26.9 C
Jakarta
Sabtu, 23 November, 2024

Kolaborasi Tiga Lembaga, Siap Atasi Tantangan Kelola Aset Kripto

JAKARTA, 30 September 2024 – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah resmi menjalin kerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dalam hal melakukan kelola aset kripto sebagai barang bukti yang terkait dengan kasus pidana. Langkah ini menimbulkan pertanyaan apakah akan efektif, mengingat sifat aset kripto yang kompleks dan fluktuatif.

Dalam keterangan pers di Jakarta, kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian antara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep Nana Mulyana, Kepala Bappebti Kasan, dan Deputi Komisioner OJK Muhammad Ihsanuddin. Tujuan utama dari perjanjian ini adalah untuk menjaga kuantitas dan kualitas aset kripto yang disita oleh penyidik tetap terjaga.

Asep menjelaskan bahwa baik OJK maupun Bappebti akan terlibat dalam verifikasi aset kripto yang dijadikan barang bukti oleh penyidik. Langkah ini dipandang penting karena keakuratan jumlah dan kualitas aset kripto merupakan kunci dalam proses hukum, terutama mengingat sifat aset digital yang mudah berubah.

“Melalui kolaborasi ini, OJK dan Bappebti akan ikut dalam proses penyerahan barang bukti aset kripto, sehingga bisa dipastikan jumlah dan kualitasnya secara objektif,” ujar Asep.

Pernyataan tersebut menunjukkan upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan barang bukti aset digital.

Petunjuk Teknis dan Tantangan Infrastruktur

Selain itu, Jampidum juga tengah merumuskan pedoman teknis untuk mengatur dan menstandarisasi tata kelola barang bukti kripto. Pada tahap awal, pengelolaan barang bukti ini akan dipusatkan di Jampidum hingga sumber daya manusia dan infrastruktur siap. Namun, masih ada kekhawatiran mengenai efektivitas langkah ini, mengingat pengelolaan barang bukti kripto membutuhkan teknologi dan pemahaman yang mendalam tentang aset digital, yang nilainya bisa berubah dengan cepat atau bahkan hilang jika tidak dikelola dengan tepat.

Kesiapan SDM di Kejaksaan Agung juga menjadi perhatian. “Pada tahap awal, semua akan dipusatkan di Jampidum sembari menunggu kesiapan SDM dan infrastruktur,” tambah Asep, sembari menjelaskan bahwa ke depannya, pengelolaan aset kripto akan dialihkan ke Badan Pemulihan Aset.

Pelatihan Khusus untuk Kelola Aset Kripto

Untuk meningkatkan kapasitas jaksa dalam menangani barang bukti aset kripto, Kejaksaan Agung juga menyelenggarakan pelatihan bertema “Penguatan Kapasitas Jaksa Penuntut Umum dan Standar Penanganan Barang Bukti Aset Kripto dalam Kasus Pidana”.

Pelatihan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan keterampilan jaksa dalam menghadapi kasus yang melibatkan aset digital, yang semakin marak akibat kejahatan siber.

“Penguatan kapasitas pengetahuan dan keterampilan jaksa adalah langkah penting untuk penanganan perkara yang lebih profesional dan akuntabel,” tambah Asep.

Meskipun demikian, pelatihan ini hanya merupakan langkah awal dalam menghadapi tantangan besar di dunia digital. Teknologi blockchain dan beragam jenis aset kripto memerlukan pemahaman yang mendalam serta alat teknologi canggih, yang mungkin belum sepenuhnya dimiliki oleh instansi pemerintah.

Secara teori, kolaborasi antara Kejaksaan Agung, OJK, dan Bappebti terlihat sangat menjanjikan. Namun, di lapangan, masih banyak kendala yang harus diatasi. Salah satu tantangan terbesar adalah volatilitas aset kripto, yang nilai dan ketersediaannya bisa berubah dengan cepat, menyulitkan proses penilaian dan pengelolaan barang bukti.

Meski OJK dan Bappebti memiliki otoritas di sektor ini, pengalaman mereka dalam menangani aset kripto sebagai barang bukti pidana masih terbatas. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem dan regulasi yang lebih kuat untuk memastikan penanganan barang bukti ini berjalan dengan baik.

Beberapa pihak masih ragu bahwa kolaborasi ini akan berjalan lancar tanpa hambatan. Keberhasilan pengelolaan barang bukti kripto sangat bergantung pada koordinasi yang baik antara Kejaksaan Agung, OJK, dan Bappebti.

Selain itu, belum ada acuan yang jelas tentang bagaimana aset kripto harus diperlakukan dalam konteks barang bukti pidana. Asep Nana Mulyana menyatakan bahwa pelatihan dan kerjasama ini merupakan bagian dari upaya modernisasi sistem penuntutan dan penegakan hukum.

“Antusiasme jaksa dalam mengikuti pelatihan merupakan tanda komitmen seluruh Insan Adhyaksa dalam mewujudkan transformasi menuju Indonesia Emas 2045,” ungkapnya.

Namun, apakah Indonesia benar-benar siap menghadapi transformasi ini? Infrastruktur dan SDM masih perlu ditingkatkan. Penanganan aset kripto bukan hanya soal teknologi, tetapi juga pemahaman mendalam dan kebijakan yang matang.

Transformasi ini memerlukan waktu, dan Kejaksaan Agung, OJK, serta Bappebti harus siap menghadapi berbagai tantangan yang ada. Kerjasama ini adalah langkah maju yang penting, namun masih menyisakan sejumlah pertanyaan tentang efektivitasnya di lapangan.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU