32.8 C
Jakarta
Selasa, 14 Oktober, 2025

Reli Harga Bitcoin ke US$125.000 Tampaknya Harus Tertunda

 Reli harga Bitcoin (BTC) menuju level US$125.000 tampaknya harus sedikit tertunda.

Meski mata uang kripto terbesar itu berhasil bangkit ke atas US$114.000 hanya dua hari setelah flash crash Jumat lalu yang menghapus sekitar US$15 miliar dari kontrak berjangka Bitcoin, sejumlah faktor masih berpotensi menahan laju kenaikan harga dalam waktu dekat.

Melansir Cointelegraph Selasa (14/10/2025), secara fundamental, prospek jangka panjang Bitcoin tetap kuat.

Namun, selama investor masih memandang BTC sebagai aset berisiko dan pergerakannya berkorelasi dengan saham teknologi, momentum bullish yang berkelanjutan masih bergantung pada keyakinan yang lebih kuat terhadap pertumbuhan ekonomi global.

1. Reli Harga Bitcoin Tertunda : Tekanan dari Data Ketenagakerjaan AS dan Ketegangan Dagang dengan China

Sinyal pelemahan ekonomi AS kembali memicu kehati-hatian investor. Data dari The Carlyle Group yang dikutip The Wall Street Journal memperkirakan penambahan tenaga kerja AS pada September hanya sekitar 17.000 orang, turun dari 22.000 pada Agustus.

Kondisi tersebut mendorong permintaan terhadap obligasi pemerintah AS, menekan imbal hasil mendekati 3,5% karena investor mencari aset aman di tengah ketidakpastian ekonomi.

Kekhawatiran juga meningkat menjelang berakhirnya gencatan sementara tarif impor AS-China pada 10 November mendatang.

Presiden AS Donald Trump menulis di Truth Social bahwa perpanjangan kesepakatan “masih bisa diupayakan,” namun belum ada kepastian selain rencana pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping.

Sementara itu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebut kebijakan kontrol ekspor rare earth China sebagai langkah “provokatif”, karena berpotensi menekan sektor teknologi global.

Di sisi lain, penutupan sebagian pemerintahan AS (government shutdown) menunda rilis sejumlah data ekonomi penting seperti inflasi konsumen dan harga grosir, yang memperumit pandangan The Fed dan menambah ketidakpastian menjelang pidato Ketua Jerome Powell pekan ini.

2. Ketimpangan Likuiditas dan Risiko di Pasar Derivatif Bitcoin

Meski hubungan dagang AS-China berpotensi membaik, para trader masih berhati-hati di pasar derivatif kripto.

Perbedaan harga antara kontrak perpetual futures dan harga spot di sejumlah bursa masih menciptakan peluang arbitrase, tanda pasar belum sepenuhnya stabil.

Tingkat pendanaan (funding rate) kontrak berjangka abadi di Binance masih negatif, artinya posisi jual (short) harus membayar untuk menggunakan leverage. Kondisi ini berbeda dengan bursa lain yang sudah kembali ke level positif.

CEO Asymmetric Financial, Joe McCann, menyebut di platform X bahwa “salah satu market maker besar kemungkinan tersapu” saat crash Jumat lalu, yang menjelaskan adanya kesenjangan harga di beberapa bursa dan “dislokasi ekstrem” di Binance. Kondisi ini membuat pelaku pasar menahan diri sebelum kembali aktif.

CEO Crypto.com Kris Marszalek bahkan menyerukan regulator untuk meninjau ulang keadilan praktik likuidasi dan transparansi bursa, menyusul laporan gangguan sistem dan potensi insider trading saat volatilitas melonjak.

3. Sentimen Risiko yang Menurun Pasca Flash Crash

Kelebihan Bitcoin sebagai aset langka yang independen memang tidak terganggu oleh flash crash Jumat lalu.

Namun, selera risiko (risk appetite) investor jangka pendek menurun tajam, sehingga potensi reli menuju rekor tertinggi baru kemungkinan tertunda beberapa pekan, atau bahkan beberapa bulan.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU