33.6 C
Jakarta
Jumat, 26 April, 2024

Temukan Praktik Jual Beli Izin Fintech, OJK Akan Perbaharui Regulasi 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memperbaharuinya terkait layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang diatur di dalam POJK 77/2016. 

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan mengungkapkan, perubahan tersebut dibutuhkan karena aturan yang lama dinilai kurang adaptif dengan perkembangan industri fintech lending nasional.

Selain itu, dalam praktiknya juga banyak ditemukan jual-beli izin kepada penyelenggara peer to peer lending (P2P). Karena itu, dalam aturan yang baru praktik semacam ini akan diminimalisir sehingga memberikan garansi keamanan dan kenyamanan kepada masyarakat.

“Kita mau izinnya fintech ini jangan jadi lahan jual beli. Makanya kita lock up period. Karena motif-motif seperti ini ada, kalau kami amati dan coba selidiki,” katanya xalam video conference, Rabu (17/11).

Karena itu, sembari menunggu aturan yang baru, OJK saat ini memberlakukan moratorium terhadap pendaftaran fintech lending baru. Hal ini dilakukan untuk menata ekosistem P2P lending nasional agar lebih baik. Apalagi, di tengah maraknya kasus pinjol ilegal.

Minimal Operasi Fintech Tiga Tahun Sejak Berizin

Selain itu, Bambang pun mengungkapkan, di dalam aturan yang baru itu nantinya juga akan ditetapkan mengenai lock up period atau masa beroperasi fintech lending, yang diatur minimal selama tiga tahun.

Ketentuan ini untuk menanggulangi terjadinya turn over yang sangat cepat di industri ini. Sehingga dapat meningkatkan keamanan dan menjaga kepercayaan masyarakat dalam melakukan transaksi di platform pinjaman tersebut.

“Makanya kalau tahun depan dapat izin, lock period tiga tahun fintech harus bertahan di sana, enggak bisa di tengah jalan keluar. Karena bisnis ini Ini harus dipandang sebagai bisnis long term,” ujarnya.

Perlindungan Konsumen Menjadi Poin Utama

Bambang menyadari, berbagai aturan yang termaktub di dalam POJK 77/2016 masih banyak kekurangan. Apalagi menyangkut perlindungan konsumen. Karena itu, dalam waktu dekat pihaknya akan menyusun ketentuan baru terkait penyelenggaraan P2P ini.

Dia menuturkan, setidaknya ada enam hingga tujuh poin yang dalam POJK 77/2016 yang akan dilakukan penyesuaian. Pertama, menyangkut kelembagaan, yang poinnya berkaitan dengan modal disetor dan ekuitas.

Lalu, berkaitan dengan pengurus dan sumber daya manusia di dalam kelembagaan P2P sendiri. Dia menegaskan, untuk memberi kepercayaan kepada masyarakat pengurus nantinya akan melalui tahapan fit and proper test.

“Ini memang hanya platform tapi governance penting. Harus ada audit, risk manajemen menjadi satu yang tak terpisahkan,” tuturnya.

Meningkatkan Pengawasan Dengan Pusat Data 

Tak hanya itu, aturan yang baru ini nantinya akan mendorong setiap penyelenggara untuk memperbaiki indikator kredit skorsingnya, baik melalui artificial intelligence (AI) maupun data analisis.

“P2P harus juga menjaga kualitas pendanaan itu sendiri supaya ada kepercayaan dari lender,” ucapnya.

Kemudian, pihaknya juga akan memperbaiki aspek pengawasan. Menurut Bambang, selama ini fungsi pengawasan untuk meningkatkan reputasi penyelenggara pendanaan dilakukan oleh Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Namun, ke depan peran OJK sebagai regulator ditambah dengan AFPI akan semakin ditingkatkan. Salah satu bentuknya adalah dengan meluncurkan Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil).

“Ini sudah kita optimalisasi, hari ini dari 104 sudah ada 102 yang sudah uji coba dan register di Pusdafil. Nanti akan ada banyak manfaat dan di sana bisa lihat transaksi daily sehingga pengawas bisa lakukan pemetaan bagus dan tindakan pengawasan ke depan,” kata dia.

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE