JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat penerapan tata kelola dan manajemen risiko di Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Lembaga Jasa Keuangan (POJK SAF LJK).
Dalam siaran pers OJK menjelaskan bahwa penerbitan POJK ini merupakan salah satu langkah strategis untuk mendukung pengembangan dan penguatan LJK, serta sebagai tindak lanjut dari masukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.
Apa itu Strategi Anti Fraud?
POJK SAF LJK mencakup berbagai hal, antara lain: definisi jenis perbuatan yang termasuk dalam kategori fraud, ruang lingkup pihak yang terlibat, termasuk LJK, organisasi yang dikendalikan, konsumen, dan pihak lain yang bekerja sama dengan LJK (termasuk sektor swasta), kewajiban penyusunan dan penyampaian kebijakan SAF, serta pelaporan kejadian fraud, baik laporan rutin maupun insidental, dan sanksi denda keterlambatan penyampaian yang disesuaikan dengan kompleksitas kegiatan usaha LJK.
Selain itu, ada kewajiban penerapan sistem deteksi fraud yang disertai dengan peningkatan pemahaman pihak internal dan eksternal terkait, serta didukung oleh penerapan manajemen risiko yang memadai.
Lebih lanjut, panduan dalam POJK ini bertujuan untuk membantu LJK dalam mengendalikan fraud melalui upaya pencegahan, deteksi, investigasi, serta perbaikan sistem sebagai bagian dari strategi integral pengendalian fraud.
Dengan diterbitkannya POJK SAF LJK, diharapkan implementasi strategi anti fraud di LJK yang berada di bawah pengawasan OJK dapat dilaksanakan secara menyeluruh, sehingga tercipta ekosistem keuangan yang kuat dan sehat.