25.6 C
Jakarta
Sabtu, 23 November, 2024

Fakta Investasi di Indonesia: Milennial Lebih Pilih Digital, Boomer dan yang Lebih Kaya Pilih Konvensional

Pasar investasi di indonesia menunjukkan bahwa generasi milennial sangat ramah dengan investasi baru seperti fintech dan aset kripto. Sedangkan generasi yang lebih tua lebih memilih investasi konvensional karena lebih aman.

Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2020 mencatat pemberi pinjaman atau lender di platform fintech P2P lending didominasi oleh generasi milenial, dengan porsi 70% dari total lender. Tak hanya itu, peminjam atau borrower di sektor ini juga didominasi oleh millennial sebesar 70,17%.

Rentang usia milenial ini adalah 19-34 tahun. Data ini menunjukkan bahwa kecenderungan milenial untuk berinvestasi di industri keuangan digital seperti fintech dan cryptocurrency lebih tinggi dibandingkan dengan generasi yang lebih tua baik itu generasi boomer atau generasi X. 

Boomer dan orang yang lebih kaya dari generasi mielennial pada umumnya lebih memilih investasi yang konvensional seperti saham, deposito, obligasi dan lain-lain. 

Kira-kira apa sih yang membuat generasi milenial cenderung lebih banyak berinvestasi ke industri keuangan digital dibandingkan dengan generasi yang lebih senior? Berikut faktanya:

Milenial Ingin Mencoba Sesuatu yang Baru

Perencana Keuangan Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho, mengatakan penyebab lebih banyaknya generasi milenial mencoba investasi keuangan digital, karena generasi milenial dan generasi yang lebih muda atau generasi Z cenderung menyukai hal baru.

“Menurut saya karena memang generasi milenial cenderung mudah menerima perubahan dan senang mencoba sesuatu yang baru, jadi ketika kripto muncul dan fintech lender muncul, mereka senang,” katanya saat dihubungi DuniaFintech, Senin (27/9).

Kecenderungan untuk mencoba hal baru di luar kebiasaan membuat generasi muda lebih adaptif dengan berbagai instrumen investasi baru yang muncul. Apalagi, mereka lahir dan tumbuh di suatu kondisi di mana teknologi berkembang pesat dan memberikan kemudahan yang mereka inginkan.

Mengejar Cuan yang Besar dekat Nominal Sedikit

Andy pun menuturkan, generasi yang lebih muda menyukai tantangan, dan instrumen investasi seperti fintech dan kripto menawarkan itu. Dua industri keuangan digital ini menyajikan potensi keuntungan yang lebih tinggi dengan risiko yang sama besarnya dibandingkan dengan instrumen investasi konvensional seperti deposito, reksa dana, saham, obligasi, dan seterusnya. 

Mereka juga cenderung berinvestasi dengan modal yang lebih sedikit. Ini berbeda dengan generasi yang lebih tua, dimana mereka memiliki modal yang banyak dan cenderung lebih memilih investasi yang aman.

Menurut Andy, generasi milenial cenderung mengejar keuntungan yang tinggi, meskipun mengetahui bahwa risiko yang mereka hadapi juga tinggi. Terbukti, meskipun instrumen investasi seperti kripto masih menjadi pertanyaan perihal legalitasnya, dan memiliki tingkat volatilitas yang tinggi, tetapi instrumen itu masih diminati milenial. 

“Makanya milenial cenderung mudah beradaptasi di investasi seperti itu, seperti kripto memang lebih tinggi risikonya dibandingkan dengan keuangan konvensional, tapi diminati milenial,” ujarnya.

Lebih-lebih, aset kripto diperdagangkan secara global dan tak diketahui produksi asalnya dari negara mana dan dikeluarkan oleh siapa, karena berbentuk digital, namun hal ini bukan menjadi halangan bagi milenial, karena mereka ingin menjadi bagian dari industri keuangan digital secara global.

Generasi Lebih Senior Sulit Beradaptasi Dengan Teknologi Digital

Sedangkan, generasi yang lebih senior agak kesulitan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital, ditambah mereka sudah terbiasa dengan lembaga keuangan konvensional yang selama ini mereka gunakan.

Sehingga, menurut Andy, sulit bagi generasi yang lebih senior untuk menyesuaikan diri dengan instrumen investasi yang baru.

“Jadi pertama adalah milenial lebih cepat beradaptasi, lebih mudah untuk mencoba sesuatu yang baru dengan tingkat risiko lebih tinggi, dibandingkan instrumen investasi yang biasa kaum senior masuki,” ucapnya.

Generasi Milenial Memiliki Daya Tahan Lebih Tinggi di Investasi

Selain itu, generasi milenial juga disebut memiliki daya tahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi yang lebih senior dalam menghadapi setiap risiko yang dapat ditimbulkan saat berinvestasi.

Andy menjelaskan, generasi milenial masih memiliki waktu yang panjang untuk recovery atau pulih ketika mengalami kebangkrutan akibat dari investasi yang ditanamkannya pada instrumen dengan volatilitas tinggi.

Karena masih muda, generasi milenial masih mempunyai masa produktif yang dapat dimanfaatkan untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, sehingga dapat bangkit dari keterpurukannya lebih cepat.

Sementara generasi senior, karena memiliki usia 40-50 tahun dan memiliki masa pensiun paling lama 10 tahun, akan lebih sulit bangkit ketika mengalami kebangkrutan dalam berinvestasi.

“Itu salah satu pertimbangannya kenapa senior cenderung enggan masuk ke kripto. Daripada uangnya hilang, habis dan risikonya gede, mereka punya tanggungan keluarga dan segala macam. Sementara yang milenial mungkin mereka juga belum berkeluarga dan belum punya tanggungan dan masa kerja mereka lebih panjang dari yang lebih senior,” tuturnya.

Fintech dan Kripto Memiliki Potensi Besar ke Depan

Kendatipun demikian, Andy menyadari bahwa industri keuangan digital ke depan memiliki potensi yang sangat besar. Dan investornya, akan didominasi oleh generasi milenial sekarang dan generasi yang lebih muda.

Pasalnya, generasi milenial ke bawah adalah generasi yang tumbuh di era transformasi teknologi, sehingga perkembangan industri keuangan digital juga akan menggeliat semakin cepat dan besar.

“Fintech ke depan cukup menjanjikan menurut saya. Karena industri digital akan lebih booming lagu dibandingkan sekarang. Sekarang sudah sedemikian booming, apalagi ke depan,” ujar dia.

Dia pun memperkirakan, aset kripto ke depan akan semakin memiliki pasar yang jelas. Meskipun masih menjadi pertanyaan perihal legalitasnya di berbagai negara, namun lambat laun kripto memiliki pasarnya sendiri.

Bukan tidak mungkin, sambungnya, aset kripto akan sama legalnya seperti fintech P2P lending, yang sudah lebih dulu diatur oleh otoritas sistem keuangan di Indonesia. Adapun, saat ini perdagangan kripto masih berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Menurutnya, dengan pasar yang tidak terbatas di suatu negara tertentu, aset kripto lambat laun akan menjadi bursa perdagangan global. Seperti bursa saham, namun dengan skala global.

“Artinya yang bisa membaca pasarnya cukup bagus, mereka bisa mendapatkan keuntungan dari gain yang diterima. Dan makin banyak jenis ragamnya tentu juga membuat pilihan makin banyak dan kayak pasar saham saja, tapi ini kelasnya worldwide,” terangnya.

Reporter : Nanda Aria

Editor : Gemal A.N. Panggabean

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU