sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU pada Agustus, dihadiri perwakilan 97 startup pinjaman daring alias pindar terkait dugaan kartel bunga pinjol.
Bagaimana kabar terbaru penyelidikan ini? KPPU beberapa kali menggelar sidang terkait dugaan kartel bunga pinjol. Yang terbaru, sidang terkait pemeriksaan terlapor digelar pada Kamis (23/10) dan Selasa (21/10).
Sidang itu memeriksa saksi terlapor dan investigator, dengan menghadirkan Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia alias AFPI Entjik Djafar. KPPU menduga 97 startup teknologi finansial pembiayaan alias fintech lending yang tergabung dalam AFPI menyepakati besaran bunga pinjol secara bersama-sama.
KPPU menilai, tindakan ini menyalahi Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait layanan peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia.
Permasalahan yang disorot KPPU yakni adanya kesepakatan penentuan bunga 0,8% pada 2018 dan 0,4% pada 2021 yang tertuang dalam Surat Keputusan Code of Conduct atau Pedoman Perilaku AFPI.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan sidang masih berlanjut. “Dengan agenda berikutnya yakni menghadirkan saksi-saksi dan ahli,” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (24/10).
Kata AFPI soal Dugaan Kartel Bunga Pinjol
Ketua AFPI Entjik menegaskan tidak pernah ada kesepakatan antar-penyelenggara fintech lending dalam penetapan batas maksimum manfaat ekonomi alias bunga pinjol pada 2018.
Kebijakan itu merupakan pelaksanaan langsung atas arahan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, sebagaimana tertuang dalam Surat OJK Nomor S-537/PL.122/2025 tertanggal 16 Mei 2025.
Entjik menjelaskan OJK memberikan arahan untuk menetapkan batas maksimum manfaat ekonomi 0,8% per hari. Hal ini bertujuan membedakan secara tegas antara platform pinjaman daring dengan pinjol ilegal.
“Tidak ada niat atau kesepakatan antar-anggota untuk menetapkan suku bunga tersebut karena secara komersial lebih menguntungkan jika tidak ada pembatasan,” kata Entjik dalam keterangan pers, Rabu (22/10).
Pengaturan batas maksimal manfaat ekonomi tersebut, menurut dia, justru membuat anggota harus mengorbankan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi, atau dengan kata lain aturan itu sejujurnya merugikan anggota. Entjik juga menyoroti tantangan yang masih dihadapi industri pindar akibat maraknya pinjol ilegal.
Berdasarkan data OJK, sejak 2017 hingga 13 Maret 2025, Satgas PASTI memblokir 10.733 entitas pinjol ilegal dan pinjaman pribadi. Jumlah ini 112 kali lebih banyak dibandingkan platform pindar resmi yang saat ini turun menjadi 96. “Untuk itu, AFPI bekerja sama dengan Satgas PASTI dalam upaya penindakan dan edukasi publik,” Entjik menambahkan.
Entjik juga menjelaskan, setiap platform pindar menetapkan batas maksimum bunga yang berbeda, menyesuaikan dengan profil risiko dan karakter target pasar masing-masing. Dengan begitu, persaingan di industri tetap berjalan secara sehat dan dinamis. Di samping itu, industri peer-to-peer lending bertujuan melayani masyarakat underserved dan unbanked, yang belum terjangkau oleh layanan jasa keuangan konvensional seperti bank atau multifinance.
Dalam sidang pada Selasa (21/10), Entjik menyampaikan bahwa AFPI pada 2018 ditunjuk oleh OJK untuk mengatur batas maksimum bunga pinjol. “Saat itu OJK belum memiliki legal standing untuk mengatur.
Peraturan baru terbit pada 2023, yakni UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK,” kata Entjik. Setelah itu, OJK memiliki kewenangan mengatur. “Saat ini batas maksimum manfaat ekonomi diatur langsung oleh OJK,” Entjik menambahkan.





