29.4 C
Jakarta
Rabu, 1 Mei, 2024

Tutup Kantor Cabang, Transformasi ke Bank Digital Butuh Antisipasi 4 Hal Ini!

JAKARTA, duniafintech.com – Digitalisasi sektor keuangan terus menggerus fungsi kantor cabang bank sebagai ruang pelayanan bagi nasabah. Kini untuk membuka rekening atau aktivitas lainnya telah dapat dilakukan secara digital, tanpa harus datang ke bank.

Hal ini menyebabkan kantor cabang bank ditutup. Bahkan dalam data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dari 2017 hingga Agustus 2021 terdapat 2.593 kantor cabang bank sudah tutup terdampak digitalisasi.

Menanggapi hal ini, Co Founder dan COO Finantier mengatakan bahwa transformasi bank konvensional ke digital mau tidak mau harus dilakukan. Pasalnya, penetrasi financial technology (fintech) yang cepat membuat bank tidak punya pilihan lain.

“Jadi bank pun dulu juga skeptis nih, fintech ini lawan atau kawan, tapi akhirnya mereka juga enggak bisa begini (mandek), fintech cepet banget kalau enggak gerak akan tertinggal jauh,” katanya saat berbincang dengan Duniafintech.com, Jumat (31/12).

Oleh karena itu, bank lambat laun mulai memperbaiki infrastrukturnya dan perlahan-lahan masuk ke dalam ekosistem digital. Hanya saja menurut Edwin ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum transformasi itu dilakukan.

Human Resource

Hal utama yang perlu diperhatikan bank sebelum memutuskan untuk bertransformasi menjadi bank digital adalah persoalan tenaga kerjanya. Pasalnya, jika beralih ke digital dan menutup kantor cabangnya sejumlah karyawan perlu diperhatikan keberlangsungannya.

Sebab, kantor cabang telah terbukti mampu menyerap tenaga kerja dan mencipta peluang kerja yang baik bagi lingkungan di mana dia berada. Menurut Edwin, harus dipikirkan pula alih fungsi karyawan ketika transformasi ke digital tersebut terjadi.

“Itu tantangan kita bersama lah, ketika transformasi digital tinggi kita juga harus mikirin dari sisi humanity-nya juga. banyak orang mungkin harus kita clear-kan juga bahwa oh nih yang eksisting bisa dialihfungsikan,” ujarnya.

Untuk itu, dia mengingatkan agar perbankan juga mempersiapkan karyawannya supaya dapat menghadapi perubahan di era digital ini dengan peningkatan skill dan softskill-nya.

“Dari individunya juga harus upscale yang tadi,” ucapnya.

Reliabilitas Koneksi

Selain persoalan human resource, hal lain yang juga harus diperhatikan oleh bank sebelum masuk ke ekosistem digital adalah terkait reliabilitas koneksi. Pasalnya, teknologi digital membutuhkan jaringan yang terhubung secara real time, baik itu internet ataupun sistem informasinya.

Keamanan Data

Persoalan keamanan data menjadi isu sentral ketika berbicara tentang industri digital. Sebab, setiap aplikasi atau platform yang terhubung secara digital menyimpan dan mengumpulkan data para penggunanya dalam satu sistem komputasi, yang mana jika tidak terproteksi dengan baik dapat disalahgunakan oleh pihak yang tak bertanggungjawab.

Oleh sebab itu, Edwin menekankan pentingnya bagi perbankan memiliki infrastruktur yang baik dalam proses transformasi digital, agar data nasabah dapat dijaga dengan baik, dan terhindar dari kebocoran.

“Dengan online risk-nya tetap ada dari sisi hacker atau apa. uptime-nya, availability-ya. Kita kerja sama juga dengan bank digital untuk bantu proses exchanging datanya, yang lebih secure, aman, yang reliability-nya lebih tinggi,” kata dia.

Reliabilitas Data

Persoalan lain yang harus diperhatikan bank sebelum beralih ke digital adalah terkait reliabilitas data. Dengan sistem digital yang terintegrasi dengan internet of things (IoT) dibutuhkan sistem verifikasi data yang lebih akurat.

Jika di sistem konvensional pencocokan data masih dilakukan secara manual dengan menyamakan antara wajah dan foto KTP, maka di ekosistem digital digunakan teknologi biometrik, di mana sistem cukup mengidentifikasi karakteristik khas dari seseorang.

“Misalkan untuk Bank Jago isi video call dicek, itu pake biometrik, soalnya kalau pakai eyeballing dicocokin dulu sama KTP ada kemungkinan salah, kan ada orang yang mirip dan nggak. Artinya soal akurasi,” ujarnya.

Dengan begitu, layanan perbankan dapat dilakukan dengan mudah tanpa adanya proses tatap muka atau kontak fisik dengan teller bank. Bahkan, fungsi kantor cabang pun makin tak relevan.

Untuk itulah, sambungnya, Finantier menghadirkan sejumlah infrastruktur digital yang dibutuhkan oleh bank atau industri lainnya agar di dapat langsung terhubung dengan berbagai layanan secara digital. Sebab, jika harus membangun infrastruktur sendiri, tentu saja bank membutuhkan biaya yang tak sedikit.

“Kalau yang dulu kan masih ada di dunia ini ada verifikasi telepon itu takes time, kalau dia mau cepat harus sediakan berapa customer support tuh? itu cost-nya tinggi jadi butuh konektifitas yang secure dan reliable, seperti ke Dukcapil misalkan. Nah, itu Finantier yang lakukan,” tuturnya.

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE