JAKARTA, duniafintech.com – Salah satu negara di Asia Selatan, yakni Sri Lanka, saat ini sedang menjadi sorotan internasional, pasalnya negara tersebut telah mengumumkan bahwa mereka gagal membayar utang luar negeri (default) senilai 51 miliar dolar AS atau sekitar Rp732 triliun.
Pengumuman gagal bayar utang tersebut yang disampaikan pada Selasa (12/4/2022) itu terjadi di tengah krisis ekonomi yang mengguncang Sri Lanka dan protes luas menuntut pengunduran diri pemerintah. Menurut pernyataan Kementerian Keuangan Sri Lanka, negaranya gagal membayar semua kewajiban eksternal, termasuk pinjaman dari pemerintah asing, menjelang dana talangan Dana Moneter Internasional.
“Pemerintah mengambil tindakan darurat hanya sebagai upaya terakhir untuk mencegah penurunan lebih lanjut dari posisi keuangan republik,” demikian bunyi sebuah pernyataan dari kementerian, dikutip dari AFP, Minggu (17/4).
Penyebab terjadinya gagal bayar utang
Lantas, apa yang menyebabkan terjadinya gagal bayar utang oleh suatu negara?
Sebelumnya, penting dipahami bahwa kendati negara yang gagal bayar utang memang relatif jarang, tetapi beberapa dapat dan secara berkala melakukan default atas utang negara mereka. Hal itu terjadi saat pemerintah suatu negara tidak mampu atau tidak mau membayar kreditur.
Menurut catatan World Economic Forum, sebanyak 147 pemerintah sudah gagal membayar utang sejak 1960. Dana Moneter Internasional (IMF) pun menggambarkan gagal bayar utang atau default dalam istilah sederhana sebagai “janji yang rusak” atau “pelanggaran kontrak”.
Saat pemerintah meminjam uang dari kreditur asing dan domestik, secara kontraktual wajib membayar bunga atas pinjaman tersebut. Apabila pembayaran tidak terjawab, itu digambarkan sebagai default.
Meski begitu, negara-negara yang default sering kali bisa meminjam lagi dengan cepat. Namun, default bisa menimbulkan biaya ekonomi yang lebih parah dalam jangka pendek.
Lebih jauh, penyebab umum dari gagal bayar utang negara, di antaranya stagnasi ekonomi, ketidakstabilan politik, dan salah urus keuangan.
Dampak gagal bayar utang
Bagi negara-negara yang gagal membayar utangnya maka akan mengalami kesulitan meminjam lagi. Kemungkinan besar mereka pun mesti membayar tingkat bunga yang lebih tinggi apabila mereka memperoleh kesempatan.
Kondisi itu lebih rumit ketimbang gagal utang perusahaan sebab aset dalam negeri tidak bisa disita untuk membayar kembali dana. Sebaliknya, persyaratan yang utang bakal dinegosiasikan ulang kerap kali meninggalkan pemberi pinjaman dalam situasi yang tidak menguntungkan, bahkan kerugian total.
Maka dari itu, dampak default bisa secara signifikan lebih luas, baik dalam hal dampaknya terhadap pasar internasional maupun pengaruhnya terhadap populasi negara tersebut. Negara yang gagal bayar bisa dengan mudah jatuh ke dalam kekacauan sehingga dapat menjadi bencana bagi jenis investasi lain di negara penerbit.
Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama
Editor: Rahmat Fitranto