JAKARTA, duniafintech.com – Bukalapak, salah satu startup unicorn terbesar di Indonesia, saat ini tengah terjun ke titik terendahnya. Pasalnya, bagaikan sebuah anomali, Bukalapak yang digadang-gadang sebagai perusahaan yang mengharumkan nama bangsa itu kini seakan-akan babak belur usai ditinggal oleh para pendirinya. Di sisi lain, investor saham di Bukalapak pun merugi akibat harga sahamnya yang terus turun.
Dilangsir dari Kompas.com, Rabu (5/1), saham Bukalapak sendiri sempat menjadi incaran investor pasar modal. Namun, kini, harga saham e-marketplace ini jusrtu terjun bebas dan terus merosot drastis. Bahkan, saat ini harga sahamnya sudah turun setengahnya ketimbang saat pencatatan saham perdana alias Initial Public Offering (IPO).
Adapun Bukalapak yang resmi melantai ke Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus 2021, saham dengan kode emiten BUKA itu tercatat sempat menguat sampai 210 poin atau 24,71 persen ke level Rp1.060 per saham dari yang sebelumnya pada harga pembukaan di level Rp850 per saham.
Sebagai informasi, investor yang memborong saham Bukalapak tidak lepas dari euforia pencatatan saham perdana perusahaan ini sebagai e-commerce unicorn pertama di Indonesia. Menurut BEI, Bukalapak menjadi perusahaan ke-28 yang melakukan IPO pada tahun lalu. Bahkan, tercatat ada 96.000 investor yang antusias mengikuti pelaksanaan IPO Bukalapak.
Saham terus anjlok
Namun, di sinilah anomali itu terjadi. Pasalnya, usai merengkuh harga tertingginya, saham Bukalapak justru terus terjun bebsar dari hari ke hari. Bahkan, tidak jarang pula saham BUKA kerap kali mentok hingga batas auto reject bawah (ARB).
Di samping itu, harga sahamnya terus menjauhi level ketika IPO di harga Rp850 per lembarnya. Oleh sebab itu, selaku regulator, BEI mesti melakukan suspensi alias penghentian sementara perdagangan saham perseoran ini. Suspensi ini dilakukan oleh BEI dengan berbagai alasan, antara lain, pergerakan harga, volume, frekuensi transaksi dan/atau pola transaksi yang tidak biasa dari saham tertentu.
Bukah hanya dihajar oleh sentimen negatif kiri kanan di pasar modal, reputasi Bukalapak pun terus memburuk, misalnya saja laporan keuangan yang merugi. Bahkan, perusahaan tersebut mulai ditinggal para pendirinya. Teranyar, Bukalapak ditinggal oleh Direktur Utama dan CEO, Rachmat Kaimuddin. Kini, posisinya diambil oleh Willix Halim, dengan jabatan Plt. Direktur Utama dan CEO.
Di sisi lain, juga ada anggapan bahwa emiten ini kian kalah bersaing dibanding kompetitor e-commerce terbesar di Indonesia saat ini, yaitu Shopee dan Tokopedia. Kalau ditarik secara historis, bahkan saham BUKA telah terkoreksi sejak perdagangan 22 November 2021 secara berturut-turut alias tanpa terputus.
Kemudian, dilihat dari laman profil perusahaan tercatat BEI, pada 11 Oktober saham Bukalapak masih dapat diperdagangkan seharga Rp820 per lembarnya. Yang terbaru, pada 4 Januari 2022, harga saham Bukalapak harga terendahnya berada pada level Rp430 dan ditutup pada harga Rp500 per lembarnya.
Terus merugi
Sebagaimana dilaporkan, Bukalapak sendiri terus merugi dari ke hari, jika ditilik dari turunnya harga saham perusahaan ini. Namun, kendati merugi, kondisi keuangan BUKA sendiri disebut mulai membaik. Pada sembilan bulan pertama tahun lalu, BUKA mampu mengurangi kerugian bersihnya menjadi Rp1,1 triliun. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, BUKA menanggung rugi hingga Rp1,4 triliun.
Sementara itu, dari segi topline, pendapatan sejak awal tahun hingga akhir September 2021 mampu bertumbuh 42 persen yoy menjadi Rp1,3 triliun. Mengutip Kontan, menurut Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, kendati BUKA berhasil menekan kerugiannya, kerugian yang ditanggung saat ini terbilang masih besar.
Oleh sebab itu, kata dia, ada anggapan peluang BUKA untuk bisa mencetak laba di kemudian hari bakal cukup sulit. Terlebih lagi, persaingan di industri e-commerce sangatlah ketat dan BUKA sendiri kalah pamor ketimbang perusahaan market place lainnya, misalnya Shopee dan Tokopedia.
Adapun hal ini secara gamblang dapat dilihat dari jumlah pengguna atau hasil unduh (download) di Playstore. Diketahui, jumlah pengunduh aplikasi Bukalapak masih di angka 50 jutaan pengguna, sementara pesaingnya, seperti Shopee dan Tokopedia, sudah di angka 100 juta unduhan.
“Artinya Bukalapak ini sedikit kurang diminati,” ucapnya.
Lalu, apabila ditilik secara teknikal, tren harga saham BUKA yang terus turun sebelum ada tanda atau sinyal reversal trend, penurunan saham akan berlanjut. Ia pun menyematkan rekomendasi wait and see untuk saham BUKA. Dalam rangka mengurangi penurunan lebih dalam lagi, ia menyatakan bahwa pelaku pasar dapat menjual (sell) saham BUKA yang sudah dipegang.
Di sisi lain, disampaikan analis teknikal Henan Putihrai Sekuritas Mayang Anggita, secara teknikal, saham BUKA bergerak downtrend di dalam pola parallel channel, dengan kondisi saat ini menghadapi uji support pada lower channel di 456. Untuk target konservatif berada pada MA10 di sekitar 560.
Akan tetapi, jika BUKA melanjutkan pelemahan, sambungnya, support selanjutnya berada pada target turun dari pola falling wedge di sekitar 400—396.
“Seiring posisinya yang ada di sekitar area support maka boleh speculative buy dengan money management yang ketat (maksimal 20 persen), mengingat saat ini BUKA bergerak dalam tren turun,” ulasnya.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra