25.1 C
Jakarta
Senin, 25 November, 2024

Upaya Asosiasi Cegah Fintech Nakal Pakai Blockchain

duniafintech.com – Upaya Asosiasi Fintech untuk menanggulangi maraknya tindak kejahatan dan pelanggaran pada industri keuangan financial technology, seperti yang akhir-akhir ini terjadi dalam pinjaman online terus berlanjut.

Pelanggaran tersebut dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, misalnya tim penagih utang. Upaya asosiasi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan teknologi Blockchain. Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Sunu Widyatmoko menuturkan, selain melakukan sertifikasi untuk tim penagih utang, keberadaan blockchain akan dioptimalkan untuk bekerja sama dengan industri fintech.

“Kita juga ada project blacklist sharing dan kita sharing sebuah sistem tertentu ini pakai blockchain,” ujar dia di Jakarta, Senin (4/2/2019), dikutip dari liputan6.com.

Namun, belum diinformasikan kapan kerja sama blockchain itu dapat direalisasikan. Untuk waktu dekat, pihaknya mengaku tengah menggarap Pusat Data Fintech Lending (PUSDAFIL) bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Sekarang lagi on going. Jadi nanti OJK bisa narik data dari AFPI. Nanti sama OJK dilihat mana yang ada fraud ataupun blacklist,” ujar dia.

Langkah ini sesuai dengan Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan POJK 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

“ini wujud inovasi yang mendukung risk management dan penilaian risiko kredit dari para anggotanya,” pungkasnya.

Blockchain pertama kali diimplementasikan pada tahun 2009, dan direvolusi dengan Blockchain 2.0 pada tahun 2014. Teknologi Blockchain terdiri dari blok yang menampung transaksi, di mana masing-masing blok saling terkait melalui kriptografi, sehingga membentuk jaringan. Data dalam teknologi Blockchain bersifat terdesentralisasi, transparansi, dan tidak bisa diubah

Seiring dengan perkembangan jagat digital, cryptocurreny di masa depan telah menjadi proposisi yang semakin menarik di pasar dan mungkin tidak memiliki infrastruktur perbankan tradisional. Beberapa negara berkembang di dunia bahkan telah menerapkan mata uang nasional berbasis Blockchain, seperti Bitcoin, dan teknologinya juga digunakan oleh beberapa proyek amal besar untuk membantu mereka yang tidak memiliki rekening bank.

Blockchain juga berpotensi untuk digunakan di luar lingkup mata uang digital, dan menarik minat banyak lembaga keuangan tradisional untuk diadopsi.

Sistem Blockchain terdiri dari dua jenis record, transaksi dan blok. Transaksi ini disimpan secara bersama-sama dalam satu blok. Hal yang unik dari Blockchain adalah setiap blok berisi hash kriptografi sehingga membentuk jaringan. Fungsi hash kriptografi adalah mengambil data dari blok sebelumnya dan mengubahnya menjadi compact string. String ini memungkinkan sistem bisa mudah mendeteksi adanya sabotase.

-Sintha Rosse-

2 KOMENTAR

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU