Duniafintech.com – Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional. Tujuan diterbitkannya aturan ini untuk memberikan relaksasi kredit bagi nasabah terdampak Covid. Persoalannya pemerintah tidak mendefinisikan lebih lanjut mengenai kebijakan yang dimaksud. Bahkan pemerintah mengembalikan pada kebijakan masing masing bank.
Relaksasi berupa restrukturisasi kredit tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni penurunan suku bunga, pengurangan tunggakan pokok, hingga penyertaan modal. Namun, mengacu pada aturan itu, tidak semua nasabah UMKM bisa memperoleh relaksasi kredit. Hal itu karena debitur yang terdampak ialah debitur yang terkait dengan sektor pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflansi bulanan per April 2020 mencapai 0,08 persen yang mengindikasikan penurunan permintaan bahan pangan serta penurunan daya beli masyarakat selama pandemi. Khususnya pada bidang perbankan, beberapa rumah tangga atau perusahaan melakukan investasi serta konsumsi yang lebih baik tidak dapat dilakukan dengan dana sendiri.
Baca Juga:
- OJK Tetapkan Kebijakan Relaksasi Kredit Bagi Para Debitur, Begini Syaratnya
- OJK Perpanjang Relaksasi Kredit Hingga 2022, Begini Cara Mengajukannya
- UMKM Bisa Ajukan Pinjaman dengan Bunga Rendah di Fintech Ini, Di Cek Yuk!
Kebijakan relaksasi kredit hadir sebagai stimulus fiskal guna mendorong produksi manufaktur sebagai usaha padat karya. Hal ini secara langsung menjaga pendapatan pekerja di tengah Pandemi. Namun, keringanan cicilan pembayaran kredit atau leasing ini tidak berlaku secara otomatis. Oleh karena itu, debitur wajib mengajukan permohonan keringanan cicilan kepada pihak bank atau leasing.
Kemudian pihak bank atau leasing wajib melakukan asesmen dalam rangka memberikan keringanan kepada debitur. Keringanan cicilan pembayaran kredit itu dapat diberikan dalam jangka waktu maksimum sampai dengan 1 tahun.
di sisi lain, dua kemungkinan yang menjadi tantangan relaksasi kredit di tengah Pandemi, yaitu 1) PSBB dan WFH mempersulit pemrosesan sekaligus persetujuan kedua belah pihak kreditur dan debitur, dan 2) Potensi moral hazard, dimana debitur dapat memanfaatkan keadaan atas urgensi peminjaman uang dan kreditur memiliki kepentingan tertentu untuk keuntungan tertentu.
Dengan demikian, guna menyelamatkan kondisi perekonomian di tengah pandemi, umumnya setiap negara memberlakkan relaksasi dalam stimulus ekonomi, relokasi anggaran pada sektor kesehatan, pasokan pangan, serta daya beli masyarakat. Kebijakan ini menjadi salah satu harapan sektor perbankan pada dunia usaha untuk mampu bertahan sembari menunggu kebijakan pemerintah selanjutnya dalam menghalau dampak COVID-19.
(DuniaFintech/VidiaHapsari)