Transaksi judi online turun, bagaimana bisa terjadi? Dan bagaimana agar ini terus turun?
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menegaskan perlunya kolaborasi seluruh pihak termasuk pemerintah, perbankan dan pelaku usaha fintech dalam upaya memerangi kejahatan keuangan, termasuk judi online (judol).
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan nilai perputaran dana perjudian di tahun 2024 menembus Rp359,81 triliun. Angka ini terbesar nomor dua setelah perputaran uang korupsi yang sebesar Rp2.236 triliun.
Sebagai perbandingan, di tahun 2023, nilai perputaran uang judi mencapai Rp327,81 triliun, terbesar nomor tiga setelah perputaran uang korupsi Rp637,81 triliun dan uang penipuan sebesar Rp623,46 triliun.
Selama semester I-2025, nilai perputaran judi online mencapai Rp99,68 triliun, berhasil turun 43% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp174,57 triliun. Penurunan itu utamanya disebabkan karena adanya intervensi pemerintah pada sektor fintech dan perbankan.
Sampai dengan akhir tahun ini, jika mengasumsikan tanpa adanya intervensi atau tekanan yang dilakukan terhadap perbankan dan fintech, maka nilai perputaran uang di judol diprediksi menembus Rp1.100 triliun.
“Hal yang sama kita lakukan sekarang, terus saya ditanya lagi kan berapa sih prediksi akhir judi online di 2025? Kita sebutkan Rp 1.100 triliun,” ungkap Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, dikutip dari Liputan6.com Rabu (7/8/2025).
Tapi dengan stimulasi pola intervensi pemerintah pada sektor perbankan dan fintech, maka angkanya bisa ditekan menjadi Rp 481,22 triliun tahun ini. Hal itu karena mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah yang menjadi korban judol umumnya akan meminjam dana fintech untuk judol.
Proyeksi perputaran dana judol tahun ini juga diprediksi kembali susut menjadi Rp205,3 triliun di akhir tahun ini atau berkurang Rp154 triliun jika ada intervensi lanjutan yakni pengkinian data nasabah bank dengan menahan mayoritas rekening pasif.
“Kalau kami berhasil menekan perputaran dana judol, dia akan minus [berkurang] Rp154 triliun pada tahun ini dibandingkan perputaran tahun lalu yang mencapai Rp359 triliun.”
Selain itu, jika ada penguatan pola intervensi dan tekanan pemerintah lebih lanjut di fintech, maka penurunan angkanya bisa hanya sebesar Rp114,34 triliun atau berkurang Rp245 triliun, turun 68%.
Menurut Ivan, penahanan 120 juta rekening pasif yang dilakukan PPATK pada pertengahan tahun ini adalah bentuk perlindungan publik, karena pemeriksaan rekening pasif tersebut bertujuan menjaga integritas sistem keuangan yang akhirnya melindungi kepercayaan publik pada sistem perbankan nasional.
“Sekali lagi saya sepakat, ini kuncinya adalah kolaborasi. Tidak bisa [kami] menekan sendiri, tidak bisa. Jadi ini sudah dilakukan upaya yang sangat panjang, dan apa yang kita lakukan jangan dinarasikan, mohon maaf ya, jangan dinarasikan perampasan, perintangan,” kata Ivan.