 28 bank yang memberikan kredit kepada SRIL, BCA tercatat sebagai kreditur terbesar dengan nilai utang jangka panjang sebesar US$71,31 juta dan senilai US$4,44 juta jatuh tempo dalam satu tahun.

Dalam keterbukaan kepada Bursa, Direktur Keuangan SRIL Welly Salam perseroan masih memiliki utang Rp101,3 miliar ke Indo Bharat Rayon.

“Saat ini perseroan bersama-sama dengan PT Sinar Panta Djaja, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Bitratex Industries [Grup Sritex] telah menunjuk kuasa hukum dari kantor hukum Aji Wijaya & Co, yang akan mendampingi serta mewakili Grup Sritex dalam melakukan upaya hukum kasasi terhadap putusan pembatalan homologasi,” tulis Welly.

BCA Akui Sudah Koordinasi

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) akhirnya buka suara terkait pailitnya PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).

Bukan tanpa alasan, BCA merupakan kreditur terbesar dari sisi bank untuk emiten berkode saham SRIL tersebut.

Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA mengatakan, pihaknya menghormati proses dan putusan hukum dari Pengadilan Niaga tersebut.

BCA juga menghargai langkah hukum kasasi yang sedang diajukan oleh Debitur yang bersangkutan.

“BCA terbuka untuk berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk dengan pihak kurator yang ditunjuk oleh pihak pengadilan dalam rangka mencapai solusi dan/atau penyelesaian terbaik bagi debitur dan seluruh kreditur yang ada,” ujar Hera.

Secara rinci, utang di BCA yang bersifat jangka pendek senilai US$ 11.37 juta dan yang bersifat jangka panjang senilai US$ 71,31 juta. Berarti totalnya utang Sritex di bank swasta terbesar di tanah air ini mencapai US$ 82,68 juta, berdasarkan laporan keuangan SRIL per 30 Juni 2024.

Adapun, untuk utang di BCA yang sifatnya jangka pendek diberikan kepada entitas anak Sritex, yaitu PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.

Utang-utang tersebut bakal jatuh tempo pada 29 Agustus 2027.

Kualitas Kredit Tergolong Baik

Lebih lanjut, Hera mengatakan, saat ini kualitas kredit yang dimiliki BCA masih tergolong baik.

Terlebih, ada perbaikan-perbaikan, terutama di sisi Rasio loan at risk (LAR) BCA setidaknya hingga periode 30 September 2024.

Sebagai informasi, rasio LAR BCA mencapai 6,1% pada sembilan bulan pertama tahun 2024, membaik dari posisi setahun lalu di angka 7,9%. Rasio kredit bermasalah (NPL) berada di tingkat yang terjaga sebesar 2,1%.

“Sedangkan pencadangan LAR dan NPL ada pada tingkat yang memadai, masing-masing 73,5% dan 193,9%,” pungkasnya.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU