JAKARTA, 31 Oktober 2024 – Apa itu window dressing? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengeluarkan regulasi terbaru yang bertujuan untuk meningkatkan integritas laporan keuangan perbankan di Indonesia. Peraturan ini mengatur larangan bagi pejabat bank dan pihak terkait lainnya untuk terlibat dalam praktik “merias” laporan keuangan, atau dikenal sebagai window dressing.
Aturan tersebut dituangkan dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Integritas Pelaporan Keuangan Bank. Kebijakan ini muncul karena pentingnya informasi keuangan dan laporan bank dalam pengambilan keputusan oleh regulator dan pemangku kepentingan, yang membutuhkan proses penyusunan laporan yang tepat dan akurat.
Fungsi Window Dressing
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, berharap POJK ini dapat membantu meningkatkan tata kelola dan resiliensi sistem perbankan Indonesia, terutama dalam menghadapi risiko dari faktor internal maupun eksternal.
“OJK, dalam perannya sebagai regulator, bertanggung jawab mengawasi dan memastikan keandalan laporan keuangan yang disampaikan bank untuk kepentingan pengawasan,” ungkap Dian dalam keterangannya.
Menurut Dian, dari sisi pemangku kepentingan seperti investor dan deposan, laporan keuangan yang akurat sangat diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan ekonomi. Berdasarkan pengawasan OJK, ditemukan adanya praktik kecurangan dalam laporan keuangan yang menjadi salah satu faktor penyebab bank bermasalah hingga akhirnya pencabutan izin operasi.
Temuan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) pada April 2024 juga menunjukkan adanya praktik manipulasi laporan keuangan oleh Global Systemically Important Banks (G-SIBs) untuk menampilkan kondisi bank yang tampak lebih baik.
Melalui aturan baru ini, OJK berupaya mencegah praktik window dressing di sektor perbankan. Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Pemegang Saham Pengendali, dan Pejabat Eksekutif Bank diwajibkan untuk menghindari tindakan manipulatif yang dapat membuat laporan keuangan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Hal ini termasuk manipulasi atau pencatatan yang tidak sesuai dengan standar akuntansi dan regulasi yang berlaku.
Isi Pengaturan
POJK 15/2024 memperkuat tata kelola dan pengendalian internal dalam proses pelaporan keuangan dengan menerapkan kontrol internal atas pelaporan keuangan (ICFR). Langkah ini diharapkan dapat menjaga keandalan, keakuratan, dan konsistensi laporan keuangan, sekaligus mengurangi risiko kesalahan atau penyalahgunaan data.
“Akurasi dan ketepatan waktu pelaporan menjadi alat bagi OJK untuk mendeteksi dini masalah atau potensi masalah pada bank tertentu, serta melakukan tindakan korektif secara cepat,” jelas Dian.
POJK tentang Integritas Pelaporan Keuangan Bank ini mencakup ketentuan sebagai berikut:
- Bank wajib memiliki proses pelaporan keuangan yang berintegritas, meliputi kebijakan/prosedur pengendalian internal, serta larangan bagi direksi dan pejabat eksekutif dari praktik window dressing;
- Direksi dan dewan komisaris bertanggung jawab dalam pemantauan dan evaluasi laporan keuangan melalui komite audit;
- Pemegang saham pengendali wajib mendukung kualitas dan keandalan proses pelaporan keuangan;
- Pihak terafiliasi dilarang melakukan intervensi terhadap proses pelaporan keuangan bank;
- Pemberian sanksi administratif bagi yang melanggar aturan, baik berupa denda maupun non-denda;
- Bank diwajibkan menyusun kebijakan dan prosedur pengendalian internal dalam tiga bulan sejak POJK diundangkan; dan
- Bank harus membentuk unit kerja khusus atau menunjuk pejabat eksekutif yang bertanggung jawab atas pencegahan kecurangan dalam laporan keuangan dalam enam bulan setelah POJK diundangkan.
POJK ini ditetapkan di Jakarta pada 2 Oktober 2024 dan mulai berlaku sejak diundangkan pada 9 Oktober 2024.